24. Surat Terakhir

148 13 0
                                    

Di malam penjara yang gelap dan sunyi. Chris terbaring di ranjang besi, matanya terpejam. Namun, tidurnya tidak damai. Mimpi buruk kerap menghantuinya.

Dalam mimpi, suara lembut memanggil namanya.
"Chris... Chris..." Suara itu familiar, terdengar menyayat hati.

Mantan istrinya, Lia, berdiri di kejauhan dengan penuh air mata. Chris berlari mendekat, tapi cahaya putih menyelimuti gadis itu. menjauhkan Lia dari hadapannya. Chris mencapai tangan kosong, meraih kekosongan.

"Lia, tunggu!" Teriaknya. Namun, suara itu lenyap bersama cahaya.

Chris tersentak bangun dengan napas terengah-engah. keringat dingin membanjiri wajahnya. Dia menatap sekeliling, kenyataan pahit menyergap. Dia masih terkurung disana.

Dinding penjara bagai dinding hati, kokoh dan tak tertembus. Chris meraih kekosongan, mencari tangan Lia yang tak kunjung kembali. Air matanya mengalir, membasahi bantal yang terasa keras seperti batu.

"Kenapa aku tidak bisa menggapaimu?" bisiknya pada kegelapan.

Chris merasa sesuatu yang buruk telah terjadi pada gadis itu. Entah apa, entah bagaimana. Ia diselimuti perasaan yang menggelisahkan. Dia berharap Lia baik-baik saja, hidup bahagia tanpa bayang-bayang masa lalu bersamanya.

Meski dalam ingatan Chris, masih melekat kenangan mereka yang terus menghantui. Chris ingat saat-saat mereka bersama, tertawa dan menangis bersama. Dan saat-saat pahit ketika cinta mereka runtuh.

Chris menolak Lia untuk mengunjunginya di penjara beberapa kali. Hingga ia tak pernah mendengar lagi Lia mengunjunginya. Bukan tak mau, bukan benci, ia hanya takut, karena tidak siap menghadapi kenyataan. Karena cinta yang masih terasa, tapi tidak bisa dipenuhi.

"Lia," bisiknya pada kegelapan. "Apakah kau bahagia sekarang?"

Tidak ada jawaban. Hanya kesunyian yang membalas.

Chris menutup mata, membiarkan air matanya mengalir. Dia tahu, dia sendiri yang membangun dinding pembatas antara mereka. Dia sendiri yang menjauhkan cinta mereka. Malam itu, Chris terjaga, memikirkan Lia, dan cinta yang pernah mereka miliki.

*

Ada dengungan panjang yang terdengar ketika dokter mengumumkan waktu kematian Lia satu minggu yang lalu. Jeff merasa dunianya runtuh seketika, rasanya untuk menopang dirinya sendiri ia tak bisa.

Ia ada didalam sana ketika para tenaga kesehatan memberikan tindakan CPR. Suasana kalut juga penuh ketakutan itu masih teringat jelas dalam ingatan. Keadaan di dalam irama elektrokardiogram menggema nyaring. Lalu sebuah garis lurus muncul pada layar EKG.

Lalu sebuah pengumuman kematian memekakkan gendang. Jeff benar - benar menyaksikannya. Jeff memejamkan matanya erat. Rasa nyeri itu selalu hadir saat ia mengingatnya. Demi Tuhan ia tak sanggup jika harus merasakan kehilangan lagi.

Dalam hidupnya, ia sudah menghadapi kehilangan sebanyak tiga kali. Yang pertama ayahnya, kemudian ibunya. Lalu Lia, seseorang yang baru saja datang menghiasi hidupnya. Kemudian bila ia harus menghadapi kehilangan lagi, ia rasa ia tak akan pernah sanggup untuk berdiri lebih jauh lagi.

Sebuah surat yang ia temukan ketika membereskan kamar mendiang Lia ia biarkan begitu saja, tanpa ada keberanian untuk membacanya. Namun, entah mendapatkan kekuatan dari mana. Malam itu, ia beranikan diri untuk membaca surat peninggalan Lia, wanita yang sangat dicintainya itu.

Dear Jeff,

Aku menulis surat ini untukmu. Aku tau, waktu kita bersama sangat singkat, tapi cintamu telah mengisi hidupku dengan warna-warna indah.

GONE || Mature || 21+ [TAMAT] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang