Sebuah rasa asing menghantam tubuhnya begitu ia membuka mata.
[Name] Michaelis menyipitkan matanya, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya redup yang memantul di sekitar—satu hal yang tidak pernah ia temukan di istana gelap tempatnya tinggal bersama kakaknya, Sebastian. Ia menyentuh tanah yang dingin dan basah di bawahnya, yang terasa aneh di kulitnya. Udara di sekitarnya terasa lebih ringan namun penuh aroma tanah basah, segar, tapi sedikit.. menyebalkan.
Dengan satu tarikan napas, ia menyadari bahwa ini bukanlah dunia yang dikenalnya.
Di sekelilingnya, hutan lebat menghampar, dengan pepohonan tinggi yang tampak membungkuk, seolah ingin melindunginya dari dunia luar. Tetes-tetes hujan yang lembut turun dari dahan pohon, menciptakan melodi tenang yang hampir menghipnotis. Ia memandang langit, yang diliputi awan kelabu tanpa jeda—hanya pantulan pucat dari sinar matahari yang berusaha menembus lapisan tebal itu. Gelap, tapi berbeda dari kegelapan yang selama ini akrab baginya. Tak ada bisikan intrik, tak ada aroma belerang.
Dan yang paling mengganggu: tak ada jejak Sebastian.
[Name] menghela napas panjang, melepaskan rasa frustasinya dalam satu desahan yang membeku di udara dingin. "Dimana ini? Dan, kenapa sebegitu.. fana? Dan dimana kakak sialan itu?"
Langkah kecil terdengar mendekat, meskipun pelan, cukup untuk menarik perhatiannya. Ia menoleh dan mendapati sosok tinggi dengan kulit seputih porselen, rambut panjang lurus dan ekspresi yang sedingin es. Mata sosok itu berwarna merah yang tajam, membuatnya hampir tertawa mengingat mata iblis yang biasa ia temui—namun yang ini berbeda, penuh dengan kemegahan dan seolah mengundang kehancuran dalam sekali pandang.
Sosok itu tersenyum tipis, dengan cara yang hampir mengejek. "Tidak biasa aku menemukan seseorang sepertimu di sini."
[Name] mendengus pelan. "Oh? Kalau begitu, aku juga bisa bilang hal yang sama. Jarang sekali aku bertemu makhluk sepertimu." Ia mengedarkan pandangan, menilai makhluk yang berdiri angkuh di hadapannya. "Vampir, ya?"
Sosok itu tidak mengangguk, tapi juga tidak menampik. Hanya senyum tipis yang tetap melekat di bibirnya. "Kau punya indra yang tajam juga."
[Name] tertawa kecil. "Oh, aku tahu banyak tentang makhluk-makhluk abadi. Hanya saja, aku tak tahu apa yang membawaku ke tempat ini. Apakah mungkin.., salah satu dari kalian yang bertanggung jawab?"
"Menarik." Vampir itu memiringkan kepalanya, memperhatikan [Name] dengan tatapan yang sulit dibaca. "Sayangnya, aku hanya lewat. Tak ada campur tangan kami dalam kedatanganmu. Tapi kau," ia berhenti, tampak mempertimbangkan sesuatu. "Kau memiliki sesuatu yang, unik. Seolah-olah kau bukan bagian dari dunia ini."
[Name] mengangkat bahu, dengan ekspresi datar yang penuh keengganan. "Aku tak peduli dari mana aku berasal atau kemana aku harus pergi. Yang jelas, aku terlempar ke tempat fana ini, dan," ia memandang sekeliling hutan yang gelap. "kelihatannya cukup membosankan."
"Bosan bisa berbahaya di tempat seperti ini," kata sang vampir, bibirnya kembali melengkung dalam senyum sinis. "Kau harus berhati-hati, bahkan untuk makhluk sepertimu."
[Name] hanya tersenyum kecil, mengacuhkan peringatan itu. "Aku bisa menjaga diriku sendiri, percayalah."
Sosok itu tampak terhibur, namun dalam satu kedipan mata, ia lenyap, meninggalkan [Name] sendirian di tengah hutan basah Forks. Ia berdiri di sana sebentar, memandangi tempat di mana sang vampir tadi berdiri, sebelum akhirnya menghela napas dan mulai berjalan.
"Forks, ya?" gumamnya, membaca papan yang terpasang di pinggir jalan berbatu. Nama kota kecil itu mencuat, ditemani keterangan populasi yang kecil. "Tempat ini terlihat seperti kuburan berjalan."
Ia mulai menyusuri jalan, membiarkan dirinya tertarik pada energi-energi asing yang terasa menguar dari kejauhan. Kepekaannya menangkap aura kegelapan yang tersembunyi di balik wajah-wajah fana, meskipun mereka berusaha menutupi sisi abadi mereka. Ia dapat mencium aroma darah mereka, samar, seolah minta dikejar.
Tak lama kemudian, suara deru kendaraan memecah kesunyian hutan, dan sebuah truk tua melintas pelan. Pengemudinya, yaitu seorang lelaki tua yang tampak ramah melambai-lambai padanya, bertanya apakah ia membutuhkan tumpangan ke kota. [Name] tersenyum kecil dan menerima tawaran itu, menyadari bahwa jalan menuju dunia fana ini akan lebih mudah ditempuh jika ia bersedia bermain peran.
"Terima kasih, Pak," katanya singkat, masuk ke dalam truk dengan gaya yang tenang, namun angkuh. Lelaki itu mengangguk dan mulai mengobrol tentang cuaca, jalanan yang basah, dan Forks—sebuah kota kecil yang tenang tapi penuh cerita.
"Namamu siapa, Nak?" Tanya lelaki itu sambil tersenyum hangat.
"[Name]," jawabnya singkat. "Michaelis."
Lelaki itu mengerutkan dahi, tampak asing dengan nama tersebut, namun tak berkata apa-apa. Ia hanya mengangguk dan melanjutkan perjalanannya ke pusat kota, sementara [Name] melihat sekelilingnya dengan tatapan yang penuh rasa ingin tahu dan sinis.
Setibanya di pusat kota Forks, [Name] keluar dari truk, mengucapkan terima kasih seadanya, dan menatap sekeliling kota kecil yang tampak tenang namun mencurigakan. Langit tetap kelabu, dan gerimis mulai turun lagi, menambah suasana suram yang mengelilingi tempat itu.
"Baiklah," gumamnya, merapikan pakaian, "permainan ini dimulai dari sini. Aku hanya berharap tempat ini menyajikan sedikit lebih banyak tantangan."Dengan langkah yang tenang, ia mulai menyusuri jalanan Forks, mencari tanda-tanda keberadaan makhluk abadi yang menarik perhatiannya tadi. Meski tampaknya hanya manusia biasa yang lalu lalang di sekitar, indra tajamnya merasakan getaran aura yang terpendam. Ia tahu, di balik penampilan tenang kota kecil ini, terdapat rahasia gelap yang siap mengungkapkan dirinya.
Dan ia tak sabar untuk menggali lebih dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deal With the Devil [Twilight Saga x Reader]
Fiksi PenggemarKetika [Name] Michaelis membuka mata, ia mendapati dirinya jauh dari istana kelam yang biasa ia sebut rumah-terlempar ke dunia aneh penuh manusia fana. Tak ada tanda-tanda kakaknya, Sebastian, atau pun kehidupan iblis yang penuh intrik. Sebaliknya...