Bayang-Bayang yang Tidak Pergi

12 8 0
                                    

Shaka berlari di tengah hujan deras. Nafasnya memburu, pakaian basah menempel erat di tubuhnya. Di kejauhan, ia melihat mobil putih yang terbalik di tengah jalan, kaca-kacanya pecah berserakan. Kalea berada di dalam, wajahnya pucat, tangan terulur keluar jendela yang pecah, memanggil-manggilnya.

"Shaka... tolong aku..." Suaranya lirih, penuh kepedihan.

Ia mencoba mendekat, tapi tubuhnya seakan terpaku. Kakinya berat, seolah terjebak di lumpur. Kalea semakin jauh, teriakan memohon tolong semakin samar. Tiba-tiba, wajah Kalea berubah suram, matanya penuh amarah.

"Kenapa kau tidak menjemputku, Shaka? Kalau saja kau datang, aku masih hidup!"

Kata-kata itu menghantamnya seperti badai, membuat dada Shaka sesak. Ia ingin menjelaskan, ingin membela diri, tapi suaranya tidak keluar. Hanya rasa bersalah yang semakin menumpuk.

---

"Shaka! Shaka!"

Suara ketukan pintu dan panggilan ibunya menggema, menariknya kembali ke dunia nyata. Shaka terbangun dengan napas tersengal. Keringat dingin membasahi pelipisnya. Mimpi itu lagi. Mimpi yang sama, menghantui setiap malam sejak Kalea pergi.

"Shaka, bangun, Nak. Udah siang!" seru ibunya dari luar kamar.

"Iya, Bu," jawab Shaka serak, mencoba menenangkan diri. Ia mengusap wajahnya, mencoba menghapus sisa mimpi buruk itu. Tapi bayangan Kalea masih melekat di pikirannya.

Dengan langkah gontai, Shaka berdiri dan berjalan ke jendela. Ia membuka tirainya, membiarkan sinar matahari masuk. Udara pagi masuk melalui celah kaca yang terbuka. Jalanan komplek mulai ramai, dengan orang-orang beraktivitas seperti biasa.

Pandangan Shaka terhenti pada sosok yang familiar. Di seberang jalan, Naomi berjalan santai dengan seorang teman. Seragam SMA mereka terlihat rapi, rambut Naomi dikuncir, membawa tas selempang kecil. Ia tertawa kecil sambil mengobrol dengan temannya, tampak tanpa beban.

Shaka diam, memperhatikan dari balik jendela. Ada sesuatu dalam diri Naomi yang tidak ia mengerti-sesuatu yang berbeda dari semua orang di sekitarnya. Kehadirannya selalu terasa seperti celah kecil dalam sunyi yang menghantui Shaka.

Tapi kemudian, suara Kalea dari mimpinya tadi kembali terngiang. Kata-kata penuh amarah itu seolah berbisik di telinganya, membuat rasa bersalah yang ia coba lupakan kembali membara. Shaka menghela napas panjang, lalu memutuskan untuk beranjak, mencoba mengalihkan pikirannya dari semua itu.

Di kamar mandi, Shaka menatap bayangannya di cermin. Wajah yang ia lihat bukanlah dirinya yang dulu. Kehilangan Kalea telah mengubah segalanya. Bahkan ketika dunia di luar terlihat terus berjalan, ia tetap terjebak di tempat yang sama. Mungkin, ia memang tidak akan pernah bisa melangkah lagi.

.
.

Terimakasih sudah membaca, jangan lupa meninggalkan jejak ya!

Have a nice day💙!

Di Balik SunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang