Chapter 8 - Galar

149 47 5
                                    

Milk duduk di ruang kebesarannya, suasana yang selalu terasa penuh tekanan dan kehormatan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Milk duduk di ruang kebesarannya, suasana yang selalu terasa penuh tekanan dan kehormatan. Di sampingnya, Janhae sudah menyiapkan kontrak kerja sama antara Limpatiyakorn Group dan Vosbein Group dengan cermat. Janhae memberikannya kepada Milk, agar gadis jangkung itu dapat memeriksa setiap detailnya dengan seksama, matanya tajam menelusuri setiap baris, setiap kata yang tercetak.

"Menurutmu, apakah kerja sama ini menguntungkan, Janhae?" tanya Milk, suaranya tenang namun penuh makna, tanpa sedikit pun mengalihkan pandangannya dari lembaran kertas yang ada di tangannya.

"Kamu ingin aku berbicara sebagai sekretaris atau sebagai teman, Bu?" tanya Janhae lembut, Milk mengalihkan pandangannya sekilas sebelum kembali fokus pada lembaran kontrak di tangannya.

"Dua-duanya," jawab Milk singkat.

"Jika aku sebagai sekretaris, aku rasa ini adalah langkah yang tepat. Tidak tanpa alasan, Limpatiyakorn Group adalah perusahaan raksasa yang besar dan bergengsi, ditambah dengan penjualan mereka yang sudah merambah pasar internasional." Janhae menjeda ucapannya, matanya teralihkan ke langit biru yang terbentang luas di luar jendela, seolah mencari kata-kata yang tepat.

"Tapi jika aku berbicara sebagai teman," lanjutnya dengan suara yang sedikit lebih rendah, "aku rasa ini agak gegabah. Baru kemarin kamu memenangkan penghargaan perusahaan terbaik, dan sekarang mereka datang untuk dipermalukan karena sudah kalah kemarin. Tapi di satu sisi, banyak keuntungan yang kamu dapatkan, Milk."

Milk akhirnya mengalihkan pandangannya kepada Janhae, matanya menangkap senyuman yang terpatri di wajah sekretarisnya. Senyuman yang penuh makna, seolah menyimpan seribu pesan yang hanya bisa dimengerti antara mereka berdua. Janhae dengan lembut menepuk pundak sang atasan, sebuah isyarat penuh semangat, seolah berkata tanpa kata bahwa apapun yang terjadi, dia akan selalu ada untuk mendukung keputusan Milk.

"Apapun keputusan mu, itu pasti yang terbaik Milk." Janhae memberikan semangat di sana. Milk menggapai tangan gadis itu yang berada di pundaknya dan menepuknya pelan.

"Terima kasih," ujar Milk, suaranya penuh rasa terima kasih, seolah baru saja mendapat pencerahan yang menuntunnya pada keputusan yang lebih jelas.

Namun, di sisi lain, tanpa mereka sadari, dua gadis sedang mengintip dari balik pintu. Awalnya, mereka hendak masuk, tetapi langkah Love terhenti oleh View yang lebih jangkung. Mereka pun terjebak dalam momen yang tak mereka rencanakan.

"Apa mereka pacaran?" tanya View, matanya tetap terfokus pada Milk dan Janhae, namun nada suaranya penuh rasa ingin tahu.

"Mana gua tahu, gua juga gak peduli," jawab Love, wajahnya terlihat jengah dengan sikap sang sahabat. 

"Ayo cepat, gua harus pulang cepat hari ini." Tanpa menunggu jawaban lagi, Love mengetuk pintu dan membukanya, menarik perhatian Milk dan Janhae seketika yang mengalihkan fokus mereka sepenuhnya.

***

View, Janhae, Milk, dan Love kini duduk di sofa besar yang menghadap satu sama lain. Ruangan yang biasanya dipenuhi aura serius kini terasa lebih santai, meski ketegangan masih bisa terasa mengambang di udara. Janhae dan Milk duduk berdampingan, sementara View dan Love berada di sisi lain, menciptakan jarak yang sedikit memisahkan mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang