•
•
•
•
•
Sudah beberapa hari ini hubungan Jeanne dan Sebastian semakin membaik. Mereka tak lagi canggung ataupun ragu satu sama lain. Jeanne mulai merasa nyaman, hatinya yang dulu penuh dengan keraguan kini perlahan mencair.Selama ini, bukan karena ia menutup mata terhadap ketulusan Sebastian, melainkan karena sesuatu yang lebih dalam. Bukankah aneh jika seorang wanita yang baru saja bercerai karena keadaan langsung membuka hati untuk pria lain? Baginya, itu seperti mengkhianati dirinya sendiri-seolah ia tak pernah setia pada hubungan sebelumnya. Ia takut dianggap memilih pria yang lebih kaya dan meninggalkan Easton begitu saja.
Namun, semua itu kini menjadi bagian dari masa lalu. Jeanne perlahan belajar melepaskan rasa bersalahnya. Yang terpenting, Easton telah memiliki pekerjaan baru dan kehidupannya sendiri. Jeanne merasa lega; beban yang selama ini menahannya perlahan memudar. Kini, ia sadar bahwa menjaga batasan dengan Easton adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan-untuk dirinya dan untuk Sebastian.
Silvia berdiri di ambang pintu dapur, memperhatikan Jeanne yang sibuk memasak nasi goreng. Aroma gurih mulai memenuhi ruangan. Jeanne tampak begitu serius, sesekali mencicipi bumbunya untuk memastikan rasanya sempurna.
"Kau sedang apa, Jeanne?" tanya Silvia dengan nada penasaran, melangkah masuk.
Jeanne menoleh, tersenyum kecil. "Masak nasi goreng, Mommy. Sebastian bilang dia sibuk hari ini dan mungkin tidak sempat makan dengan benar. Jadi, aku pikir lebih baik aku bawakan bekal makan siang untuknya."
Silvia mengangkat alis, sedikit terkejut. "Nasi goreng? Bukankah itu makanan kesukaan Sebastian?"
Jeanne mengangguk, sedikit tersipu. "Iya, Mommy. Aku ingin dia makan sesuatu yang ia suka, biar semangat."
Silvia mendekat, melihat Jeanne yang sibuk menyajikan nasi goreng ke dalam kotak bekal. Ia tersenyum lembut, menepuk pelan bahu menantunya. "Sebastian benar-benar beruntung mendapatkanmu, Jeanne."
Jeanne menoleh dengan ekspresi bingung. "Mommy, jangan bercanda..."
"Aku tidak bercanda," Silvia menegaskan dengan serius. "Sebastian mungkin tidak mengatakannya, tapi aku tahu dia pasti merasa sangat bahagia belakangan ini. Semua ini karena kamu."
Jeanne tersenyum malu, tetapi diam-diam hatinya merasa hangat. Dengan penuh perhatian, ia melanjutkan menyiapkan bekal untuk suaminya, berharap Sebastian benar-benar menyukai kejutan kecil ini.
***
Sebastian duduk dengan percaya diri di ruang meeting hotel yang megah. Jas hitamnya rapi, dasi birunya sempurna, mencerminkan profesionalitas tanpa cela. Di hadapannya, beberapa eksekutif dari perusahaan multinasional terlihat serius, menatap proposal yang Sebastian siapkan dengan teliti."Jadi, Bapak-bapak sekalian," Sebastian membuka pembicaraan dengan suara tegas, "kami percaya bahwa fasilitas yang kami tawarkan mampu memenuhi kebutuhan konferensi internasional perusahaan Anda. Ballroom kami dapat menampung hingga seribu orang, lengkap dengan sistem audiovisual terkini dan layanan katering premium."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Yang Di Takdirkan
Romance꒰ ˘͈ᵕ˘͈ ᥕᥱᥣᥴ᥆꧑ᥱ in my new story ! ini fanfiction soowon ya soobinies!