RELUNG|9

14 6 1
                                    

Aku berpikir bahwa tidak akan ada yang peduli pada diriku ini. Namun ternyata aku salah, diantara banyaknya orang yang tidak mengakui ku, aku dipertemukan dengan orang yang hatinya begitu tulus, hingga aku berpikir bahwa ini hanyalah mimpi belaka. Hal yang sangat mustahil bagiku, aku bersyukur kepada Tuhan yang sudah mempertemukan ku dengan orang-orang seperti mereka. Ini adalah kali pertama, aku merasa nyaman saat berbicara, bahkan ketika aku mengeluarkan segala macam pemikiran ku. Akan tetapi, terkadang aku takut untuk tertidur nyenyak karena, aku takut saat aku terbangun bahwasanya ini semua hanyalah angan-angan ku, aku takut saat aku terbangun semuanya kembali seperti semula, aku sangat takut akan kehilangan orang-orang seperti mereka. Segala macam bayangan itu, memicu adrenalin ku. Aku sangat khawatir akan kembali kedalam keheningan, dimana aku akan terus merasa kesepian dan tidak ada yang memedulikan ku. Akan tetapi mereka berhasil mewarnai hidupku, mereka memenuhi hidup ku dengan canda dan tawa. Mereka selalu menghibur ku, mereka mengajari ku bahwasanya kita tidak sendiri di dunia yang fana ini, mereka berhasil mengubah pemikiran ku akan dunia yang serakah ini. Akhirnya, aku menemukan penerang dalam hidupku, aku bisa membangkitkan kembali dorongan untuk terus melanjutkan denyut nadi ini.

Yanti, Mala, Sri, dan Sukma. Terimakasih, sudah menemui ku disaat-saat aku terjebak dalam keterpurukan ku. Aku bersyukur, karena kalian hadir diantara titik gelap kelabu batin ini, aku merasa sangat beruntung, bertemu dengan kalian. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi apabila kalian tidak hadir dalam bayangan ku, aku tidak tahu seperti apa diriku ini, jika kalian tidak menghampiri ku. Dan kini, aku kembali merasakan segarnya pernapasan, aku menemukan kembali titik terang untuk melanjutkan aliran darah ini.
Terimakasih untuk segala nya.

Hari-hari seperti biasanya aku jalani, bernapas melanjutkan aliran darah yang memang sudah seharusnya untuk tetap dijalani. Berjalan mengikuti arus yang sudah pasti, aku melihat burung-burung yang berterbangan bebas diatas sana, lalu aku merenung bagaimana akan nasib burung-burung yang hanya bisa berdiam diri didalam sangkarnya. Mereka sudah pasti tidak bisa bebas bergerak, tidak bisa melawan dan tidak bisa pula memberontak, mereka hanya dijadikan objek kesenangan oleh makhluk yang serakah, tidak peduli bagaimana perasaan makhluk yang diperlakukan seperti itu. Tidak kah mereka berpikir bahwa makhluk tersebut tersiksa didalam sana, tidak kah mereka juga berpikir bahwa makhluk tersebut juga ingin merasakan dan menikmati indah nya dunia ini. Mereka terlalu rakus dengan kepentingan nya sendiri, mereka tidak pernah berpikir untuk merasakan dan bertukar keadaan dengan makhluk tersebut. Lantas aku kemudian memejamkan mataku, nyatanya diriku tidak ada bedanya dengan burung di dalam sangkar. kami yang terkurung seperti itu hanya bisa menengadah kepada tuhan, berharap kemustahilan terjadi, berharap dan terus berharap hingga pada akhirnya akhir dari kehidupan lah yang akan membebaskan kami.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Relung RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang