Perenungan Lia

4 0 0
                                    


Malam itu, Lia duduk di tepi ranjangnya dengan pandangan kosong, menatap ke luar jendela kamar. Hujan rintik-rintik terdengar di atas atap rumah, suasana hening yang entah kenapa malah semakin menambah kekosongan dalam hatinya.

Kenapa aku merasa seperti ini? pikir Lia sambil memandangi langit malam yang gelap. Semalam, setelah percakapan berat dengan James, dia merasa ada yang hilang, meski dia berusaha sekeras mungkin untuk menutupinya.

Lia ingat betul kata-kata James yang terakhir. "Saya sudah mulai merasa di rumah, di sini... dengan kamu."

Itu membuat hatinya berdebar, tapi dia tak tahu harus bagaimana menghadapinya. Lia yang selalu merasa bahwa perasaan itu hanya akan mengganggu, kini merasa cemas. Kenapa harus sekarang? Kenapa perasaan itu datang begitu saja tanpa dia minta?

Lia bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela. Dilangit yang gelap, hanya ada lampu jalan yang tampak memudar di kejauhan. Pikirannya melayang kembali ke hari-hari sebelumnya, ketika semuanya terasa begitu sederhana, saat dia hanya perlu menghindari James dan menjalani rutinitasnya. Tapi kini, semuanya berubah.

Apa aku benar-benar cemburu waktu dia ngobrol sama cewek itu?
Kenapa aku merasa cemas kalau dia pergi?

Bingung, Lia duduk kembali di tepi ranjang, membenamkan wajahnya di tangan. Dia merasa seperti kebingungan yang tak ada ujungnya. Apakah dia takut kehilangan James? Atau takut kalau perasaannya ini hanya akan berujung pada kebingungannya sendiri?

Tiba-tiba, suara pintu kamar yang terbuka membuatnya terkejut. James muncul di ambang pintu dengan ekspresi yang sedikit khawatir.

"Nona, kamu tidak tidur?" tanyanya dengan lembut, matanya menatap Lia dengan penuh perhatian.

Lia menunduk, enggan untuk bertemu pandangan mata James. "Aku... cuma mikirin beberapa hal," jawab Lia pelan.

James berjalan mendekat dan duduk di sebelahnya, jaraknya tak terlalu dekat, tapi cukup untuk Lia merasakan kehangatan tubuhnya. "Kalau ada yang bikin kamu nggak tenang, kamu bisa bilang ke saya. Kita bisa selesaikan bareng-bareng."

Lia menatap James dengan ragu, perasaan itu begitu rumit. Akhirnya, dia menghela napas panjang, memutuskan untuk membuka sedikit hati.

"James..." suaranya terbata, "Aku... aku nggak bisa kalau kamu pergi."

James menatap Lia dengan tatapan yang sulit dipahami, namun ada kehangatan di dalamnya. "Kenapa, Nona? Kamu nggak akan kehilanganku, kok. Saya hanya... hanya perlu waktu untuk berpikir tentang masa depan saya."

Lia merasa sesak di dadanya. "Tapi aku nggak bisa bayangin kalau kamu nggak ada di sini. Kamu... kamu sudah jadi bagian dari rumah ini. Aku nggak tahu kenapa, tapi kalau kamu pergi, rasanya... rasanya ada yang hilang."

James terdiam, lalu pelan-pelan menggenggam tangan Lia. "Nona Lia, saya juga merasa sama. Saya nggak bisa menjelaskan kenapa, tapi saya mulai merasa... nyaman di sini. Dengan kamu."

Lia terdiam, jantungnya berdegup lebih cepat. Tangan James yang menggenggam tangannya terasa begitu hangat, dan dalam hati, Lia tahu. Mungkin, semua yang dia rasa ini bukan hanya kebingungannya. Ini perasaan yang lebih dalam.

"James..." Lia mendongak, matanya bertemu dengan mata James yang penuh arti. "Apa kamu... apa kamu merasa seperti saya?"

James hanya tersenyum lembut. "Mungkin lebih dari itu, Nona. Mungkin kita sudah mulai merasa di rumah, satu sama lain."

Lia menatap James, matanya berkilau, dan perlahan-lahan dia mulai merasakan kenyataan yang belum sempat dia akui: dia sudah jatuh cinta pada James.

Bodyguard kampungan itu suamiku??!!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang