"Roy..."
William yang mendengar akumenyebutkan namay Roy langsung melihatku dengan kaget. Aku masih diam karena, jujur, aku kaget.
"Um, apa kabar?" aku mengerutkan keningku. Hah? Aku menjauhkan telfonku sejenak "Roy nelfon?" tanya William dan aku mengangguk. "Dia nanya apa?" "Nanya kabar" kataku. Dan muka William langsung melebarkan mulutnya. "Dia masih sempat-sempatnya nanya kabar? Gila maksimal dia" sambil menggelengkan kepala dia. Aku mendekatkan hp-ku lagi.
"Kenapa emangnya?" tanyaku pada akhirnya. Dan William mengancungkan ibu jarinya dia bertanda dia setuju dengan jawabannya aku.
"yah, tidak apa-apa" dan aku ber-Oh ria. William memasang muka selidik dan aku bilang ke dia tanpa suara 'dia bilang gapapa' dan mungkin William sedang dalam keadaan emosi akhirnya dia memperagakan untuk mematikan telfonnya. Aku langsung muka bertanya dan dia jawab 'biarkan saja' iya juga sih.
"yasudah, aku matikan ya." "sebentar!" Roy tiba-tiba bilang begitu dengan cepat sesudah aku bilang begitu. "Kenapa?" tanyaku dengan suara malas. "Um, aku bulan depan balik... um, kita ketemuam boleh?" aku langsung menoleh ke William 'dia ngajak ketemuan' kataku dengan tanpa suara. William langsung membuat tangannya X yang berarti 'jangan mau' Haduh, kok labil gini aku jadinya!
"Um, Lucia?" aku langsung tersadar atas pikiranku tadi. "oh, um.... Entahlah. Kalau gue enggak sibuk." Dan William langsung memasang muka 'seriusan lo' dan aku hanya melototinnya saja. "oh, okay. Nanti aku kabarin kalau aku sudah sampai"
"tidak perlu dikabarin. Sudah dulu ya." Dan aku langsung mematikan sambungannya. Omo, aku tidak sadar akan perbuatan tan. Woah. "Luc! Harusnya lo tolak dong! Tapi, gue suka gaya lo yang terakhir." Aku yang mendengarkan langsung mengendus. "Yee, tapi, gue heran aja. perasaan enggak ada petir ataupun hujan tiba-tiba nelfon." Dan William mengannguk setuju.
Hp William tiba-tiba berbunyi yang menandakan SMS masuk. Aku hanya menggelengkan kepala mendengar suaranya yang sangat nyaring. "Buset, tuh volume bisa kali dikecilin mas." Dan dia hanya senyum pepsodent. Aku yang sedang melihat danau dikejutkan karena William tiba-tiba teriak enggak jelas. "WOY ebuset lo kayak banci suaranya!" kataku. William melihatku dan langsung mengasihkan HP-nya ke aku.
'William, bulan depan bisa ketemu? –Jessy'
Aku langsung membulatkan mataku setelah membaca SMS itu. "WHAT!?" kataku teriak. William langsung menjitak kepalaku. "Suaralo woy!" aku langsung menatap dia dengan kesal. "Lo juga kali!" kataku enggak mau kalah. "Udahlah, jangan berantem sekarang kita dulu! Ini SMS apa maksudnya coba! Tadi kau yang ditelfon sama Roy, sekarang awak yang di SMS sama Jessy. Macam apa pula ini!" aku yang mendengarkan dia langsung menjitak kembali kepalanya.
"Logatnya jangan disini lae!" dan dia menatapku dengan kesal. Tapi emang ada benermya juga sih. Apa maksudnya ya?
EH!
"Eh! Apa jangan-jangan.... Mereka merencanakan sesuatu?" tiba-tiba terlintas pikiranku itu. "Eh, iya juga sih. Bisa saja. Berarti Luc, kita harus waspada." Lalu aku mengangguk tanda setuju.
"Yaudah, kita rencanakan apa yang harus kita lakukan nanti. Masih ada sebulan lagi. Udah yok, kita pulang aja" aku mengangguk dan yeah, we are go home.
---
Semenjak kejadian dimana "ditelfon dan di-sms" sama mereka berdua, kita jadi membuat rencana supaya kita tidak kena perangkap mereka. Yaya ini kayak menuduh banget kan, tapi, yah, gimana ya, ah! Pusing.
Dan semenjak hari itu juga aku diemin keluarga aku. okay, itu childish banget. Tapi, entahlah. Aku merasa di khianati. Huft. Walau tau sih dosa.
"Jadi, ingat ya, kalau mereka nelfon atau sms atau apalah, respon kita gimana Luc?" Tanya William. "Jutek." Kataku dengan cool-nya. Dan William mengancungkan ibu jarinya.
Sekarang kita lagi di Café. Lebih tepatnya di Mall langganan. Hoohoho.
"Mereka kapan datang ya Wil?" Wiliam hanya menggerakan bahunya. "Enggak taulah Luc. Gue aja males nanya ke emak gue." aku memutarkan bola mataku. "apalagi gue Wil. Wong aku lagi diemin mereka." Kataku sambil memainkan hp-ku. Dan kami akhirnya mengobrol random banget. kebiasaan kita emang. Apa yang terlintas di dalam pikiran, itu yang dibicarakan.
"William! Lucia!" aku dan William langsung melihat pintu masuk Café itu karena suaranya itu berasal dari pintu café. Woah, Denisa. Denisa langsung menghampiri ke meja kita. Fyi, Denisa teman SMA-nya William. Dan temen les-ku. Dunia sangat sempit.
"Eh Den! Apa kabar? Udah lama banget enggak ketemu." Kata William setelah duduk di sebelah aku. "Hahahaa, iya nih. Biasa, kuliah tugasnya bejibun jadi maklum lah tiba-tiba menghilang dari peredaran." Aku yang mendengar langsung ketawa. Memanglah bahasa Denisa ceplas-ceplos. "Eh Luc! Gimana kabarlo sama Roy?" William langsung tertawa mendengar pertanyaan Denisa sedangkan aku langsung muka masam.
"ah, basi ngomongin Roy." Kataku dengan malas. Denisa langsung mengerutkan alisnya dia. "Lah, tumben. Biasanya semangat 45 ngomongin dia." "iya, tapi kan dua tahun yang lalu Denisaaa." Kataku dengan gemas. Dan dia hanya cengegesan. "Hehehe, maklumlah Luc. Terus gimana lo Wil sama Jessy?" aku langsung tertawa karena muka William langsung cembetut. Sukurin.
"Basi ah!" kata William. Denisa menatap wajah kita berdua dengan pandangan heran. "Kok lo berdua jadi malas gitu sih ngomongin gebetan kalian? Apa jangan-jangan kalian pacaran!?" aku langsung memeluk Denisa dengan gemas sedanglan William memukul keningnya. "Denisa yang baik dan cantik, ngomong jangan ceplas-ceplos ya cantik" kata William dengan gemas. "Ya makanya ceritaa kenapa jadi begini kalian kalau ngomongin gebetan." Dan akhirnya kami menceritakannya.
"HAH!? GITU!? Wah, kalau itu mah emang kudu dibegituin!" Kata Denisa dengan berapi-api. Aku dan William tertawa pelan mendengar ocehannya Denisa.
"EH IYA! Aku tadi mau bilang sesuatu jadi lupa gara-gara cerita kalian." tiba-tiba Denisa teriak begitu. "Apa Den?" tanyaku. "Tadi, sebelum kesini, aku lihat Roy sama Jessy gitu ngumpat di balik tiang sana." Sambil menunjukan tiang yang dimaksud.
Aku dan William langsung terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Memories
Любовные романыLucia menyukai Roy Roy menyukai Jessy Jessy menyukai Roy William menyukai Jessy Kisah ini, ribet sekali ya.