2

91 9 1
                                    

Maira POV

Flashback

3 hari lalu

Panti asuhan merupakan rumah teraman pagi para anak tanpa keluarga sepertiku. 17 tahun aku hidup bersama dengan para anggota panti.

Dengan segala keterbatasan yang ada aku dan Semua anggota panti berusaha menyambung hidup. Belas kasih dan  Sumbangan Donatur menjadi penyokong utama kehidupan kami.

Tapi apakah dana itu cukup?tentu saja tidak

Panti asuhan hanya mampu memberikan pendidikan hingga Sekolah dasar. Untuk tingkat selanjutnya kami harus berjuang untuk mendapatkan beasiswa dari sekolah.

Sejak kecil aku selalu berusaha untuk mendapat peringkat atas agar bisa tetap melanjutkan sekolah. Untungnya, tuhan berbelas kasih dan memberku kecerdasan. Berkat itu aku bisa mendapat beasiswa di sekolah yang cukup bergengsi. Aku bisa bersekolah dengan lancar sambil terus bekerja paruh waktu untuk mencukupi biaya hidup.

Namun ketika kupikir semua berjalan dengan lancar, masalah sepertinya tidak ingin berjauhan denganku.

Pagi ini, tepat dihari ulang tahunku yang ke 18. Bukan hadiah yang aku terima, melainkan kabar buruk. Ibu kepala panti memberitahu dengan berat hati, bahwa aku harus pergi dari panti.

Dana yang dimiliki panti terlalu sedikit untuk menampung begitu banyak anak. Akhir Dengan terpaksa ibu kepala panti mengeluarkan anggota dengan usia 17 tahun keatas. Yang dianggap sudah mampu untuk hidup mandiri.

Aku menghembuskan nafas dengan keras.

Menatap kertas yang sudah penuh dengan coretan. Aku terus memikirkan bagaimana caraku melanjutkan hidup. Tabungan yang aku kumpulkan dari hasil kerja paruh waktu, hanya cukup untuk menyambung hidup selama sebulan. Lalu bagaimana dengan tempat ku berteduh nanti?

“Kak Maira Ada surat”

Panggilan Nata membuyarkan lamunanku. gadis kecil itu berlari mendekat dan meletakan surat di meja belajar. Aku mengusap kepalanya dan berterima kasih. Gadis itu tersenyum senang sebelum berlari kembali untuk bermain.

Sungguh menyenangkan menjadi anak anak. Tanpa beban, bisa bermain dengan bebas.

Aku mengalihkan perhatianku kesurat pemberian Nata.

House Of Hope

Nama yang cukup familiar dikepalaku. Beberapa waktu lalu, saat aku mengerjakan tugas di Warung Internet (Warnet) Aku mendapat iklan ini.

Sungguh penipuan yang sangat kentara pikirku saat itu. Bayangkan saja, kalian cukup tinggal disebuah rumah lalu harapan kalian akan terwujud. Bukankah itu tidak masuk akal?

Tapi tidak tau setan apa yang mempengaruhi. Aku tetap mengisi formulir pendaftaran itu. Aku menulis harapan yang sudah lama terkubur dan tidak pernah aku ungkit lagi.

“aku ingin bermain musik”

Harapan sederhana bukan? Ya... Sederhana, tapi itu adalah harapan yang mahal bagiku.

Untukku, bisa sekolah dan makan dengan cukup sudah menjadi suatu kemewahan. Masih Bolehkah aku serakah dan meminta yang lain?

Jadi dari pada menyakiti diri sendiri, aku putuskan untuk mengubur harapan itu.

Tak disangka, poster penipuan itu malah memberikan surat jawaban. Dan undangan untukku agar bisa tinggal didalamnya.

Yah, bagaimana kalau kita coba saja? Apa yang lebih buruk dari pada tinggal dijalanan? Setidaknya aku bisa punya tempat untuk berteduh sementara, kan?


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
-----
House of Hope

House Of HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang