R-4

39 14 0
                                    

"kenapa kamu harus ada!"

Sakit? Ini sungguh menyakitkan mendengar orang yang sudah membuat mu ada di dunia mengucapkan kata-kata itu. Ini terasa lebih sakit daripada di hunus ribuan pedang. Hatiku rapuh saat itu juga, pendirian ku seketika melemah saat itu juga.

Tubuh ku seketika gemetar, kata-kata itu terus berputar di kepala ku. Tidakkah mereka berpikir bahwasanya tidak ada orang ingin ada di dunia yang keji ini? Tetapi merekalah yang menginginkan orang itu ada! Mataku memerah, tubuh ku gemetar hebat, ingin sekali rasanya berteriak, bahwa aku juga tidak ingin ada, aku lelah, dunia terlalu kejam! Kenapa mereka tidak mengerti posisiku? Kenapa mereka tidak mengerti keadaan ku?

Aku berjalan menuju kamar, meninggalkan dapur yang penuh dengan keributan. Aku memandangi langit-langit kamar dengan mata yang sudah penuh dengan air mata. Merutuki diriku sendiri, atensi ku kembali mengingat kata-kata itu kembali. Apakah aku menjadi sebuah bencana bagi mereka? Apakah aku hanyalah pelampiasan mereka saja? Kenapa mereka tidak pernah sedikit saja mengasihani ku?

Dunia ini terlalu kejam, apa hanya bagi ku saja? Kepala ku penuh dengan pertanyaan itu. Ingin sekali rasanya aku menyerah, meninggalkan dunia yang sudah memberi banyak luka, meninggalkan dunia yang berat ini.
Aku berharap bisa tidur selamanya dengan mimpi yang indah dan tidak terbangun, sehingga aku bisa melupakan kejinya dunia ini.

Air mata yang membasahi bantal menjadi saksi bagaimana aku mengeluh ingin merasakan kebahagiaan kepada dunia. Setiap hari, setiap malam, tangisan diam menjadi saksi bisu bagaimana aku mengeluh lelah, dan ingin menyerah. Hinaan, cacian selalu aku dapatkan tak hanya dari orang lain, melainkan dari orang yang sudah membuat ku ada di dunia.

Kenapa dunia sungguh tidak adil? Kenapa aku tidak pernah di pertemukan dengan kedamaian? Kenapa beribu-ribu rintangan tidak pernah habisnya menghampiri ku? Kapan semua ini selesai? Kapan aku merasakan kedamaian dalam hidup ku?

Tubuhku rasanya sudah terbelah berkeping-keping, tubuhku rasanya sudah tidak sanggup lagi menahan semua ini. Jalan ku buntu, aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Nafas ku tersengal-sengal ini sungguh sakit. Kata-kata itu terasa lebih sakit daripada saat aku dipukuli dan di benturi ke tembok. Kata-kata itu tak hanya membuat fisik ku terasa tercabik, namun batin ku juga terasa lebih menyakitkan lagi.

Nanar ku memandangi wajah seorang gadis yang menyedihkan di cermin. Mata yang sembab, dan tubuh yang kurus sangat terlihat jelas. Gadis itu tersenyum mengingat bahwa Tuhan sangat menyayangi nya sehingga Tuhan memberikan nya kehidupan seperti ini.

"Aku percaya Tuhan, aku hanya percaya padamu"

Relung RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang