Keesokan harinya, Maria terbangun dengan perasaan campur aduk. Dia ingin memulai hari dengan semangat baru, tetapi bayangan pertemuan semalam terus menghantuinya. Dia mencoba untuk tidak memikirkan Kevin dan Demian terlalu dalam, tetapi pikirannya selalu kembali ke momen saat ketiganya jujur satu sama lain. Bagaimana cara dia menjaga persahabatan mereka tanpa mengorbankan perasaannya sendiri?
Setelah sarapan, Maria memutuskan untuk pergi ke sekolah lebih awal. Dia berharap bisa menyendiri sejenak sebelum bertemu dengan Kevin dan Demian. Saat dia tiba di sekolah, suasana pagi yang cerah dan penuh semangat membuatnya merasa sedikit lebih baik. Dia menyusuri jalan setapak yang sering dilalui sambil menyapa teman-teman sekelasnya.
Di kelas, Maria duduk di bangkunya, tetapi pikirannya masih melayang. Ketika guru masuk dan mulai menjelaskan materi, Maria berusaha fokus. Namun, kata-kata guru terasa samar dan jauh. Dia tidak bisa berhenti memikirkan situasi yang dia hadapi. Saat bel berbunyi, tanda waktu istirahat, dia merasa lega bisa keluar dari kelas.
Maria pergi ke kantin, berharap menemukan Demian. Dia butuh dukungan dari sahabatnya setelah hari yang sulit. Saat dia tiba, dia melihat Demian duduk di meja dengan beberapa teman. Ketika Demian melihatnya, wajahnya langsung cerah.
"Hey, Maria! Sini!" serunya sambil melambai.
Maria menghampiri meja dan duduk di sebelah Demian. "Hai, Demian. Apa kabar?"
"Baik, meski agak cemas. Bagaimana denganmu?" tanya Demian, memperhatikan ekspresi Maria.
"Aku juga sama. Rasanya seperti banyak hal yang belum terpecahkan," jawab Maria, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang.
"Yah, kita bisa membicarakannya lebih lanjut. Aku di sini untukmu," Demian berkata sambil tersenyum, membuat Maria merasa lebih nyaman.
Tak lama kemudian, Kevin datang dan bergabung dengan mereka. Maria merasakan ketegangan di udara. Meskipun mereka telah sepakat untuk saling terbuka, ada rasa canggung yang masih menggelayuti hubungan mereka.
"Hey, guys. Ada yang menarik terjadi di kelas sejarah tadi," Kevin memulai, berusaha mencairkan suasana.
Maria dan Demian tersenyum, tetapi Maria merasa terjebak dalam ketidakpastian. Mereka melanjutkan obrolan tentang kelas, tetapi Maria merasakan jarak yang tak terlihat di antara mereka. Dia tahu mereka berusaha untuk kembali ke suasana normal, tetapi perasaan mereka sudah terlanjur rumit.
Selama istirahat, Kevin dan Demian berbicara banyak, tertawa dan bersenda gurau. Maria merasa sedikit terasing, seolah dia bukan bagian dari momen itu. Dia berusaha untuk tersenyum, tetapi hatinya terasa berat.
"Hey, Maria! Kenapa tidak ikut bergabung?" tanya Kevin, menyadari ekspresi Maria.
"Aku... aku baik-baik saja," jawab Maria dengan suara pelan.
Demian memperhatikan Maria dengan cermat. "Jika kamu ingin, kita bisa melakukan sesuatu yang seru setelah sekolah. Mungkin nonton film atau pergi ke kafe?" tawarnya.
Maria merasa hangat mendengar tawaran itu. "Itu terdengar menyenangkan. Mungkin kita bisa merencanakan sesuatu," katanya, berusaha untuk bersikap positif.
Hari berlalu, dan setelah sekolah, mereka bertiga berkumpul di kafe favorit mereka. Suasana kafe yang hangat dan ramah membantu meredakan ketegangan yang ada. Mereka memesan minuman dan mulai berbincang-bincang.
Maria melihat ke arah Kevin, yang sedang bercerita tentang film terbaru yang dia tonton. Senyum di wajah Kevin membuat Maria merasa sedikit tenang. Namun, saat Lisa masuk ke kafe, Maria merasakan jantungnya berdegup kencang.
Lisa melangkah dengan percaya diri, senyumnya membuat beberapa kepala menoleh. Maria bisa melihat Kevin tertegun sejenak saat melihat Lisa, dan perasaannya kembali bergejolak. Dia berusaha menahan perasaannya agar tidak terlihat cemburu.
YOU ARE READING
Jalan Berpisah
Teen FictionSetelah lulus SMP, Maria, Kevin, dan Demian menghadapi tantangan baru saat masuk SMA. Persahabatan mereka diuji oleh perpisahan dan cinta segitiga yang rumit. Ketika perasaan terpendam muncul dan keputusan sulit harus diambil, mereka berjuang untuk...