Demon - 7

436 65 5
                                    

Pagi itu, Bella bersiap-siap untuk pergi ke pantai bersama teman-teman sekolahnya. Ia sempat mengetuk pintu kamar [Name], berharap bahwa mungkin saudari angkatnya, (atau seperti itulah yang sudah Bella yakini) itu mau ikut bersamanya kali ini. "[Name], apa kau mau ikut? Kami mau ke pantai hari ini," ajaknya sambil menunggu di ambang pintu.

[Name], yang sedang bersandar di tempat tidur sambil menatap langit-langit dengan ekspresi jenuh, hanya menggelengkan kepala. "Pantai? Tidak, terima kasih tapi aku tidak suka pantai," jawabnya cepat, tanpa berusaha memberi alasan yang panjang lebar.

Bella tampak sedikit kecewa, tetapi ia tetap penasaran. "Eh, kenapa tidak suka? Rasanya aneh, padahal tempatnya asyik loh."

[Name] mendesah, berusaha menjawab tanpa terdengar aneh. "Air asin, angin yang membawa butiran pasir yang kasar.. rasanya seperti dilempar ke tengah-tengah panci besar penuh garam yang meleleh." Da melipat tangan di belakang kepala, berpikir sejenak. "Dan entahlah, setiap kali aku mencium aroma laut, rasanya seperti ada makhluk-makhluk kecil yang merayap di balik kulitku. Bukan suatu hal yang menyenangkan bagiku."

Bella mengerutkan kening, tidak sepenuhnya mengerti. "Kau benar-benar aneh, [Name]. Tapi kalau memang tidak mau, ya sudah," katanya sambil tersenyum kecil. Dan setelah berpamitan, dia pun pergi, meninggalkan [Name] sendirian di rumah.

Sepeninggal Bella dan dengan Charlie yang bekerja hari itu, rumah terasa sangat sepi. [Name] menghela napas panjang, merasa sedikit bosan meski dia tidak akan pernah mengakuinya. Setelah beberapa saat, akhirnya ia memutuskan untuk keluar dan berjalan-jalan di sekitar kota kecil ini untuk melihat ada kejadian menarik atau tidak.

Saat berjalan menyusuri hutan di dekat danau, suara sayup-sayup terdengar dari kejauhan. Penasaran, ia mempercepat langkahnya. Namun, saat tiba di dekat tempat kejadian, [Name] mendapati seorang pria tergeletak di tanah, tubuhnya tak bergerak, wajahnya pucat pasi. Darah segar yang tadinya mengalir dari lukanya sekarang sudah mulai mengering.

Dan berdiri di sekitarnya adalah tiga sosok vampir yang tidak dikenalnya. Mereka masih berlumuran darah, menatap puas ke arah mayat pria itu, seolah-olah habis menikmati makan siang yang enak. Aroma darah yang tajam memenuhi udara, bercampur dengan bau khas vampir yang bagi [Name] selalu terlalu menyengat.

Dia mendengus, ekspresi wajahnya yang biasanya santai berubah menjadi dingin dan tidak sabar. 'Para vampir ini benar-benar tidak punya sopan santun,' pikirnya, merasa jengkel. Tanpa berpikir panjang, [Name] melangkah ke depan dan dalam sekejap, ia berdiri hanya beberapa meter di hadapan mereka.

Tiga vampir itu terkejut, mereka menoleh dan menatapnya dengan pandangan tidak percaya. Bagi mereka, manusia yang datang sendirian di tengah hutan seperti ini adalah sasaran empuk. Salah satu vampir melangkah maju, menatap [Name] dengan senyum menyeringai. "Kau tersesat, manis?" Tanya vampir itu, suaranya terdengar licik dan merendahkan.

[Name] tidak menjawab. Sebaliknya, dia hanya menatap mereka satu per satu, sorot matanya penuh kebencian dan ketidaksabaran. Dia tahu bahwa para vampir ini menganggapnya remeh, mengira jika dia hanyalah manusia biasa yang mungkin tidak sadar bahaya.

Tiba-tiba, salah satu vampir melompat ke arahnya, berusaha menyerangnya dengan kecepatan luar biasa. Namun, sebelum vampir itu bisa mendekat, [Name] sudah bergerak. Dalam sekejap, dia menghilang dari pandangan, membuat vampir itu kebingungan.

"Di sini," gumam [Name] pelan, muncul di belakang vampir itu dengan ekspresi santai. Sebelum vampir itu bisa bereaksi, ia sudah mendaratkan satu pukulan keras di punggungnya, membuat vampir itu terlempar beberapa meter ke depan dan menabrak pohon hingga pohon tersebut bergetar hebat.

Dua vampir lainnya terkejut, tidak menyangka bahwa mereka menghadapi lawan yang kuat. Mereka menatap [Name] dengan tatapan ngeri dan kewaspadaan. "Kau.. siapa kau!? Kau bukan manusia biasa, iya kan!?" Tanya salah satu dari mereka dengan nada curiga.

[Name] tersenyum sinis, ekspresinya penuh kebencian dan sindiran. "Oh, kau baru menyadarinya?" Jawab iblis itu, nadanya dingin, sampai membuat suaranya satu oktaf lebih rendah. "Kalian benar-benar sekumpulan vampir yang bodoh."

Vampir yang tersisa tampak ragu, tetapi salah satu dari mereka, dengan percaya diri yang berlebihan, mencoba menyerang lagi. Dia berlari ke arah [Name] dengan taring yang terulur, berniat mencabik-cabik targetnya. Namun, [Name] dengan mudah menghindari serangan itu, bergerak secepat bayangan yang tidak bisa disentuh.

Saat vampir itu meleset, [Name] mengayunkan kakinya dan menendang sisi tubuhnya dengan keras. Vampir itu terpental dan terhempas ke tanah, debu berhamburan ke udara. Dengan kekuatan iblisnya, tendangan itu bukan hanya kuat, tetapi juga membuatnya terkejut dan tidak bisa bangkit untuk waktu yang cukup lama.

Vampir ketiga, yang tersisa, mulai merasa cemas. Ia menatap [Name] dengan kebingungan dan ketakutan. Ia mulai mundur, menyadari bahwa lawan di depannya ini bukan seseorang yang bisa dia taklukkan begitu saja.

[Name] melangkah mendekatinya, wajahnya menunjukkan ketidaksabaran. "Apa yang kalian pikirkan, hm? Menyerang manusia yang tak bersalah dan tak bisa melawan seperti itu? Kalian benar-benar makhluk rendah," ujarnya sinis. "Lebih rendah dari sampah."

Vampir terakhir itu mencoba untuk berbicara, mencoba untuk membuat alasan atau bahkan mungkin mengancamnya, tetapi suaranya tercekat saat melihat tatapan tajam [Name]. Tatapan yang seolah-olah langsung menusuk ke dalam jiwa, membuatnya merasa terintimidasi dan ketakutan.

“Kau, siapa kau sebenarnya?" Akhirnya vampir yang masih bisa berdiri bertanya , walaupun suaranya bergetar dengan hebat.

[Name] mendekat, berdiri hanya beberapa langkah dari vampir itu. "Michaelis, kau tidak perlu tau nama depan ku," jawabnya pelan, nadanya dingin dan penuh intimidasi. "Dan kalau kau punya akal sehat, sebaiknya kau ingat nama itu lalu pergi dari sini secepatnya. Kalau tidak, aku tidak segan-segan membuat kalian tidak lebih seperti ayam yang ku cincang lalu ku masak pedas."

Vampir itu tampak ragu, tetapi ketakutan yang terpancar di wajahnya jelas terlihat. Akhirnya, ia memutuskan untuk mundur, melarikan diri bersama vampir lainnya.

[Name] mendesah panjang, merasa jengkel dan muak dengan insiden ini. Forks ini benar-benar kota kecil yang penuh masalah, pikirnya. Dan para vampir yang berkeliaran seenaknya ini semakin membuatnya tidak sabar. Dengan santai, [Name] melirik mayat pria yang sudah tak bernyawa itu, merasa sedikit menyesal karena datang terlambat untuk menyelamatkannya. Tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang.

"Aku sudah cukup repot dengan para vampir vegetarian di sini, sekarang aku harus menghadapi vampir liar juga," gumamnya sendiri sambil menggelengkan kepala dan mengelap tangannya di baju. "Ini bahkan lebih menyebalkan dari pada saat aku melihat Sebastian mengurusi tuan kecil nya yang merepotkan itu." Dan dengan sekali teleportasi, ia menghilang dari tempat itu, meninggalkan jejak samar aroma iblis di sekitar hutan Forks yang sunyi.

Deal With the Devil [Twilight Saga x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang