5

14.1K 764 26
                                        

Spill ekspresi dulu sebelum baca bab ini! 😑 (No expression)

***

Bad mood banget, sumpah!

"Ini bukan gaun pernikahan!" protesku tak terima setelah berkali-kali berganti model gaun.

"Tidak. Ini jauh lebih baik!" Charles berkata dengan puas.

Kubalas dengan menyipitkan mata tajam. Sejenak, dia balas menyipitkan mata. Menyerah, aku segera membalikkan badan kembali ke ruang ganti.

"Aku nggak mau yang ini!" Sebelum menutup tirai ganti dengan sempurna, aku menatap tajam Charles. "Kakak nggak berhak ngatur seratus persen keinginanku kaya gini. Nggak, ini bukan cuma ngatur. Kakak cuma mau hancurin pernikahan impianku!"

Saat menyembunyikan diri di dalam bilik ganti, aku memandang pantulan cermin. Di luar, Charles membalas, tetapi aku tidak peduli. Pandanganku hanya tertuju pada pantulan bayangan baju pengantin yang benar-benar tertutup, mulai dari kerah baju atas, bahu membentuk balon berlengan panjang, lalu lihatlah bagian paling bodohnya; dari dada ke bawah, menjuntai begitu saja tanpa ada lekak-lekuk tubuh, membuatku tampak jauh lebih buruk dari manekin.

Orang bodoh mana yang mendesain baju pengantin ini?! Oh, tidak, siapa juga yang lebih bodoh dengan memilih gaun ini?

Menghela napas berat, aku melepas gaun ini dan mengganti pada pakaian semula. Saat keluar, kulihat Thunder hanya diam. Padahal seharusnya hari ini aku memilih gaun pernikahan bersama Thunder, tapi malah berakhir hancur karena Charles yang sangat cerewet.

"Kalau tidak suka yang tadi, cobalah pilih yang lain."

"Nggak! Aku udah capai. Aku mau pulang!" sungutku kelas.

Mendengar ucapanku, kerutan di kening Charles jadi mulus. Pria itu langsung tersenyum cerah. "Kenapa nggak sejak tadi aja?"

Kedua mataku menyipit curiga, bahwa misinya sejak tadi memang menggagalkan pernikahanku. Dih! Itu tidak mungkin, ya!

Padahal keputusan pulang adalah keinginanku, tapi lihatlah, Charles malah yang melenggang lebih dulu. Saat aku hendak melangkah mengikutinya, tiba-tiba sebuah tangan mencekal pergelangan tanganku. Langkahku terhenti, saat kudapati Thunder sedang menempelkan jari telunjuk di bibir, isyarat untuk diam.

Menurut, dengan gerakan hati-hati, Thunder mengajakku pergi ke salah satu ruangan yang entah dari mana dia tahu jika dari lorong kecil itu kami bisa keluar dari butik gaun pengantin.

"Aku sudah tidak tahan dengan kakakmu," ucap Thunder begitu jujur.

Mendengar itu, aku mengangguk, tentu masih bersama raut wajah penuh kekesalan. "Sama! Ada aja kelakuannya biar kita gagal nikah. Heran!"

"Kita pergi ke butik lain," putus Thunder.

Mendengar idenya, aku pun kembali tersenyum. Terlebih, saat perlahan kurasakan tangan besar nan hangat itu menyusup ke sela-sela jemari dan merapatkannya menjadi genggaman penuh. Refleks, setelah melihat itu, senyumku terbit, tetapi tertahan.

"Aaa ...," erangku gemas, auto good mood.

Thunder mengajakku naik taksi dan alih-alih segera ke butik seperti yang dikatakannya, Thunder mengajakku ke salah satu hotel miliknya. Iya, salah satu. Ehem! Omong-omong, calon suamiku memang sekaya raya itu.

Tahu yang lebih hebat lagi? Aku. Aku adalah alasannya menjadi sekaya raya ini. Aku wanita hebat yang menemani dan mendukung prosesnya hingga sejauh ini. Maukah kuceritakan semua dari awal?

"Kita makan dulu, kamu pasti lelah. Maaf, tidak bisa menolak permintaan Kakakmu."

Utututu ... suara beratnya sopan banget, sih! Aku pun segera merangkul lengan kekarnya. Meskipun dibalut setelan kemeja hitam dan jas premium, tapi keras lengan Thunder terasa begitu jelas. Aku tersenyum, merasa bersyukur karena bisa bertemu orang setampan Thunder.

Villain's Dirty Scandal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang