"Rafa, pr kita mana?"
Rafa mengalihkan pandangannya yang semula berfokus pada buku kini berganti melihat ke arah Raka yang bertanya padanya.
Rafa berbalik badan untuk mengambil beberapa buku dari dalam tasnya. Ia menyerahkan tiga buku kepada Raka, yang mana buku itu milik para pembully yang menyuruhnya mengerjakan pekerjaan rumah mereka kemarin.
Raka menerima buku tersebut lalu membukanya. Wajahnya seketika berubah bingung saat melihat lembar yang seharusnya sudah diisi jawaban malah kosong.
Noah yang berada di samping Raka langsung merebut bukunya, lantas melihat halaman buku itu yang juga kosong.
"Anjir lu gak kerjain ya, Raf?" Sandi menatap Rafa tak percaya.
"Ya. Itu kan tugas kalian jadi kerjain sendiri," jawab Rafa dengan tenang.
Para pembully memandang heran namun detik selanjutnya berubah menjadi kesal.
"Maksud lu apa? Lu mau nyari masalah sekarang?" Noah mendekat dan menarik kerah seragam Rafa hingga membuatnya berdiri.
"Aku gak mau nyari masalah, kalo kalian mikir ini masalah, ya itu berarti masalah kalian bukan masalahku."
"Bangsat!" umpat Noah, hendak melayangkan bogem mentah ke lawannya namun tangannya tertahan di udara ketika seseorang berseru dari arah belakang kelas.
"Udah kalian liat punya gue aja, dikit lagi guru juga masuk kelas." Ezra berseru sembari tangannya memegang bukunya, memberi tanda untuk teman-temannya agar menyalin tugas miliknya saja daripada membuat keributan di pagi hari. Namun, niat sebenarnya adalah untuk membantu Rafa agar tidak mendapatkan pukulan yang hendak Noah berikan.
Hatinya berdesir nyeri ketika melihat Rafa dirundung di depannya namun ia tak bisa membela serta melindungi pemuda itu secara langsung.
Noah dan yang lainnya sontak menoleh ke arah Ezra. Noah menghempaskan tangannya yang masih mencekram kerah seragam Rafa hingga terlepas, kemudian berjalan pergi dari sana dengan amarah yang coba ia tahan.
Rafa kembali duduk ketika para pembully sudah meninggalkannya sendiri. Kedua tangannya kini tengah bergetar, ia tak percaya telah berhasil melawan Noah dan kawan-kawannya.
Rafa jadi teringat saat kemarin Noah, Raka, dan Sandi menyuruhnya mengerjakan pr mereka seperti biasa. Namun, karena mengingat kata-kata Niel dan Anara tempo hari yang menyuruhnya untuk membela diri, ia pun tak menuruti permintaan para pembully untuk mengerjakan tugas mereka.
Satu langkah kecil yang menurut Rafa luar biasa, sebab ia tidak percaya bisa melakukan hal itu.
Walaupun kini tubuhnya bergetar karena takut, setidaknya ia sudah mencoba untuk membela dirinya sendiri.
Di lain sisi, Ethan yang sedang duduk di bangku paling pojok dekat dinding mengamati kejadian tadi dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan.
Terdapat seringai kecil ketika ia menyaksikan perisakan yang terjadi tetapi sang korban tak hanya diam. Entah mengapa dirinya merasa sedikit tertarik dengan hal itu.
Dan seperti dugaan Rafa sebelumnya, Ethan adalah murid pindahan dari sekolah lain dan sekarang ia berada di kelas yang sama dengan Rafa. Ia pindah ke Pradipta High School di saat Rafa tidak masuk sekolah.
__
Suara bel pergantian jam pelajaran terdengar di seluruh penjuru sekolah. Anak-anak kelas XI MIPA 2 segera berjalan ke lapangan setelah mengganti baju mereka dengan baju olahraga, mereka hendak mengambil penilaian olahraga.
Ketika sudah selesai mengambil nilai praktik Rafa segera berjalan ke arah pohon yang ada di tepi lapangan. Ia ingin berteduh dari teriknya sinar matahari.
Rafa menyandarkan punggungnya pada batang pohon sembari meminum airnya.
Tiba-tiba datang seorang pemuda menghampirinya dan tanpa permisi langsung duduk di samping Rafa. Rafa menoleh ke arah pemuda itu yang tak lain adalah Ethan.
Ethan mengulurkan tangannya untuk merebut botol air yang sedang Rafa pegang. Ia meneguk habis air itu lalu menyugar rambutnya ke belakang.
Rafa memandang heran pemuda di sampingnya. Ia hendak pergi dari sana namun Ethan mulai membuka pembicaraan yang membuat Rafa mengurungkan niatnya.
"Lu bisa gak kalo dibully jangan diem aja?"
"Hah?" Rafa tak mengerti apa maksud dari perkataan Ethan.
Ethan terkekeh, "Selain pendek ternyata lu juga lemot."
"Gue liat tadi pas lu mau dihajar sama si Noah Noah itu karna gak ngerjain tugas dia. Yang gue heranin kenapa lu gak tonjok balik mukanya?"
Rafa hanya menggeleng sebagai respons, membuat Ethan berdecih.
"Pembully kayak mereka gak bakal pernah kapok kalo gak dikasih pelajaran, yang ada mereka semakin berani buat ngerundung."
"Gak peduli sebesar apa kuasa yang mereka punya, tapi kalo lu berani buat ngelawan, semesta pasti bakal berpihak ke lu."
"Tapi aku bingung gimana caranya buat lepas dari mereka," cicit Rafa.
"Gue bakal bantu lu bebas dari mereka walaupun bukan secara langsung, karna gue masih murid baru di sini. Gimana lu mau?"
Rafa mengulum bibirnya, ia sedikit ragu, tapi Ethan sepenuhnya benar.
"O-oke aku mau," balasnya yang mengundang seringai kecil dari Ethan.
"Good."
Rafa mengamati Ethan yang kini berbaring di atas rumput dengan tangan yang menjadi bantal.
Sekali lagi wajah pemuda itu mengingatkannya dengan sosok El yang telah pergi. Namun, dirinya tak ingin larut dalam kesedihan terus-menerus, karena mungkin saja orang lain bisa memiliki wajah yang mirip, bukan?
Rafa menatap sendu Ethan yang mulai memejamkan mata sembari menikmati hembusan angin yang menyegarkan. Ia mengamati tahi lalat yang ada di dagu pemuda itu, menambah kesan manis padanya.
"Gak usah liat-liat, nanti lu suka," ujar Ethan saat mengetahui Rafa sedang memandangnya.
Rafa hanya memutar bola matanya malas. Kenapa banyak sekali orang yang memiliki tingkat kepedean sebesar ini sih?
TBC
_
_
_

KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Kembar Buta [BxB]
General Fiction⚠️BxB Rafael Melviano, seorang pemuda biasa yang selalu mendapat perundungan dari teman sekelasnya. Entah dosa apa yang telah ia perbuat, hingga pantas mendapat luka berupa umpatan yang menyayat jiwa dan kekerasan fisik yang menghunus raga. Meski ba...