Jejak Yang Tertinggal

3 0 0
                                    

Di sebuah desa terpencil, terdapat sebuah hutan yang dikenal dengan nama "Hutan Terlarang". Desa itu terletak jauh dari keramaian kota, dikelilingi oleh pegunungan dan hutan lebat. Penduduk desa percaya bahwa hutan tersebut penuh dengan misteri dan ancaman, dihuni oleh roh-roh yang terperangkap dalam dunia gaib. Sejak lama, desa tersebut dihantui oleh kisah-kisah seram tentang orang-orang yang hilang setelah memasuki hutan itu. Tidak ada yang tahu pasti apa yang ada di dalamnya, tetapi desas-desus yang beredar membuat banyak orang takut untuk mendekat. Orang-orang yang hilang tak pernah kembali, dan siapa pun yang mencoba mencari tahu tidak pernah ditemukan.

Mikhael, seorang pemuda dengan rasa ingin tahu yang besar, selalu merasa terpesona dengan kisah-kisah tersebut. Setiap kali mendengar cerita tentang Hutan Terlarang, hatinya dipenuhi oleh rasa penasaran yang menggebu-gebu. Ia tidak bisa mengerti mengapa banyak orang begitu takut, seolah hutan itu memiliki kekuatan yang sangat besar. Mikhael yakin bahwa hutan itu hanyalah sebuah tempat biasa yang dihantui oleh mitos-mitos yang dibesar-besarkan.

Suatu sore, ketika angin sejuk bertiup lembut di desa mereka, Mikhael mengajak teman-temannya untuk membuktikan bahwa cerita-cerita itu hanya karangan belaka. Ia berdiri di depan mereka, wajahnya serius namun penuh semangat.

"Kalian tahu kan cerita tentang hutan itu? Aku yakin itu cuma mitos. Kalau kita pergi bersama-sama, kita bisa buktikan kalau semuanya hanya cerita kosong," kata Mikhael, matanya bersinar dengan keyakinan.

Rayyan, yang lebih pendiam dan sering menghindari konfrontasi, hanya mengangguk pelan, tetapi ada kecemasan yang jelas terlihat di wajahnya. "Mikhael, kau tahu kan, banyak orang yang hilang di sana. Apa kita benar-benar siap untuk menghadapi itu?"

Aryan, yang dikenal karena keberaniannya, tersenyum lebar dan menepuk pundak Rayyan. "Ayo, Rayyan, kita cuma akan melihat-lihat saja. Tak perlu terlalu khawatir. Mikhael benar, ini mungkin cuma cerita yang diceritakan turun-temurun."

Farrel, yang lebih bijak dan selalu berpikir dua kali, terlihat ragu. "Tapi, Mikhael, bagaimana jika ada sesuatu yang lebih dari sekadar cerita? Apa kita tidak perlu berhati-hati?"

Mikhael mengangguk dengan penuh keyakinan, seakan-akan pertanyaan itu tidak mempengaruhinya sama sekali. "Kita tidak akan tahu jika tidak mencobanya. Jika kita pergi bersama, kita akan saling menjaga."

Darren, yang biasanya suka ikut arus, tampaknya lebih tertarik dengan petualangan ini. "Aku setuju dengan Mikhael. Selama kita bersama, apa yang perlu ditakutkan? Ayo, kita buktikan kalau itu cuma cerita."

Namun, Nara, yang lebih pendiam dan sering terjebak dalam kecemasannya sendiri, tidak bisa menyembunyikan ketakutannya. Wajahnya pucat, dan matanya berkaca-kaca saat ia menatap teman-temannya. "Aku tidak yakin ini ide yang baik," katanya dengan suara yang bergetar. "Ada sesuatu yang salah dengan tempat itu. Aku... aku bisa merasakannya. Ada sesuatu yang lebih dari sekadar mitos."

Mikhael menghampiri Nara dengan langkah lembut, berusaha menenangkannya. "Nara, aku mengerti rasa takutmu. Tapi, kita hanya akan melihat-lihat. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Tapi Nara tetap tidak bisa menepis perasaan gelisah yang terus menghantuinya. "Aku tidak bisa menjelaskan, Mikhael. Aku hanya merasa ada yang tidak beres. Hutan itu bukan tempat yang aman."

Aryan, yang lebih berani, mencoba membujuk Nara dengan senyum cerah. "Ayo, Nara. Kita hanya akan berjalan sedikit, bukan sampai ke dalam-dalamnya. Coba pikirkan, kita bisa buktikan kalau tidak ada yang perlu ditakutkan."

Akhirnya, meskipun masih ragu, Nara mengangguk pelan. Hati kecilnya merasa khawatir, tetapi ia tidak ingin membuat teman-temannya kecewa. Dengan perasaan campur aduk, mereka pun memutuskan untuk mengikuti Mikhael.

Mereka berjalan bersama menuju tepi hutan, melewati jalan setapak yang sudah lama tidak terjamah. Suasana semakin mencekam seiring mereka semakin dekat dengan hutan. Pohon-pohon tinggi dan rapat seolah menutupi cahaya matahari, membuat hutan itu tampak gelap meskipun masih siang hari. Udara di sekitar mereka terasa berat, dan suara angin yang biasanya menenangkan, kini terdengar seperti bisikan halus yang tidak bisa dipahami.

"Apakah kalian mendengar itu?" tanya Farrel, suara sedikit bergetar. "Seperti ada suara, kan?"

Semua terdiam sejenak, mencoba mendengarkan. Suara angin yang tadi tenang kini terdengar lebih keras, namun tidak ada suara lain selain itu. Mereka melanjutkan perjalanan, meskipun suasana terasa semakin aneh.

Ketika mereka sampai di pinggir hutan, Mikhael berdiri dengan tangan terentang, seakan menyambut tantangan yang ada di depan mereka. "Kita sudah sampai," katanya dengan nada percaya diri. "Ayo, kita lihat apa yang sebenarnya ada di dalam."

Namun, Nara berhenti sejenak, menatap hutan dengan penuh kecemasan. Sesuatu di dalam hutan itu menarik perhatiannya-sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan. Seperti ada mata yang mengawasi mereka, memerhatikan setiap gerak-gerik mereka.

"Berhati-hatilah, Mikhael," kata Nara perlahan, hampir seperti berbisik. "Aku merasa... kita sedang diawasi."

Mikhael menatapnya sejenak, lalu tersenyum. "Jangan khawatir, Nara. Kita hanya berjalan-jalan. Apa yang perlu ditakutkan?"

Namun, saat langkah mereka semakin jauh masuk ke dalam hutan, mereka tidak tahu bahwa kisah kelam yang menunggu mereka jauh lebih menyeramkan daripada yang pernah mereka bayangkan. Jejak yang tertinggal dalam perjalanan ini akan membawa mereka ke dalam misteri yang lebih dalam, dan ke dalam rahasia yang tak bisa mereka hindari. Mereka sudah memulai perjalanan yang tidak bisa mereka hentikan, dan tak ada yang tahu apakah mereka akan kembali.














MAKASIH BANGET YANG UDAH BACA BAB 1. VOTE UNTUK BAB SELANJUTNYA YA..💕

Hutan Terlarang (by Michelina)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang