Bab 4

49.8K 2.1K 19
                                    

Dea Pov.

Aku berjalan ke meja. Segala sumpah serapah ku keluarkan dari mulutku.

Aku baru seminggu bekerja disini. Lalu, bos sialan itu menyuruh ku menjadi pacarnya. Ehm, lebih tepatnya pacar pura-pura.

"Saya tidak ingin menikah dulu. Saat ini perusahaan lebih penting dari pada pernikahan" ucapnya angkuh.

Terpaksa aku iyakan, sebelum dia melakukan ancamannya. Memecatku dengan tidak terhormat. Dan dapat di pastikan tidak ada satupun perusahaan yang akan menerimaku. Apalagi aku di pecat di perusahaan ini.

Aku meraih ponsel ku. Mencari kontak yang ingin ku telpon, orang yang aku rindukan selama ini, mama.

"Halo, ma?" Ucapku.

"Iya de? Ada apa?" Terdengar suara mama di sebrang sana. Suara sekitarnya cukup riuh.

"Mama ada dimana? Kok rama banget kayaknya?" Tanyaku.

"Oh ini... mama sama Tante Clara dan rombongab lagi di mall. Biasa ibu-ibu arisan" ucap mama setengah teriak.

"Enggg... gini mah. 2 minggu ke depan. Dea ga bisa hadir di pertemuan itu. Ada pembukaan hotel. Dea harus ikut. Buat bantu bantu dia" ucapku berjaga-jaga.

"Yahhh... sayang sekali. Padahal laki-laki itu menyempatkan waktu untuk bertemu denganmu. Yasudah deh." Ucap mama sendu.

"Maaf ma. Abis mendadak. Dea ga tau. Gapapa kan ma?"

"Iyah gapapa. Ntar kapan kamu bisa cuti aja deh ketemunya. Yasudah mama mau pergi dulu. Jaga diri disana yah. Bye" telpon terputus. Rasa lega menghampiriku. Untung saja ada ini acara. Mama tak kuberitahu dimana acaranya. Bisa bisa dia memaksaku untuk sempat datang lagi.

---

Aku menunggu Pak Joan di bandara. Pesawat akan lepas landas sekitar pukul 2. Dan dia belum datang. Sudah 2 jam aku menunggunya. Seharusnya dia datang pukul 12 tadi. Untuk boarding pass dulu.

Terlihat dari jauh. Sebuah sedan putih mendekat. Pak Joan keluar dari mobil itu menggunakan Pakaian yang lebih santai. Kemeja hijau tua bercorak dan celana Jins hitam. Dia memakai kacamatnya. Menyeret koper putihnya yang besar ke arahku.

"Ayo!" Aku terbangun dari imajinasiku. Dia tampan. Sangat tampan.

Aku duduk di kursiku. Pak Joan duduk di samping ku dekat jendela tepatnya. Pesawat bergerak akan lepas landas. Sesaat Pak Joan mengaitkan jari-jarinya di sela jariku. Dia terlihat tegang saat pesawat sudah lepas landas. Dia masih belum melepasnya. Kaca jendela ditutupnya. Dan dia masih mengaitkan jarinya, kadang meremasnya pelan.

"Bapak takut ketinggian ya" aku baru tersadar akan sikapnya. Dia masih belum menggubris pertanyaanku. Bulir-bulir keringat mengucur di wajahnya. Aku terkekeh melihatnya.

"Kalau takut, mending tadi naik kapal saja" kekehku.

Dia menatapku tajam. "Kalau naik kapal lama" ucapnya gemetaran.

Aku tersenyum "Bapak ga usah panik pak. Ntar kalo bapak pinsan nyusahin pak. Bapak kan berat" delikan matanya langsung membungkam mulutku.

mataku mengerjap. Kantuk mendatangiku. aku tak tidur semalaman. Sibuk menilah baju untuk ku masukan dalam koper. Dan beberapa keperluanku. Kegelapan datang, kepalaku terjatuh di atas... entahlah. Sangat keras. Dan...

---

Aku sibuk membenarkan letak kepalaku di bantalan keras ini. Sambil meremas guling yang keras. Kenapa semuanya pada keras?

Mataku mengerjap, perlahan kuangkat kepalaku dari bantalan keras itu. Kusandarkan kepalaku ke bangku pesawat. Penerbanganku tinggal 5 jam lagi. Berarti sudah lama aku terlelap.

Aku menstabilkan tubuhku yang masih mengantuk. Kepala ku tersandar kembali di bantalan keras tadi. Tangan ku mengelus-ngelus guling kerasku itu.

Suara deheman tak ku gubris sama sekali. Hingga seorang ibu paruh baya menyapa ramah padaku.

"Di Indonesia, mau bulan madu ya?" Tanya ibu itu.

Aku tersentak "hah??" Ibu itu kembali tersenyum ramah.

"Pengantin baru ya? Dari tadi lengket terus di lengan suaminya" sontak aku terbelalak. Aku menoleh ke arah pria yang disebut suamiku itu, Pak Joan. Whatt??

Dia memasang muka datar lalu melihat tangannya yang sedang ku elusi. Sontak aku melepasnya. Cekatan tangannya tak bisa melepas genggaman tanganku.

Aku melotot. Dia hanya tersenyum.

"Iya, bu. Kami baru saja menikah. Dan mau akan bulan madu" ucap pria itu dengan PD nya. Aku meremas kuat-kuat tangannya. Bukannya meringis kesakitan. Dia malah mencium keningku. Aku terdiam dengan perilakunya itu. Sial. Dia melecehkanku. Ya, walaupun ciuman di kening. tapi sama saja! ITU. PE. LE.CE.HAN!!

"wahhh kalian tampak serasi yah. Ibu doakan semoga pernikahan kalian abadi. Semoga kalian beneran jodoh. Aminnn" ucap ibu itu tulus. Pak Joan tersenyum dan mengucapkan terimakasih pada ibu itu.

---

Kami tiba di Batam, Indonesia. tepat pada pukul 9 malam. Kami tiba di Hotel golden city, hotel milik Pak Joan. Hotel Golden City. Hotel dengan desain minimalis ini terlihat sempurna.

Seorang pria dengan paras tampan dengan tubuh jangkungnya berjalan dengan penuh wibawa ke arah kami. Pria itu kira-kira seusia Pak Joan. Wajahnya terlihat seperti keturunan Turki. Astaga dia Tampan!!!

"Selamat Datang di hotel kita My Brother" ucap pria Turki itu seraya memeluk sekilas Pak Joan. Brother?

"Ya, sudah lama tak berjumpa. Bagaimana kabar istrimu?" Jawabnya.

"Hey, seharusnya kau menannyakan kabarku dulu" dia meninju kecil perut Pak Joan. "Baik. Dan semakin cantik. Dan dia sedang hamil. Yaaa... walaupun baru 3 minggu" cengirnya.

"Woahhh... selamat. Aku turut bahagia" senyumnya kaku. Aku rasa Bos ku ini sangat dekat dengan Pria Turki itu. Sehingga mereka tak sadar kalau ada gadis cantik yang sedang memperhatikan mereka seperti obat nyamuk. Huh...

Pria Turki ini melirikku. Dia tampak bingung.

"Dia siapa?" Tanyanya. Seakan baru menyadari kehadiranku. Dia tersentak kaget. Dia pikir aku setan hah?

"Oh, dia. Kenalin dia Dea, kekasihku sekaligus Sekretaris baruku. Dan Dea, perkenalkan. Dia Andrew Hardiwijaya, sepupuku" Pria Turki yang bernama Andrew itu menjabat tanganku.

"Aku tak percaya kau sudah memiliki kekasih" jawabnya tersumringah. Sedangkan yang diajak bicara hanya tersenyum miring. Yaiyalah, pacar pura-pura juga.

"Andrew ini yang membantuku membangun hotel ini. Bisa dibilang hotel ini milik kami berdua. Karena aku sibuk di New York jadinya dia yang mengambil ahli hotel. Karena kebetulan dia tidak memiliki 'pekerjaan'" yang di sindir hanya cengengesan.

Andrew menuntun kami menuju kamar yang telah di booking untuk kami. Ya kami.

"Agar saya tidak perlu repot repot bolak balik ke kamar kamu. Jadinya kita sekamar" tutur Pak Joan saat aku hendak protes. Dan kuyakini itu hanya ALASAN saja.

Aku membersihkan badanku yang terasa lengket. Aku mengenakan baju tidurku yang menutupi seluruh badan ku. kebetulan sudah malam. Dan aku juga sudah kenyang. Aku memutuskan untuk tidur. Setelah berlama-lama di dalam pesawat sialan itu.

Aku beranjak keluar kamar mandi. Mengambil selimut, guling dan bantal. Laly meletakkannya di sofa Putih yang berada di depan tv.

Decitan pintu dibuka terdengar. Pak Joan yang baru datang setelah acara makan malam dengan beberapa kolega bisnisnya. Dia sempat mengajakku. Tapi aku menolak, karena terlalu capek.

"Sedang menyiapkan tempat tidur mu di sofa yah?" Sindirnya sembari melepas dasinya.

"Iya nih. Buat bapak tidur. Selamat Malam bos" aku beranjak menaiki tempat tidur. Bosku itu berdecak kesal. Aku tersenyum kecil sebelum kantuk membawaku ke planet disana.

Tbc.

Jangan lupa vote and commentnya yah. Dont be dar k reader.

White WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang