17| Air Mata

2K 154 22
                                    

Hal pertama yang kurasakan begitu membuka mata adalah pusing. Kepalaku sakit bukan main, ditambah pandangan mataku yang gelap total, seperti ditutup sesuatu--kain, mungkin.

Oh iya, ini di mana?

Ingatanku samar-samar. Yang kuingat hanyalah seringaian jahat Ader untukku sebelum kesadaranku berangsur-angsur hilang, setelah Brian membekap mulutku dengan sapu tangan, yang mungkin telah diberi obat bius.

"Baik, saya akan membawanya ke sana secepat mungkin."

Saat fokusku untuk melihat berkurang--karena pandanganku kini gelap total--indera pendengaranku menajam dengan sendirinya. Seperti sistem yang otomatis beroperasi, saat indera penglihatanku bekerja dengan kekuatan minimal, indera lain di tubuhku bekerja secara maksimal.

Yah, aku enggak tahu gimana sistemnya dengan orang lain. Yang jelas, inderaku beroperasi seperti itu.

"Iya, saya tahu alamat itu! Jangan berlagak mengguruiku seolah kamulah yang lebih tua!" Suara yang tadi sempat tertangkap kedua telingaku kini terdengar sedikit kesal.

Cih, dia kira aku tidak bisa dengar omongannya barusan. Dia kira aku masih di bawah pengaruh obat bius, padahal aku sudah sepenuhnya sadar.

Siapa lagi pemilik suara itu kalau bukan Brian?

"Jangan cerewet, atau kuturunkan pacarmu yang bodoh itu di sini!"

Tebakan kedua, lawan bicara Brian adalah Ader, dan aku yakin seratus persen kalau mereka tengah berbincang via telepon--suara Ader tidak terdengar sejak tadi. Tebakan ketiga, aku sedang berada di dalam kendaraan--tepatnya mungkin di bagasi mobil--yang dikemudikan oleh Brian. Pria itu pasti kini dalam perjalanan membawaku ke suatu tempat yang alamatnya telah diberikan oleh Ader.

Ini usaha penculikan, penyekapan, atau sejenisnya? Apakah akan mirip dengan aksi penculikan yang sudah ada di cerita-cerita?

CIIITTT ...!

Mobil yang dikemudikan Brian direm oleh Si Pengemudi secara mendadak, membuat kepalaku membentur sesuatu yang cukup keras. Oke, sepertinya aku benar-benar ada di dalam bagasi mobil yang sempit.

Aku memasang telinga baik-baik. Terdengar suara kunci mobil diputar, disusul mesin mobil yang mati setelahnya. Suara berikutnya adalah suara pintu mobil yang terbuka. Jika sudah begini, kemungkinan besar Brian akan turun, berjalan dengan langkah lebar-lebarnya itu ke arah bagasi mobil, membukanya, lalu entah mengapakan aku.

BRAAK!

Pintu mobil yang ditutup dengan kasar seolah menandakan sebuah sinyal agar otakku segera berputar dan menyusun rencana untuk kabur selagi Brian belum mencapai pintu bagasi mobil.

Aku bisa melompat ke kursi di depanku, lalu membuka pintu di sebelah kiri dan keluar dengan mudah dari sana.

Yah, itu rencanaku sebelum aku menyadari kedua pergelangan tanganku diikat erat dengan seutas tali. Harusnya aku sudah menyadarinya sejak awal. Orang jahat biasanya tidak akan membiarkan korbannya kabur dengan mudah, layaknya predator yang tidak akan pernah melepaskan mangsanya.

Sialnya, posisiku di sini adalah mangsa.

Dengan kedua tangan terikat seperti ini, otomatis mustahil bagiku untuk bisa membuka pintu mobil. Jangankan menjalankan usaha kabur seperti itu, untuk membuka kain yang menutupi mataku saja sepertinya tidak mungkin bisa!

Jadi, rencana selanjutnya yang kupikirkan adalah berpura-pura masih pingsan. Lalu saat Brian mengeluarkanku dari sini, aku bisa menendang perutnya atau menyundul dagunya dengan kepalaku. Meskipun dengan mata tertutup seperti ini rasanya sulit sekali.

NebulaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang