10: Misi Tanpa Darah

2 4 1
                                    

⚠️Ini adalah cerita pendek! Jadi kemungkinan saya hanya akan up 10-15 bab⚠️

---

Happy Reading!

---

Keesokan harinya, Dareen berdiri di depan pintu kamar Aretha sambil mengetuk pelan.

"Retha, bangun. Marcus ingin bertemu dengan kita." panggil Dareen dengan nada datar namun lembut.

Dari dalam kamar terdengar suara Aretha yang setengah mengantuk. "Bentar."

Beberapa menit kemudian, pintu terbuka, dan Aretha muncul dengan rambut cokelat hazelnya yang masih sedikit berantakan. "Ada misi baru ya?" tanyanya sambil menatap Dareen.

"Mungkin. Marcus ingin kita segera ke ruangannya," jawab Dareen, lalu berbalik untuk berjalan bersama Aretha.

---

Di ruang Marcus, Dareen, Aretha, dan Cyrus sudah berdiri tegak, menunggu penjelasan tentang misi mereka kali ini. Marcus duduk di kursinya dengan senyum kecil yang tampak mencurigakan.

"Kalian bertiga," mulai Marcus, "aku punya tugas sederhana untuk kalian. Tidak ada pembunuhan kali ini."

Cyrus mengangkat alis, heran. "Tidak ada pembunuhan? Ini pertama kali."

Marcus tertawa kecil. "Benar. Tugas kalian hanya menyerahkan koper ini kepada seseorang. Isinya? Tidak perlu kalian tahu."

Aretha menyipitkan matanya. 'Kepada siapa koper ini harus diserahkan?"

"Josh Gray," jawab Marcus sambil mendorong koper hitam kecil ke arah mereka. "Dia teman baikku, dan pemimpin organisasi mafia yang cukup berpengaruh. Ingat, tugas kalian adalah menyerahkan koper ini tanpa membuka atau mempertanyakan isinya. Anggap saja ini pengiriman penting."

Dareen mengangguk. "Kami mengerti."

Marcus melirik mereka satu per satu. "Ingat, misi ini harus berjalan dengan tenang. Jangan membuat keributan."

---

Mereka bertiga meninggalkan markas Marcus dengan mengendarai mobil yang biasa mereka gunakan untuk misi. Kali ini, Dareen yang berada di kursi pengemudi, sementara Aretha duduk di sampingnya. Cyrus duduk di kursi belakang dengan wajah yang tampak tidak bersemangat.

"Lo kenapa? tumben diem dari tadi," tanya Dareen sambil melirik melalui kaca spion.

Cyrus mendesah panjang. "Gue putus sama Stella."

Aretha menoleh ke belakang dengan alis terangkat. "Kenapa?"

"Katanya gue terlalu sibuk. Dia ga tahan sama rahasia yang gue simpan darinya," jawab Cyrus dengan nada getir.

Dareen tersenyum kecil, mencoba menghibur. "Anggap saja itu tanda lo bisa mencari seseorang yang lebih baik."

"Ya, mungkin kau bisa nemuin seseorang yang ga peduli meski kau seorang pembunuh bayaran," tambah Aretha dengan nada datar, membuat Cyrus tertawa kecil.

"Terima kasih atas motivasi dingin itu," balas Cyrus sarkastik.

---

Sesampainya di markas organisasi Josh Gray, mereka bertiga memasuki gedung besar dengan penjagaan ketat. Di dalam, mereka langsung diarahkan ke ruangan Josh.

Josh menyambut mereka dengan senyuman lebar. "Marcus memilih tim terbaiknya untuk pengiriman ini, rupanya."

"Kami hanya melakukan apa yang diperintahkan," jawab Dareen.

Aretha menyerahkan koper itu langsung ke tangan Josh. "Ini barangnya. Kami tidak tahu apa isinya, sesuai instruksi Marcus."

Josh memandang koper itu sejenak, lalu tersenyum. "Marcus memang selalu bisa dipercaya."

Setelah berbasa-basi sebentar tentang hubungan Josh dan Marcus, mereka pamit untuk kembali ke markas Marcus.

---

Dalam perjalanan pulang, Cyrus yang kini mengemudi, sementara Dareen dan Aretha duduk di kursi belakang.

"Kurasa misi ini terlalu mudah," komentar Aretha.

"Jangan terlalu terbiasa dengan kesulitan. Sesekali, misi seperti ini ga buruk," balas Dareen sambil menyandarkan kepalanya di bahu Aretha.

Cyrus mendengus. "Kalian berdua terdengar seperti pasangan tua."

Aretha menatap Cyrus dengan ekspresi datar. "Setidaknya aku nggak habis dicampakkan."

Dareen tertawa kecil, sementara Cyrus hanya memutar bola matanya. "Lo ga perlu ngingetin gue, Aretha."

"Setidaknya lo punya kami untuk menghiburmu," tambah Dareen sambil menepuk bahu Cyrus.

"Ya, ya. Kalian berdua memang teman yang sangat... mendukung," balas Cyrus dengan nada sarkastik, namun senyum kecil di wajahnya menunjukkan bahwa ia merasa lebih baik.

---

Sesampainya di markas, mereka melapor kepada Marcus bahwa koper telah diserahkan tanpa masalah. Marcus tampak puas dengan hasil kerja mereka.

"Kerja bagus. Kalian memang tim yang bisa diandalkan," puji Marcus sebelum membubarkan mereka.

---

Seperti biasa, Dareen dan Aretha pergi ke atap gedung organisasi. Mereka duduk berdua di sana, menikmati angin malam sambil memandangi lampu-lampu kota yang berkilauan.

"Lo tau, ini malam yang cukup tenang untuk kita," kata Dareen, memecah keheningan.

Aretha mengangguk. "Setelah misi-misi sebelumnya, ini seperti istirahat yang layak."

Dareen menoleh padanya, menatap rambut cokelat hazelnya yang berkilau di bawah cahaya bulan. "Lo tau, Aretha, gue ngerasa misi ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar."

Aretha menatapnya dengan alis terangkat. "Maksudmu?"

Dareen menggeleng sambil tersenyum. "Hanya firasat. Tapi apa pun yang terjadi, aku yakin kita bisa melewatinya bersama.'

Aretha hanya mengangguk, lalu kembali memandang ke kota. Di dalam hatinya, dia merasa bahwa kata-kata Dareen mungkin benar.

---

---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

Hai readers 👋🏻👋🏻

Seru ga bab 10 nya? kalo seru jangan lupa vote ya n terus dukung aku <⁠(⁠ ̄⁠︶⁠ ̄⁠)⁠>

See you, all (⁠.⁠ ⁠❛⁠ ⁠ᴗ⁠ ⁠❛⁠.⁠)

Takdir Sang Pemburu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang