Raka menepikan mobilnya saat melihat sebuah tenda warung kecil di pinggir jalan. Cinta segera memintanya untuk membuka pintu mobil. Suaranya sudah mulai melemas. Sesaat setelah Raka menekan tombol untuk membuka kunci pintu otomatis, Cinta segera keluar dari mobil. Memuntahkan semua isi perutnya di samping mobil Raka. Membuat Raka terbelalak kaget.
Dengan segera Raka pun turun dari mobilnya. Ia memutari bagian depan mobilnya dengan cepat untuk menghampiri Cinta. Setelah itu ia memijat tengkuk Cinta dengan perlahan.
“Kamu nggak kenapa-kenapa kan, Sayang?” tanya Raka kepada Cinta.
Raka sungguh cemas kali ini. Ia lebih baik melihat Cinta memarahinya dari pada melihatnya lemah seperti ini. Cinta mengangguk membalas pertanyaan Raka. Raka segera mengambil tisu dan sebotol air mineral miliknya di dalam mobil. Ia memberikan tisu itu kepada wanitanya. Wajah Cinta masih terlihat pucat.
“Minum dulu, Sayang,” ucap Raka.
Cinta mengambil botol air mineral yang Raka tawarkan kepadanya. Selesai minum, Cinta kembali ke mobil untuk duduk beristirahat. Ia duduk menyamping, menyandarkan kepalanya di kepala jok mobil sembari memejamkan matanya. Sedangkan Raka berdiri di depan pintu, berdiri di hadapan wanitanya. Ia mengusap-usap pucuk kepala Cinta dengan penuh sayang. Cinta hanya terdiam. Ia tak menolak perlakuan Raka yang manis itu. Ia amat sangat menikmati sentuhan lembut dari lelaki yang mulai memikat hatinya itu.
“Kamu kenapa sih, Sayang? Nggak mungkin kan gara-gara aku mengebut tadi?” tanya Raka penasaran.
Cinta membuka matanya perlahan. Ia menatap Raka dengan mata sendunya.
“Menurut kamu?! Aku lebih baik duduk di kursi kemudi dari pada kamu ajak mengebut seperti tadi," ucap Cinta lirih dan kesal, membuat Raka tersenyum.
“Bukannya kamu rider?! Masa kayak begitu aja mabok sih? Sayang-Sayang, kamu ada-ada aja deh," ledek Raka yang membuat Cinta mendengus kesal.
“Iya, rider drag racing. Jalurnya lurus-lurus saja. Mana pernah aku mengebut kesetanan kayak tadi. Kalau pun pernah mengebut juga nggak sebegitunya,” sungut Cinta.
Raka tersenyum. Kemudian ia mengusap-usap kembali pucuk kepala Cinta.
“Maaf, Sayang. Memangnya kamu mau menongkrong di bui pagi buta gini, heh?!” tanya Raka meledek.
Cinta menatap Raka sebal, lantas berseru dengan kesalnya, “Enggak!!!”
“Ya sudah. Tadi itu niatnya kabur saja. Maafkan aku ya, Cintanya Raka?” pinta Raka memohon.
Raka benar-benar bersalah kali ini. Cinta mengangguk pelan. Kedua sisi bibir Raka tersungging.
“Ya sudah. Kita pulang ya!” ajak Raka.
“Lapar, Ka,” rengek Cinta.
Raka tersenyum mendengar wanitanya merengek manja seperti itu. Sepertinya Raka akan tertidur nyenyak pagi ini. Ia berharap semoga Cinta sudah mulai bisa menerima kehadirannya.
“Jangan bilang kamu belum makan ya, Ta?” tanya Raka kembali.
Cinta menatap Raka, kemudian mengangguk sambil memperlihatkan raut wajahnya yang sangat menggemaskan kepada Raka. Seperti anak kecil yang meminta es krim kepada ayahnya. Raka menghela dan mengembuskan napas beratnya.
“Kalau sampai besok-besok aku mendengar kamu belum makan lagi, aku perkosa kamu!” ucap Raka kesal.
Bagaimana bisa ia membiarkan wanita yang dicintainya mengabaikan kesehatannya.
“Ih mesum!” balas Cinta tak kalah kesal.
“Dih! Otaknya perlu di laundry nih! Pikirannya kotor banget. Perkosa makan, Cinta! Lagian mesum-mesum begini juga calon suami kamu,” goda Raka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia
ActionSebagian part sudah unpublished. Cerita ini sudah tersedia dalam bentuk novel dan e-book. Jun30,2015 ©