Sepulang dari sekolah, Winta segera melesat masuk ke rumah tanpa sepatah kata atau mengucap salam. Mengabaikan panggilan dari sang ibunda, namun terpaksa berhenti ketika suara lain turut menyerukan namanya.
"Winta! mbok ya kalau pulang ngucap salam toh. Jalannya juga pelan-pelan, kamu itu perempuan loh, coba anggun sedikit"
Winta melirik ke arah bunda dan eyang nya yang sedang menempati kursi di ruang tengah.
"Assalamualaikum"
"Eyang ngomelnya nanti aja ya, Winta lagi banyak masalah nih, buru-buru" ucapnya membalas komentar eyang dengan terburu, lalu kembali berlari masuk.Eyang menggeleng heran, melempar tatapan tajam kepada Tiana sembari berkata "anak gadismu tuh, ndak sopan"
Sepeninggalan nya dari tempat eyang dan bunda berada, Winta tampak membuka salah satu pintu kamar dengan cukup keras. Membuat penghuni yang semula tertidur pulas sontak melompat karena saking kagetnya.
"Win! lo kalo ada dendam gak gini juga cara bunuhnya. Gak keren banget kalo gue mati karena serangan jantung"
"Mas elang bagi lensa kamera satu dong" seru Winta tanpa menghiraukan keluhan dari pemilik kamar.
"lensa apaan?"
"Yang itu tuh. Buat Winta ya"
Erlangga melirik arah yang ditunjuk adiknya. Mengamati sejenak salah satu dari beberapa lensa yang berada di atas meja belajarnya, lalu melempar bantal kearah Winta yang hendak mendekat.
"gue belinya hampir lima juta ya gila. Gak usah aneh-aneh lu"
Winta terbelak, "lima juta? Kayak begituan harganya lima juta? Wah, lo yang gila buang-buang uang"
"buat apaan sih emangnya?"
Yang ditanyai kini terbungkam. Berdeham sejenak dengan gelagat aneh yang tidak biasa. "emm- pengen aja. Yaudah sih kalo gak mau ngasih, gue bisa beli sendiri. BYE!" final Winta meninggalkan si sulung dengan wajah bingung.
Winta melangkah pasrah menaiki anak tangga, membuka gerbang kerajaan lalu melempar diri menuju singgasana. Diamatinya langit-langit kamar, mengumpulkan segenap resah- lalu dihembuskan dengan satu helaan nafas.
Ia tidak sedang memikirkan masalah percintaannya dengan Angkasa. Oh ayolah, Winta tak punya waktu untuk bergalau ria perihal percintaan disaat keuangannya tengah terancam.
Winta beralih. Bangkit dari tempat tidur menuju meja belajar dan meraih sebuah celengan diatas sana. Celengan babi berwarna pink yang ia dapat dari hasil memeras Asa ketika berbelanja bahan praktik memasak di pasar swalayan.
"Bibie, kalau nanti kamu disembelih kira-kira aku bakal sedih atau nangis ya" ujarnya bertanya meski tahu tak akan mendapat jawaban.
"Tapi kalau kamu disembelih, nanti siapa yang jadi penyemangat Winta belajar? Aaa bibiee, maafin Wintaaa"
Dalam hati Winta menyesal. Merutuki diri yang gegabah hanya karena takut disalahkan. Harusnya ia tak perlu berlari menghindari, harusnya ia meminta maaf dan mau berkompromi. Siapa tahu sang korban mau berbaik hati dan tak menuntut ganti rugi. Kalau sudah begini, lari pun juga percuma. Cepat atau lambat mereka pasti akan bertemu karena bersekolah di tempat yang sama.
Terlebih lagi... sekarang Winta benar-benar diburu rasa bersalah.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Rasa
Tienerfictietentang aku, kamu, dan segala rasa dalam rangkai cerita bergema kita