Pagi di hari Minggu terasa sejuk. Udara masih membawa sisa embun malam ketika Shaka keluar rumah. Ia mengenakan hoodie abu-abu dan celana pendek, melangkah malas sambil membawa dompet kecil. Ibu menyuruhnya membeli bubur untuk sarapan, dan seperti biasa, ia tidak bisa menolak permintaan sederhana itu.
Warung bubur itu sudah cukup ramai. Shaka berdiri di sudut, mengamati deretan kursi penuh pelanggan. Ia tidak berniat lama-lama di sini, hanya ingin menyelesaikan tugas dan kembali ke rumah.
Mas Shaka!"
Suara ceria yang familiar membuatnya menoleh. Di salah satu meja, Naomi duduk santai dengan mangkuk bubur di depannya. Ia melambai antusias, membuat beberapa kepala menoleh.
Shaka mendesah pelan, melangkah mendekat. "Naomi," sapanya singkat.
"Mas juga ke sini? Beli bubur buat sarapan, ya?" tanya Naomi, tersenyum lebar.
Shaka mengangguk. "Iya, disuruh Ibu."
Naomi tertawa kecil. "Sama dong, aku juga sering disuruh beli, tapi kalau pas Minggu gini, mending makan langsung di sini. Enak sambil santai."
Shaka hanya mengangguk, matanya kembali ke arah antrean. Tapi Naomi, seperti biasa, tidak kehabisan kata-kata.
"Oh iya, Mas Shaka tahu nggak? Minggu depan bakal ada bazar di lapangan dekat komplek. Ada stand makanan, kerajinan, bahkan panggung musik. Seru, kan?"
Shaka mengangkat alis, menatap Naomi. "Oh ya? Baru dengar."
Naomi menyengir. "Makanya, Mas Shaka harus keluar rumah sesekali. Kalau terus di rumah, mana tahu ada acara seru. Yuk, ikut aku ke sana nanti. Kita lihat-lihat bareng."
Shaka berpikir sejenak. Tawaran itu terdengar sederhana, tapi baginya terasa seperti beban. Pergi ke tempat ramai bukan hal yang ia nikmati belakangan ini. Sejak Kalea tiada, keramaian hanya membuatnya semakin sadar akan kehilangan.
"Entahlah," jawab Shaka akhirnya. "Lihat nanti. Kalau nggak sibuk."
Naomi mendesah kecil, tapi tidak kehilangan senyumnya. "Ya udah, aku tunggu kabar Mas aja. Tapi jangan nolak, ya. Sekali-sekali nggak apa-apa."
Saat nama Shaka dipanggil penjual bubur, ia segera berpamitan. "Aku balik dulu. Buburnya udah jadi."
"Jangan lupa ya, Mas!" Naomi berseru ceria, matanya berbinar seperti biasa.
Sesampainya di rumah, Shaka menyerahkan bubur pada ibunya, lalu duduk di kursi ruang makan. Naomi dan ajakannya terlintas di pikiran, membuatnya sedikit gelisah. Ada sesuatu dalam cara Naomi berbicara-begitu ceria dan yakin-yang terasa mengganggu.
Bukan ajakannya yang mengusik, melainkan kenangan yang perlahan muncul. Keramaian, tawa, dan suara musik, semua itu adalah hal yang dulu ia nikmati bersama Kalea. Tapi sekarang, Shaka hanya ingin sunyi.
Namun, di sudut pikirannya, terselip rasa penasaran. Bagaimana jika kali ini ia mencoba untuk tidak menolak?
.
.Terimakasih sudah membaca, jangan lupa meninggalkan jejak ya!
Have a nice day💙!
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Sunyi
Randommenggambarkan perjuangan Shaka keluar dari kesunyian yang ia ciptakan sendiri, dengan Naomi sebagai cahaya kecil yang perlahan menerobos dinding itu. Shaka dulunya adalah sosok ceria dan penuh semangat, tapi kehilangan Kalea mengubah segalanya. Kini...