9

274 52 9
                                    

enjoy

***

"Kalau ini perpus, kalian boleh minjam buku kalau udah punya kartu buat masuk perpus, ada itu entar kalian dikasih. Kalau hilang buku yang kalian pinjam ntar dikeluarin dari sekolah sama digebukin sama anak OSIS," Ucap Caine panjang lebar.

"Memang iya ya Jak?"

"Gatau, ga pernah minjam buku perpus," Bisik Jaki.

"Mau lanjut ke Kantin ga? Sekalian makan, bentar lagi juga jam istirahat." Tawar Caine kepada Xavier dan Revana.

"Bisa beri tau kami dimana rooftop dulu?" Tanya Revana.

"Boleh, ayo," Caine memimpin jalan dengan senang hati.

"Tapi nanti kalau ada anak-anak kelas sebelah itu gimana, mami? Kami bukannya takut, tapi kita cuma bertiga, mereka ber.. ber.. ber.. ber-rame," Garin memukul Jaki yang sempatnya tergagap diakhir.

Seketika kaki Caine berhenti melangkah mendengar kata-kata Jaki. Caine membalikkan badan, "Kalau ku antar sampai tangga aja gapapa? Soalnya aku laper banget pengen minum susu stroberi,"

Xavier menaikan satu alisnya, "Kau bisa meminta pada mereka berdua untuk membelikannya." Ujarnya menatap Garin dan Jaki yang mendelik.

"Mereka bukan babu, jadi ga boleh ya," Ujar Caine sambil menggoyangkan jari telunjuknya ke kanan kiri.

"Sudahlah, antarkan saja dulu kami sampai atas." Reva menarik tangan Caine pergi di ikuti Xavier meninggalkan Garin dan Jaki yang melongo.

"Eh eh! Jangan culik mamikuu!" Pekik Garin mengejar mereka sambil menyeret Jaki yang pasrah karena diseret lagi.

Akhirnya dengan keterpaksaan Caine dia mengantar mereka berdua sampai atas. Disana seperti yang dikatakan anak-anak itiknya tadi, ada anak-anak kelas lain yang memang cukup tak berhubungan baik dengan kelompok mereka.

Istilahnya iri dengki karena kelas mereka ga se-hits kelas utan milik Caine. Tapi juga ada beberapa yang tak suka dengan anak-anak Noir— nama geng yang Rion buat.

"Ngapain kesini? Tempat tongkrongannya ilang kalian? Atau emang gabut aja sampe main kesini?" Mereka langsung disambut omongan sinis dari salah satu dari mereka.

"Eh gondrong lu diem aja bisa ga? berisik amat," Cibir Garin.

"Induk kodok jangan sok sok ngejawab deh, bergaul ae noh sama para kecebong." Ucapnya membuat yang lain tertawa.

Garin menggeram pelan, Caine menepuk pelan bahunya mengisyaratkan untuk jangan dibawa emosi.

"Udah wey, jangan gitu dong, anaknya baperan loh. Ngomong-ngomong ada tampang anak baru nih, wajahnya juga sama kaya wajah-wajah anak caper kaya yang lain." Ejek salah satu anak—Deon orang yang sering sekali mengompori.

Xavier dan Reva hanya menatap datar orang itu seakan tak peduli atau bahkan tak ingin mengurusi.

"Deon jangan ngomong sembarangan!" Peringat Caine yang tak suka omongan Deon.

"Kenapa? Ga terima? Sini kalo berani," Deon berucap remeh.

Caine yang merasa diremehkan langsung saja menghampiri Rion membuat yang lain yang sedang duduk langsung berdiri.

Garin dan Jaki melototkan matanya melihat Caine yang malah maju sendiri.

"Mau ap—Akh Caine!" Deon memegangi tangan Caine yang tiba-tiba saja langsung menjambak rambutnya.

"Rasakan!" Seru Caine semakin menguatkan kepalan tangannya membuat Deon merasa akan lepas rambutnya se akar-akarnya.

"Bantuin ga?" Tanya Jaki.

"Biarin, ntar kalo Mami capek juga lepas sendiri," Jawab Garin santai.

"Elang tolongin gue ege!" Pekik Deon memanggil salah satu temannya. Anak-anak yang lain juga bukannya menolong malah hanya menonton.

Elang menatap malas Deon, ia menghampiri dua orang itu dan langsung dengan sekali tarikan, Caine tertarik kebelakang tetapi sayangnya tangannya malah masih nyangkut dirambut Deon.

"Woy Lang! Sakit bego!" Deon ingin menangis saja kalau begini. Rambutnya terasa akan rontok semua.

Selain karena Caine wakil OSIS, mereka memang tak pernah melakukan kekerasan dengan Caine karena entah memang tidak bisa.

Wajahnya Caine memang sangat mematikan.

Paling mentok mereka hanya melempar kata-kata pedas.

"Caine lepaskan tanganmu atau aku adukan Rion, jika kau pernah mencoba ingin merokok saat di halaman sekolah," Sontak Caine langsung melepaskan genggamannya.

Caine mendongak menatap sinis Elang yang ada saja akalnya menakutinya. "Jangan adukan Abang!"

Elang tersenyum tipis sangat tipis sampai tak ada yang menyadarinya.

"Lepas!" Seru Caine memukul tangan Elang yang masih menahan perutnya. Elang langsung melepaskannya.

"Jaki, Garin, ayo pergi dari sini." Caine menarik tangan kedua temannya untuk meninggalkan tempat terkutuk ini.

Mereka semua menatap kepergian tiga orang itu sampai hilang. Xavier dan Reva tentu masih berdiri disana

Elang menatap mata Xavier yang menatap kearah matanya. Terjadi keheningan sejenak sebelum Elang mulai bicara, "Siapa nama kalian?"

***


tw g?

gtw? ydh
tbc.

Kapan akur? (slow up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang