2

918 88 6
                                    

Vote & komen, ya! Biar Authoress semangat nulis di Wattpad lagi. 🥺

***

Sejak hari itu, aku terus berusaha bunuh diri. Berbagai cara telah kulakukan. Mulai dari mengiris nadi, menenggak racun, hingga terjun dari atap gedung seperti ini. Namun, belum sempat aku melompat, sepasang lengan kokoh lebih dulu menarikku dengan kasar.

"Lepas!"

"Kau gagal, Carmelyn! Cobalah lagi," ejek suara Thunder sembari tertawa lepas melihatku terus meronta berusaha melepaskan diri dari kurungan lengannya.

Aku mendongak dengan napas tersengal. "Lepaskan tangan kotormu dariku, Brengsek!"

"Ow! Wow! Lihatlah mulut manis ini sudah bisa berkata kasar! Bagus sekali! Kau belajar cepat kali ini."

Rahangku mengeras, aku menatap tajam Thunder, tanpa sadar tanganku terangkat dan sedetik kemudian menampar wajah Thunder hingga wajahnya terbuang. Aku merasakan tanganku berdenyut sakit setelah menamparnya. Namun, tidak menyesal sedikit pun.

"Lepas!"

Thunder melepas lengannya dariku. Namun, senyum lebar langsung terbit di wajahnya. Tidak peduli ada sedikit lecet di ujung bibir tempat aku menjatuhkan tamparan keras barusan.

"Cobalah terus mengakhiri hidupmu sampai kau frustasi sendiri, Carmelyn. Itu benar-benar menghibur. Aku tidak sabar cara apa lagi yang kau gunakan untuk mati." Thunder membelai wajahku, tetapi langsung kutepis kasar. "Teruslah di sisiku! Dan menderita, lebih menderita, dan terus menderita. Aku benar-benar senang melihatmu berantakan seperti ini."

"Kau gila!"

Tawa Thunder langsung pecah. Matanya begitu sinis.

"Sejak kapan aku masih bisa waras? Sampai-sampai nona muda Mackenzie yang merasa kasihan padaku dan berkata, 'aku akan menjagamu, Thunder', dan ups! Apa ini? Sekarang dia yang kasihan sekali tanpa Papa dan Kakak kesayangannya. Tapi huft ... Nona Muda sangat bersemangat untuk menghabisi nyawanya sendiri. Itu membuatku sedih, padahal kurang baik apa aku membalas semua 'kebaikan' Nona Muda padaku selama ini?"

Itu jelas-jelas sebuah ejekan. Melihat ekspresi marahku, Thunder lagi-lagi tersenyum seolah itu hiburan.

"Bahkan, untuk mati pun, kau harus memohon padaku. Benar, tidak?"

Thunder mendorongku hingga aku terjerembab ke lantai. Hanya bisa mengepalkan kedua tangan di atas lantai dingin sembari menangis karena kesal pada ketidakmampuan diriku sendiri.

"Hiduplah sehari besok. Sehari lagi dan sehari lagi," desis Thunder tanpa rasa bersalah.

Sebaliknya, dia tampak bersemangat setelah mengatakan hal itu. Hidup sehari dari ucapan Thunder berarti "menderitalah dan menderitalah, sekali dan sekali lagi", begitu 'lah kira-kira.

Rasa amarah yang menggebu membuat aku mulai kesal pada diri sendiri. Masih di depan Thunder, aku memukul kepalaku sendiri. Aku mulai meringkuk, kembali menangis histeris sembari menjambak rambutku hingga kusut, sesekali memukuli kepalaku dengan keras.

"Bodoh! Carmelyn bodoh!"

Dadaku terlalu sesak. Tidak, sesuatu di dalam sana terasa seperti dikoyak. Sakit. Sakit sekali sampai aku tidak bisa berpikir jernih, hingga tanpa sadar menggigit lenganku sendiri sebagai luapan atas rasa sakit tak kasat mata yang tidak nampak. Aku memukul dada, berharap dengan begitu bisa membebaskan kekangan erat yang menyesakkan.

Gigiku juga masih bertahan menggigit lenganku. Tidak ada rasa sakit, bahkan aku tidak sadar jika darahku sudah menetes ke lantai, sementara Thunder mengelap darahku dengan sapu tangan.

Villain's Dirty Scandal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang