Chapter Bonus: Jejak yang Tak Terhapus
.
.
.
Setelah perjalanan panjang yang telah dilalui Arin, kehidupannya kini tampak seperti lukisan yang penuh warna dan detail, meskipun tak terhindar dari goresan-goresan waktu. Ia telah menemukan keseimbangan antara masa lalu dan masa kini, antara identitas yang berubah dan yang tetap. Namun, meskipun segala sesuatu tampak sempurna di permukaan, ada hal yang selalu mengusik benaknya, sebuah pertanyaan yang tak pernah sepenuhnya terjawab—pertanyaan tentang cermin itu sendiri, dan mengapa cermin itu memilihnya.Arin merasa bahwa kisahnya belum sepenuhnya selesai. Setiap kali ia menatap cermin yang diberikan wanita tua di toko antik itu, ada sesuatu yang terasa ganjil, seolah ada sesuatu yang belum tuntas, seolah cermin itu masih menyimpan rahasia. Meskipun cermin kecil itu telah menjadi teman setia, Arin tak pernah bisa menepis perasaan bahwa benda itu adalah kunci untuk memahami lebih dalam tentang dirinya—bahkan lebih dari yang ia pikirkan.
Seiring berjalannya waktu, Arin dan Indra mulai merencanakan masa depan bersama. Indra, yang selalu setia mendukung Arin, kini bekerja sebagai seorang fotografer, sementara Arin semakin mantap dengan karier seninya. Mereka berdua merencanakan untuk membuka galeri seni bersama, tempat di mana mereka bisa mengekspresikan segala hal yang telah mereka lalui. Namun, meskipun hidup mereka penuh dengan harapan dan ambisi baru, bayang-bayang cermin itu tetap menghantui.
Suatu sore yang cerah, saat Arin sedang duduk di atelier kecilnya, dia kembali merasa dorongan yang kuat untuk menjelajahi asal-usul cermin itu. Ia memutuskan untuk kembali mengunjungi toko antik tempat ia pertama kali menemukan benda itu. Toko itu masih berdiri di sudut kota yang sepi, seperti menyembunyikan dirinya dari dunia yang sibuk di luar sana. Ada sesuatu yang misterius tentang tempat itu, seolah toko itu adalah jembatan antara dunia nyata dan yang tidak terlihat.
.
.
Saat Arin memasuki toko itu, ia disambut dengan senyum wanita tua yang dulu memberinya cermin kecil. Wajahnya tampak lebih tua, namun matanya tetap cerah dan tajam, seolah tahu apa yang ada di benak Arin.
“Kembali lagi, ya, Arin?” wanita itu berkata dengan suara yang dalam dan penuh makna.
Arin mengangguk pelan, matanya mengarah pada cermin-cermin yang tertata rapi di sekitar toko. “Aku merasa seperti ada sesuatu yang belum kutemukan. Sesuatu tentang cermin itu… tentang mengapa aku yang terpilih.”
Wanita tua itu mengamati Arin dengan cermat, seolah menilai seberapa jauh ia siap untuk menerima kebenaran yang lebih dalam. “Cermin itu memang lebih dari sekadar benda. Ia adalah pintu menuju realitas yang lebih luas, tempat di mana berbagai kemungkinan bertemu. Tapi, tidak semua orang bisa melihatnya, karena hanya mereka yang siap menghadapinya yang akan menemukan jalan.”
Arin menatap wanita itu dengan rasa ingin tahu yang semakin dalam. “Apa maksudmu? Apa yang aku perlu temui?”
Wanita itu menghela napas panjang, duduk di kursi tua yang ada di belakang meja. “Kamu tidak pernah hanya satu. Kamu adalah bagian dari banyak kemungkinan—bukan hanya sebagai Arin atau Arya, tetapi juga sebagai jiwa yang telah mengalami perjalanan tak terhitung di banyak alam dan waktu. Cermin itu bukan hanya mencerminkan tubuhmu, tetapi mencerminkan banyak versi dari dirimu yang telah ada, dan yang mungkin akan ada. Tugasmu adalah memahami seluruh potensi dirimu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mystery Behind The Mirror
FantastikArya adalah seorang mahasiswa semester akhir yang terkenal pendiam dan cuek. Suatu ketika ia sedang pulang larut malam melewati gang, gang itu sangat gelap. Namun ada sebuah toko misterius yang buka disana, toko itu memajang sebuah cermin di etalase...