07 : Cemas

4 1 0
                                    

Dari balik gerombolan panitia acara, Aruna melayangkan pandang menuju dua manusia di sudut aula. Berdecak bibir dengan mata yang sinis, memikirkan seberapa egois malaikat cinta pada sahabat tersayangnya.

"Udah ada yang punya padahal" desisnya mengomentari.

"Iya kan? Otw jadi trending topik nih pasti. Masa cowok sekelas Adinata diselingkuhin"

Aruna mendelik kaget, melirik pria kecil yang entah sejak kapan turut bergabung dengannya. Lengkap bersama mata tajam yang juga menyoroti dua sejoli diseberang sana.

"Yeu lambe turah lu"

"Asal kak Runa tau aja, mereka udah masuk ke daftar bahan gosip tasya cs"

"Wah sekarang mainnya sama mak lampir? Gue aduin Winta lu temenan sama musuh bebuyutannya"

Caya menggulir pandang menuju Aruna. Menatapnya penuh arti, berusaha menjebak dalam permainan mata meski lawannya tak terlalu peduli.

"Apaan sih, orang caya gak sengaja denger mereka ngegosip di kantin" cicitnya bedalih.

"Bilang aja nguping. Kurang-kurangin deh ya, kasian dosa lo numpuk"

Caya hanya mencebik bibir. Menciptakan decak sebal, karena memang tak suka diceramahi perihal hobinya yang satu ini. Namanya juga bawaan lahir, sudah mendarah daging; jadi sulit dihindari.

"Kalo udah beres semua kalian boleh balik ke kelas ya. Bentar lagi juga udah mau bel pulang"

Fokus Runa sontak tertuju pada sang ketua yang baru saja berseru. Membuang segala pikir perihal romansa anak remaja, lalu beranjak pergi menuju tuan putri yang sejak tadi sangat ingin ia temui.

"Kak titip buat mbak win dong. Sekalian bilangin nanti pulang dijemput mas elang" cegat Caya menyodorkan sebuah susu kotak vanila untuk dibawa runa menuju saudarinya.
...

Dalam ruang senyap dengan banyak tirai putih yang terpasang; bersama hembusan angin yang membawa aroma obat-obatan. Semesta tengah menjaga salah satu anak manusia agar tak terusik dari mimpi indahnya. Membiarkan ia tertidur sedikit lebih lama, sebagai hadiah manis dari kepahitan nyata yang sempat diberi.

Di detik mendekati akhir, Sang putri akhirnya bangkit dari tidur. Mengusir segala mimpi bersama pangeran khayalan, bergerak menuju kenyataan yang kalah indahnya.

Winta melirik jam di dinding. Sudah lebih dari tiga puluh menit dirinya tertidur, dan itu sudah lebih dari cukup untuk mengembalikan kebugaran tubuhnya.

"Adik ipaaarr"

Kalimat pertama yang didengar Winta setelah sadar membuat senyumnya terukir jelas. Melebarkan tangan dengan wajah manja, untuk memeluk sang sahabat seakan memendam rindu mendalam.

"Dari caya nih, katanya nanti kak elang jemput lo" ucap Runa menyodorkan barang kepada pemilik aslinya.

"Tumben banget tuh anak. Kenapa dia gak ngasih sendiri?"

"Biasa, menyelidiki gosip lebih penting"

Winta mendecih, adiknya itu memang tak pernah berubah.

"Udah sehat belum lu?" tanya Runa mengubah topik.

"Udah dong; kan tadi kesini-nya digendong Asa. Romantis banget gak sih?"

"Romantis apaan. Orang lo aja ditinggal buat mojok sama cewek lain"

"Dih mau mojok sama siapa dia? Orang-orangan sawah?"

"Ya pacar orang lah. Kesayangannya Nata"

Tidak langsung disebutkan memang. Namun kalimat Runa mampu dimengerti Winta dengan baik. Membuat hatinya tergores kembali, mengundang cemburu yang selalu ingin bergemuruh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kita dan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang