Bab 7: Momen-Momen Tak Terduga

0 0 0
                                    

Setelah pertemuan malam itu, Maria merasa ada sedikit kelegaan. Mereka telah membuka diri satu sama lain, tetapi di dalam hati Maria, masih ada keraguan. Dia tahu bahwa meskipun mereka berbicara, perasaan yang rumit masih tetap ada. Terutama perasaan cemburu dan ketidakpastian tentang hubungan mereka.

Beberapa hari berlalu dan Maria berusaha untuk tetap positif. Dia menghabiskan waktu dengan Demian dan Kevin, meskipun ada saat-saat ketika dia merasa lebih sensitif terhadap perhatian Kevin terhadap Lisa. Maria berusaha menahan diri untuk tidak menunjukkan perasaannya, tetapi sulit baginya untuk berbuat demikian.

Suatu sore, mereka bertiga memutuskan untuk menghabiskan waktu di taman. Suasana hangat dan cerah membuat Maria merasa lebih baik. Mereka duduk di bangku, tertawa dan bercerita tentang berbagai hal. Namun, di dalam hati Maria, kegelisahan terus menggerogoti.

"Bagaimana kalau kita merencanakan sebuah perjalanan akhir pekan ini?" Kevin tiba-tiba berkata. "Aku dengar ada acara camping di hutan dekat kota."

Ide itu terdengar menarik bagi Maria, tetapi dia juga merasa tertekan. Bagaimana jika Kevin dan Lisa berinteraksi lebih banyak selama perjalanan? "Itu ide yang bagus. Tapi... apakah kita harus mengundang Lisa?" Maria bertanya, mencoba menjaga nada suaranya tetap netral.

Kevin terlihat berpikir sejenak. "Aku rasa tidak ada salahnya jika dia ikut. Dia juga teman kita."

Maria merasa hatinya berdebar. Dia tidak tahu apakah dia bisa menghadapi situasi itu. "Mungkin lebih baik kita bertiga saja," ujarnya dengan nada ragu.

Demian menyadari ketegangan di antara mereka. "Apa ada yang salah, Maria? Kita bisa berbicara tentang ini," katanya dengan lembut.

Maria menelan ludah, berusaha menahan air matanya. "Aku hanya... tidak ingin merusak suasana. Aku merasa cemburu dan bingung," akhirnya dia mengungkapkan.

Kevin dan Demian saling pandang, dan Kevin mengangguk. "Kami semua merasakan hal yang sama, Maria. Kami hanya ingin kita bisa bersenang-senang bersama."

Setelah perbincangan itu, mereka sepakat untuk pergi camping, tanpa Lisa. Maria merasa sedikit lebih baik, tetapi rasa cemburu itu masih ada. Dia tidak tahu bagaimana dia akan menghadapi situasi ketika melihat Kevin dan Demian bersama.

Akhir pekan tiba dan mereka berangkat menuju hutan. Maria merasa semangat campur aduk saat mereka mendirikan tenda dan menyiapkan peralatan. Sambil mengatur tempat tidurnya, dia berusaha mengusir pikiran negatif yang menghantuinya. "Ini adalah kesempatan untuk bersenang-senang," pikirnya.

Malam itu, mereka berkumpul di sekitar api unggun, menikmati suasana. Kevin mulai bercerita tentang pengalamannya saat camping sebelumnya. Demian juga ikut bercerita, dan Maria tertawa mendengarnya. Namun, saat dia melihat Kevin tersenyum, hatinya terasa sakit lagi.

Setelah beberapa saat, Kevin berdiri dan mengusulkan permainan. "Bagaimana kalau kita bermain truth or dare? Itu selalu menyenangkan!"

Maria dan Demian setuju, dan permainan dimulai. Suasana menjadi semakin seru saat mereka saling menantang dan mengungkapkan rahasia kecil. Maria merasa senang melihat Kevin dan Demian tertawa, tetapi ada saat-saat ketika dia merindukan kedekatan yang lebih dari sekadar persahabatan.

Saat gilirannya tiba, Kevin menantang Maria. "Truth or dare, Maria?"

"Truth," jawab Maria, berusaha bersikap tenang.

"Siapa yang paling kamu sukai di antara kami berdua?" Kevin bertanya dengan senyum nakal.

Maria terdiam sejenak. Dalam hati, dia merasa terjebak. "Uh... aku rasa aku... lebih suka keduanya," jawabnya, berusaha menghindari menjawab langsung.

Demian tertawa. "Cerdas, Maria. Menghindar dari jawaban!"

Setelah beberapa putaran, permainan menjadi semakin seru. Namun, saat malam semakin larut, Maria merasa cemas. Dia tidak ingin permainan ini mengungkap perasaannya yang sebenarnya. Dia berusaha untuk tidak menunjukkan ketidaknyamanannya, tetapi hatinya terus berdebar.

Akhirnya, permainan selesai dan mereka semua merasa lelah. Maria merasa campur aduk antara bahagia dan sedih. Sebelum tidur, dia keluar dari tenda untuk mengambil udara segar. Dia melihat bintang-bintang berkelap-kelip di langit dan merasa tenang sejenak.

Saat dia kembali ke tenda, dia mendengar suara Kevin dan Demian bercakap-cakap. Maria berusaha untuk tidak mendengarkan, tetapi saat mendengar nama Lisa disebut, perasaannya langsung tertekan.

"Dia pasti merasa aneh saat kita pergi camping tanpa dia," kata Kevin.

"Ya, tapi kita perlu waktu untuk kita bertiga," jawab Demian. "Kita harus memastikan kita tidak merusak persahabatan kita."

Maria merasa sedikit lega mendengar itu, tetapi dia juga merasa bersalah karena berpikir egois. Dia tahu bahwa mereka semua berusaha melakukan yang terbaik, tetapi perasaannya masih terjaga.

Keesokan paginya, Maria bangun lebih awal dan memutuskan untuk berjalan-jalan sendirian. Dia ingin mendapatkan ketenangan sebelum aktivitas sehari penuh. Saat berjalan, dia mendengar suara burung bernyanyi dan melihat keindahan alam di sekelilingnya. Namun, saat kembali ke tenda, dia melihat Kevin dan Demian sedang bercanda dan tertawa.

Senyum mereka membuat Maria merasa senang, tetapi di sisi lain, dia merasa tersisih. Dia mencoba untuk ikut bergabung, tetapi hatinya terasa berat. "Selamat pagi! Apa kalian sudah sarapan?" tanyanya dengan berusaha tersenyum.

"Selamat pagi, Maria! Kami sudah menyiapkan sarapan. Ayo makan!" Kevin menjawab dengan semangat.

Mereka bertiga duduk dan menikmati sarapan sederhana bersama. Maria merasa berusaha untuk menikmati momen itu, tetapi dia tidak bisa menghindari perasaan terjebak di antara dua sahabatnya. Setelah sarapan, mereka memutuskan untuk menjelajahi hutan.

Saat berjalan, Maria merasakan kehangatan dari kebersamaan mereka, tetapi di dalam hatinya, dia tahu bahwa dia harus mengatasi perasaannya. Dia tidak ingin menyakiti mereka, tetapi dia juga tidak bisa terus bersembunyi dari apa yang dia rasakan.

Mereka berjalan selama beberapa jam, menjelajahi area sekitar, dan mengambil foto bersama. Maria merasa senang melihat senyum di wajah Kevin dan Demian. Namun, saat mereka berhenti untuk beristirahat, Maria merasa keberatan untuk berbicara.

"Maria, ada sesuatu yang ingin kau sampaikan?" tanya Demian dengan lembut.

Dia merasa terjebak, tetapi dia tahu bahwa ini saatnya. "Aku... aku merasa bingung. Aku tidak ingin kita kehilangan persahabatan ini, tetapi aku juga tidak bisa mengabaikan perasaanku."

Kevin menatap Maria, seolah mencoba memahami. "Kami juga merasakannya, Maria. Kami ingin mendukungmu, tetapi kami juga ingin menjaga hubungan ini."

"Bagaimana jika kita bisa mencari jalan tengah?" Demian menyarankan. "Mungkin kita bisa berbicara tentang apa yang kita inginkan tanpa merusak hubungan kita."

Maria mengangguk, merasa bersemangat. "Itu ide yang bagus. Mari kita coba jujur satu sama lain."

Setelah berbicara, mereka merasa lebih ringan. Maria tahu bahwa ini adalah langkah awal untuk mengatasi kerumitan perasaan mereka. Mereka kembali ke tenda, dan malam itu, mereka berbagi cerita dan harapan masing-masing.

Ketika Maria melihat Kevin dan Demian saling mendukung satu sama lain, dia merasa terinspirasi. Meskipun perjalanan mereka tidak mudah, dia yakin bahwa persahabatan ini berharga dan layak untuk diperjuangkan.

Malam itu, Maria merasa tenang. Dia tahu bahwa perasaannya adalah bagian dari proses tumbuh dewasa. Dia bersyukur memiliki teman-teman seperti Kevin dan Demian, yang selalu bersedia mendengarkan dan mendukung.

Keesokan harinya, mereka kembali pulang dengan banyak kenangan indah. Maria tahu bahwa perjalanan ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk terus jujur dan terbuka dengan perasaannya. Meskipun ada ketidakpastian di depan, dia yakin bahwa mereka akan mampu menghadapinya bersama.

Jalan BerpisahWhere stories live. Discover now