BAGIAN TIGA BELAS

16 4 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


(~ —з—)~ ~(—ε— ~)

   Sabtu pagi, Keana keluar kamar. Mengenakan tanktop putih yang dipadukan dengan high-waisted pants serta outer hitam, Keana berencana menemui Virgo untuk melepas rindu. Tapi sebelum itu, gadis dengan sneaker putih itu pergi untuk mengisi perut lebih dulu.

“Pagi.” Sapa Keana saat menjumpai kakak keduanya di meja makan.

Meletakkan ponsel miliknya pada meja, Sebastian memicing melihat Keana yang baru saja meletakkan slingbag hitamnya di kursi. “Pagi-pagi udah rapi aja, mau ke mana lo?”

Keana yang baru duduk itu pun mengangkat kepala, hingga wajah dengan polesan makeup naturalnya langsung terpampang di depan mata sang kakak. Mendapati hal tersebut, membuat kerutan pada kening Sebastian bertambah.

“Ngapel!” Jawab Keana tanpa beban.

Sontak saja Sebastian membelalak. “Gila, jam delapan aja belum!”

“Loh ya nggak apa-apa dong, jadi gue juga bisa ngeliat gimana kehidupan masyarakat Bogor tiap pagi.”

“Alesan lo banyak bener!” Sebastian mencibir.

Dengan bibir menukik, Keana mengedikkan bahu. Tak berselang lama dari pembicaraan keduanya, Arlo tiba-tiba saja bergabung. Jangan tanya di mana Ravendra, karena markas utama pria itu bukan rumah, melainkan rumah sakit.

“Mau ke mana ini, kok cantik banget?” tanya Arlo usai dirinya duduk.

“Ya ampun Papa, masa Papa lupa!”

Arlo melirik ke atas. Pria dengan alis mengeriting tersebut terlihat menggertakkan bola matanya ke kiri dan kanan dalam tempo lambat, sebelum kembali bersitatap dengan Keana.

“Lupa apa?”

“Ini weekend, Papa. Waktunya jalan-jalan!”

Masih dalam kebingungan yang sama, Arlo mengerjap. “Oh udah weekend ya?”

Keana mencebik. “Makanya jangan kebanyakan kerja, sampe weekend aja nggak tau. Lagian emangnya Om Anton nggak ngasih tau Papa, kalo ini weekend?” sungut Keana, sedikit gemas dengan tabiat buruk ayahnya jika sudah menyangkut pekerjaan.

“Nggak sih, tapi semalem Om Anton keliatan seneng pas kita pulang cepet.”

“Pantes, Papa kan emang sering lupa waktu.”

Wajah Arlo berputar, bermaksud menyangkal kalimat anaknya. Tapi hal itu urung dilakukan saat Arlo melihat penampilan Sebastian yang jauh berbeda dari adiknya.

“Loh, Abang kok masih pake celana kolor?” tanya Arlo, menelisik.

Like father like son sih!”

LAST CHANCE (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang