PENAWAR LUKA YANG MENGGODA (2)

128 6 0
                                    

THIS WORK BELONGS TO NURMOYZ (Nurmoyz)
VOTE DAN KOMEN YANG BANYAK

🔥🔥🔥

“Lagi bikin apa?”

Suara serak dan dalam itu berhasil mengagetkan aku yang tengah serius membuat sarapan di dapur. Refleks aku menengadah karena Rafa kini sudah berdiri di belakangku, sedang tangannya yang panjang dan berotot meraih gula di rak bagian atas. Posisi kami saat ini benar-benar membuatku bingung dan serba salah. Rafa seolah tengah memelukku dari belakang.

“Ah ... a-aku lagi bikin sandwich buat Mas Alex.” Aku terbata karena merasakan kegugupan. Jantungku sudah berdetak tak karuan ketika Rafa seolah sengaja memperlama posisinya di sana. Bahkan meski benda yang dia cari sudah didapatkan, laki-laki itu belum beranjak dari posisinya saat ini.

“Mau bikinin buat aku sekalian?”
Suara itu terdengar sangat lembut, tapi berat dan dalam, apa Rafa sengaja ingin menggoda pagi-pagi begini? Aku bisa merasakan napas hangatnya membelai bagian belakang telinga dan leherku. Menciptakan sensasi aneh yang menggetarkan relung hati. Sesuatu di bawah sana terasa berkedut seolah menginginkan sesuatu yang sudah lama tak aku dapatkan dari Alex. Sial, kenapa aku harus mengikat rambut tinggi-tinggi tadi.

“I-iya, Ra-Rafa.” Tanpa sadar aku menjawab dengan terbata. Aku tercekat, bergelut dengan hati dan logika ternyata sangat berat. Aku harus sadar Rafa itu adik iparku, tapi di sisi lain keberadaannya juga membuatku gelisah. Haruskah aku masuk ke lubang dosa yang mungkin akan membelengguku dalam kenikmatan semu?

Aku memejamkan mata ketika Rafa tiba-tiba berbicara lagi dengan posisi masih sama membelakangi. Sensasi yang ditimbulkan olehnya membuat bulu romaku berdiri karena hasrat yang tiba-tiba datang. Haruskah aku menjadi gila untuk tetap waras?

“Aku suka panggilan ‘Rafa’ yang kamu ucapkan, terdengar sangat seksi.” Setelah membisikan kalimat itu tepat di telingaku dengan nada menggoda, Rafa pun berlalu. Bisa-bisanya dia melakukan hal seperti tadi pada kakak iparnya. Sebenarnya apa tujuan laki-laki ini? Kenapa sejak awal dia datang sikapnya sangat janggal.

Bukan tanpa alasan aku mengatakan itu, sering kali aku memergoki Rafa tengah mengawasiku dari balkon atas saat aku sedang sibuk di taman belakang. Kadang dia seolah sengaja menggodaku dengan berenang saat Alex sudah pergi. Sebagai wanita normal yang jarang dibelai, wajar bukan kalau mataku tak bisa berkedip saat melihat tubuh indahnya yang terpahat sempurna tanpa sehelai benang pun? Kecuali boxer berukuran lebih kecil daripada yang seharusnya, yang bahkan tak mampu menyembunyikan tonjolan kejantanannya. Sialnya aku benar-benar penasaran sebesar apa ukurannya.

Belum lagi, hampir setiap waktu aku dengar dia bicara dengan seseorang di telepon secara sembunyi-sembunyi seakan takut orang lain mendengarkan. Bisa dibilang Rafa ini lebih misterius lagi dari Alex. Entah ada apa dengan semua anggota keluarga Hadinata, setiap orang seperti memiliki rahasianya masing-masing.

Sebelum beranjak dari posisinya di belakangku, Rafa mengerlingkan satu mata. Aku ternganga karena kelakuan laki-laki itu, kini dia tampak sibuk membuat secangkir kopi.

Aku sedikit bernapas lega saat suara Alex yang tengah bicara di telepon tiba-tiba terdengar dari arah tangga. Kehadiran suamiku sedikit memberikan ruang agar aku bisa bernapas dengan normal, mengingat jantungku rasanya sudah berdebar tak karuan dari tadi.

“Mas Alex, kamu nggak sarapan du-“ kalimatku terpotong karena Alex mengangkat satu tangannya sebagai tanda agar aku diam. Aku pun langsung menutup mulut karena sudah terlalu malas ikut campur.

Dari nada bicara Alex aku tahu kalau dia tengah bicara dengan Cassandra, atau yang akrab dipanggil Case oleh suamiku. Seorang artis terkenal yang katanya adalah klien Alex sekaligus sahabat kecilnya. Itu yang aku dengar dari Stella, adik ipar perempuanku. Entah seakrab apa mereka aku pun tak tahu karena Alex terkesan tertutup soal wanita itu dan kehidupannya di luar rumah.

Di tempat duduknya, Rafa tengah mengarahkan tatapan iba. Aku tersenyum kecut karena mengasihani diri sendiri, lalu memilih pura-pura sibuk dengan makanan yang tengah aku buat. Sebisa mungkin aku tak akan menunjukkan wajah merana di depan Rafa. Rasanya nggak enak saja dia di rumah kami tapi harus melihat pertengkaran antara suami-istri. Jika ingat kejadian seminggu yang lalu saja aku benar-benar malu.

“Aku berangkat ... Case sudah menunggu. Mungkin aku juga akan pulang terlambat,” ujar laki-laki berpotongan rambut comb over itu setelah dia mengakhiri panggilannya. Tanpa menunggu pamit padaku, Alex melangkah pergi begitu saja.

“Tapi, Mas, aku ud-“

“Aku sarapan di kantor aja. Ah ya ... kapan apartemenmu selesai renovasi, Raf?” Alex memotong ucapanku. Dia justru sibuk bicara dengan Rafa yang masih duduk di meja makan sambil menyeruput kopinya.

“Mungkin butuh waktu satu atau dua bulan, jadi selama itu aku akan terus merepotkan istrimu, Mas.” Rafa menjawab sambil menyeruput kopi. Tapi tatapan matanya terus mengarah padaku yang berdiri di balik meja bar, berseberangan dengan tempat laki-laki itu duduk. Cara Rafa memandangku seolah menyimpan banyak makna. Sadar akan hal itu aku langsung menundukkan kepala karena sedikit risi, tapi sialnya aku juga suka. Sensasi ketika mata kami saling beradu seolah mengantarkan getaran dalam hatiku. Sebuah perasaan yang sudah lama mati kini bersemi kembali.

Apa sih maksud laki-laki ini sebenarnya? Kenapa harus selama itu dia di sini. Alamat hari-hariku akan dipenuhi adrenalin karena kehadirannya yang cukup membuat resah.

“Ah ... nggak masalah kalau hanya sekedar bikinin makanan atau nemenin ngobrol, asal jangan nemenin bobo aja,” kelakar Alex lalu tertawa, seolah semua yang dia katakan hanya lelucon. Padahal aku sedikit tersinggung dengan ucapannya. Rafa pun hanya tersenyum canggung sambil melirikku, mungkin dia ingin memastikan responsku akan ucapan Alex.

Alex pikir aku tak tahu maksudnya mengeluarkan kalimat seperti itu. Mengingat perilakunya yang selalu membatasi pergaulanku dengan lawan jenis. Tak jarang Alex bisa menuduh berselingkuh saat dia melihat aku berinteraksi dengan laki-laki lain.

“Menjadikan istrimu bahan lelucon, kamu pikir itu lucu? Kalaupun aku tidur dengan laki-laki lain bukan berarti itu adikmu.” Setelah membalas ucapannya dengan kalimat sinis, aku pun langsung mencopot apron dan melemparnya ke meja karena kesal.
Alex diam seketika saat mendengar jawaban tadi. Aku yakin dia akan marah bila aku mengucapkan itu tanpa ada Rafa di sini.

“Sayang, maaf, bukan gitu maksud aku!” seru Alex tanpa mengejarku. Di depan adiknya saja dia sok-sokan panggil ‘sayang’ biasanya juga nggak pernah. Dasar laki-laki labil.

“Tuh ... Kayra emang suka ngambek gitu, Raf, kalau diledek dikit. Emang manja banget dia kalau sama aku,” sambung Alex yang masih bisa aku dengar.

Aku kembali mendengkus karena kalimat terakhirnya yang seolah menyiratkan bahwa hubungan kami sangat harmonis. Kenapa harus terus berpura-pura semua baik-baik saja kalau kenyataannya pernikahan kami sudah rapuh dari awal. Salah satu hal yang paling aku benci dari Alex adalah kepura-puraannya. Seperti yang aku bilang, di depan semua orang dia selalu berlagak sebagai suami yang baik dan sangat penyayang. Padahal saat di rumah dia adalah laki-laki yang cuek dan dingin pada istrinya. Aku sungguh muak hanya dijadikan alat untuk menaikkan pamornya dan keluarga Haditama. Seolah aku tak diizinkan memiliki celah untuk melakukan kesalahan yang membuat malu keluarga ini. Sementara mereka semua bisa dengan bebas berbuat seenaknya.

"Kayra!" Suara lembut itu terdengar memanggilku berulang kali saat Alex tampak sudah masuk ke mobilnya. Aku memilih diam, masih tak ingin menghadapi Rafa dengan rasa canggung setelah ucapan Alex yang merendahkan harga diriku.

Aku malu karena merasa tuduhan Alex memang benar adanya. Bahwa aku memang sudah terpikat oleh pesona adik ipar sendiri. Kehadiran Rafa seperti penawar luka yang menggoda, memberiku pilihan sulit antara mempertahankan batas norma atau dosa.

***

Makin seru kan? Stay tuned. Kita lanjut besok.

THE WWG HOLIDAY PROJECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang