Parlog

12 8 0
                                    


A/N: Cerita ini berada dalam satu universitas yang sama dengan cerita aku yang berjudul Salah Siapa Kalau Jatuh Cinta, Single, Not Ready to Mingle, dan Under the Rules . Semua cerita ini terjadi dalam lingkup sekolah yang sama, International Scholars High School (ISHS).Di dunia ini, ada beberapa kesempatan di mana mereka semua bertemu, meski cerita mereka berjalan dengan cara yang berbeda. Kadang tak terduga, beberapa dari mereka saling berpapasan di ruang kelas yang sama, ruang makan, atau bahkan perpustakaan yang sering mereka datangi, tanpa mereka tahu kisah apa yang tengah mengikat satu sama lain.

...

Shaka terjun ke kolam, menyusul Kalea yang sudah lebih dulu menceburkan diri. Tawa mereka memenuhi udara, saling mencipratkan air seperti anak-anak kecil. Matahari memantul di permukaan kolam, menciptakan kilauan yang memanjakan mata.

"Kalea, lihat ini!" seru Shaka, lalu melompat dengan gaya salto yang agak canggung.

"Shaka!" Kalea tertawa keras, tangannya menutup mulut, tapi matanya penuh kebahagiaan. "Kamu kayak ikan buntal gagal!"

Shaka menyusulnya ke tepi kolam, rambutnya basah meneteskan air. "Habis ini, aku tunjukin gaya yang lebih keren," ujarnya, setengah bercanda, setengah serius.

Namun, suasana berubah sekejap. Shaka menoleh dan melihat Kalea berdiri diam di pinggir kolam. Baju renangnya yang cerah kini basah oleh darah. Wajahnya pucat, dan matanya kosong menatap Shaka.

"Shaka... kenapa kamu nggak jemput aku?" suaranya serak, penuh kesedihan.

Shaka terkejut, air di sekelilingnya berubah merah. Ia mencoba berenang ke arah Kalea, tapi tubuhnya terasa berat, seakan terperangkap di bawah air. "Kalea! Aku-aku nggak tahu... aku-maaf!" teriaknya panik, mencoba menjangkau tangannya.

Kalea tersenyum tipis, air mata bercampur darah mengalir di pipinya. "Kamu telat..."

Shaka tersentak bangun dari tidurnya, napasnya memburu. Tubuhnya basah oleh keringat dingin. Ia menatap sekeliling, menyadari dirinya ada di kamarnya sendiri. Hanya sebuah mimpi. Tapi perasaan bersalah itu tetap nyata, menghantamnya seperti gelombang besar yang tidak pernah surut.

Ia menatap jam di meja, pukul 2:30 pagi. Matanya menatap kosong ke arah langit-langit, mencoba menenangkan hatinya yang masih bergemuruh. Tapi suara Kalea masih terngiang di telinganya. "Kamu telat..."

.
.

Terimakasih sudah membaca, jangan lupa meninggalkan jejak ya!

Have a nice day💙!

Di Balik SunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang