Semenjak hari itu aku benar-benar menghindar dari dia. Aku benci dia.
Okay, aku tahu ini terlalu lebay, alay. Tapi, kalau kalian di posisi aku, kalian bisa terima? Yang aku kira dia berbuat gitu kenapa, ternyata, bahan uji coba.
Miris.
Ah, ini sudah hampir dua minggu loh berlalu. Dan selama itulah Roy beruhasa buat untuk ketemu sama aku. Dari dia datang ke rumah aku, nelfon aku, Line, BBM, Whatsapp, ah pokoknya media sosial semuanya deh dia berusaha buat ngomong sama aku. Tapi, usahanya percuma saja. Soalnya aku block semua yang berhubungan sama dia.
Dan kalian tau? Si Jessy malah ikut-ikutan masalah ini. Dia tiba-tiba pernah datang dan langsung menasehati aku panjang lebar dan sedikit memarahi aku. Aku enggak tau ya si Roy jelasin apa ke Jessy, tapi kayaknya dia kasih tau semuanya. Dan tau apa yang aku jawab saking keselnya?
"kalau enggak tau masalah, enggak usah ikut campur." Dan aku langsung meninggalkan dia.
Ish. Selalu saja, kalau ada masalah, si Jessy pasti ikut-ikutan deh. Elah, jadi marah kan aku ke Jessy. Tapi lagian juga, masalah si Roy sama aku, si Jessy ikut-ikutan. Dan yah, masih mending ya kalau dia belanya aku, lah ini, belanya si Roy. Ish.
Si Roy juga pernah sampai nungguin aku di sekolah. Bukan namanya Luciana kalau enggak mempunyai 1001 akal. Dan aku bisa menghindari dia di sekolah. Jinna aku ceritakan apa yang terjadi sebenarnya. Soalnya dia bingung atas sikapku yang berubah banget. Untunglah Jinna mengerti, huh aku sayang kamu Jin (?)
Orang pertama yang aku ceritakan masalah ini adalah William. Entahlah, aku jadi suka cerita-cerita dari ada hubungannya sama Roy sampai enggak ada. Well, William syok pas aku ceritakan kejadian itu. Dan William mensarankan aku buat Move On dari Roy. Pasti kalian berfikir 'ah, enggak mungkin si Luciana bakalan Move On dari si Roy'
Salah.
Kayaknya memang sudah saatnya aku buat mundur. Entahlah, aku berfikir kata William memang ada benarnya. Huh, sedihnya nasibku!
"Luc! Ini ada Roy nih! Usir atau gimana?" kata bang Husen dari luar pintuku. "Usir!" kataku. "Oke!" Huh, enggak capek apa dia yak ke rumah hampir setiap hari. Dulu sih oke, aku senang kalau dia ke rumah setiap hari. Sekarang, ih, risih aku.
TOK TOK TOK
"Papa boleh masuk?" Papa? Tumben. Akupun membukakan pintu kamarku. "Ah, papa, kenapa pa?" tanyaku dan member celah agar papa bisa masuk ke kamar. Setelah papa masuk ke kamar, aku langsung duduk di kursi belajarku dan papa duduk di tempat tidurku.
"Kamu kenapa sama Roy?" Dia lagi, dia lagi. "Enggak papa kok pa. dianya aja yang lebay." Kataku jutek. Papa melihatku dengan curiga. "Pasti masalahnya itu besar kan? Sudahlah, apa salahnya cerita sama papa." Akupun akhirnya menceritakan yang sebenarnya terjadi,
"jadi begitu..." kata papa pada akhirnya. Akupun mengangguk lesu. Ah, kalau aku ingat-ingat ceritanya, jadi nyesek sendiri. "Pantas. Penampilan Roy tadi berantakan banget." Aku menatap papa dengan heran. "Berantakan?" dan papa mengangguk. "Ah, berantakan emang udah biasa kali buat dia pa." papa tersenyum. "Berantakan.... Frustasi?"
Frustasi? Ah, enggak mungkin. Dan aku hanay menggeleng kepala saja. "Yasudahlah pa, lagian, aku lagi berusaha buat untuk ngelupain si Roy. Capek juga sih lama-lama."
"Berarti, penawaran papa waktu itu kamu mau terima dong?" Eh, penawaran? Penawaran yang mana? "Yang mana pa?" "Jerman."
EH! Iya ya, kok aku bisa lupain ya. Tapi kan..... Berarti aku harus deketin mereka dong... Nyiksa diri mah itu namanya. "Kamu pikirkan dulu ya, papa keluar dulu." Dan aku mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Memories
RomanceLucia menyukai Roy Roy menyukai Jessy Jessy menyukai Roy William menyukai Jessy Kisah ini, ribet sekali ya.