"Bunda, hari ini Ayah jadi pulang kan?" tanya Aresh, putri kecil Raka dan Cinta. "Aresh kangen sama Ayah."
Hampir seminggu Raka berdinas di luar. Entah di dalam atau di luar negeri. Raka hanya mengatakan jika sedang berada di suatu tempat. Cinta pun mengerti. Ia tak akan mendesak Raka untuk mengatakan hal yang mungkin bersifat rahasia. Hingga sekarang, ia masih belajar untuk menerima pekerjaan Raka yang selalu dirahasiakan kepada siapa pun. Kecuali dirinya dan Zayn.
Cinta mengangguk sembari memakaikan seragam sekolah kepada Aresh, "Ayah bilang begitu. Katanya, nanti mau menjemput Abang dan Aresh pulang sekolah."
"Yey! Kita dijemput Ayah, Bang!" seru Aresh bahagia.
Rendra, kembaran Aresh, hanya terdiam. Kedua tangannya tampak sibuk bermain robot-robotan yang baru dibelikan ayahnya beberapa bulan lalu. Oleh-oleh saat ayahnya bertugas ke Singapura. Wajahnya tampak serius memerhatikan robot yang sedang digerak-gerakkan dengan tangannya. Dinginnya AC membuatnya kembali berbaring. Menutupi tubuhnya yang hanya berbalut handuk setelah mandi dengan bed cover.
"Aresh! Diam dong!" pinta Cinta ketika kepala Aresh menoleh ke arah Rendra. "Bunda susah ini mengucir rambut Aresh."
"Abang tidur lagi tuh, Bund!" tutur Aresh melihat Rendra tertidur di sebelahnya.
Cinta menolehkan kepalanya, memandang Rendra yang sedang tertidur di ujung tempaat tidur, "Abang! Jangan tiduran! Ayo bangun! Nanti telat lho ke sekolahnya."
"Abang nggak mau sekolah." Rendra menyahuti dengan wajah cemberut.
"Kalau Abang nggak mau sekolah, Aresh juga nggak mau sekolah!" timpal Aresh.
°°°
"Aresh! Rendra!" teriak Raka yang membuat para ibu-ibu terfokus memandangnya.
"Masya Allah suaranya, Jeng!" seru ibu yang sempat menyapa Raka.
"Menggetarkan jiwa, Jeng." Seorang ibu muda seumuran Cinta menyahuti.
"Sandarable banget punggungnya, Bu," kata ibu dengan potongan rambut bob.
"Yang pasti pelukable itu!" seru ibu yang lain.
"Beruntung banget ya Jeng Cinta dapat suami sempurna kayak Pak Raka itu," imbuh ibu yang mengucir rambutnya bak ekor kuda.
Helaan napas kasar Raka berembus. Mendengar para ibu-ibu sedang menjadikannya topik pembicaraan. Senyumnya kembali tersungging. Melihat Aresh dan Rendra berlari ke arahnya setelah menggendong tasnya masing-masing.
"Ayah!" teriak Rendra sebelum memeluk kedua kaki jenjang ayahnya.
"Ayah!" pekik Aresh yang tak mau kalah memeluk kaki ayahnya. "Aresh kangen sama Ayah."
Raka menunduk, "Ayah juga kangen sama Aresh dan Abang," ucap Raka sembari mengusap kepala Rendra dan Aresh.
"Rambutnya kok berantakan gitu, Dek?" tanya Raka kala meneliti penampilan Aresh yang sangat berantakan.
Aresh tampak seperti anak yang tak terurus. Rambut berantakan. Baju lusuh dan kotor. Serta beberapa luka kecil di salah satu lutut dan siku tangannya. Aresh meringis, tanpa menjawab pertanyaan ayahnya.
"Adek habis berantem tadi, Yah. Terus jatuh juga. Gitu deh jadinya. Kotor semua," cerita Rendra yang membuat Aresh cemberut karena kesal.
"Adek! Benar yang Abang bilang?!" tanya Raka memastikan.
Aresh mengangguk takut, "Tapi tadi Eriknya nakal duluan, Yah! Dia tarik-tarik rambut Aresh. Terus habis itu dorong Aresh sampai jatuh. Ya udah, Areshnya balas dorong dia, habis itu kita jambak-jambakan deh."
Raka mengusap kepala Aresh, seraya merapikan rambut Aresh yang berantakan, "Ayah nggak suka dengar Adek atau Abang berantem lagi di sekolah. Kalau memang ada yang nakal sama Abang atau Adek, bilang sama Bu guru. Biar Bu guru yang menasehati teman Abang dan Adek itu. Do you understand?"
"Yes, I do!" jawab Rendra dan Aresh serempak.
"Good! Ini baru anak Ayah dan Bunda! Yang pintar dan nurut," puji Raka yang membuat Aresh dan Rendra tersenyum. "Ayo kita pulang! Bunda pasti sudah menunggu."
"Gendong, Yah!" rengek Aresh manja.
"Adek nggak malu dilihat sama teman-teman?" tanya Raka meledek.
"Iya ih! Udah gede, minta gendong," timpal Rendra.
"Abang tuh yang udah gede. Adek mah masih kecil. Ya kan, Yah?!" elak Aresh tak mau kalah.
"Sudah. Jangan ribut di sini!" ujar Raka sebelum menggendong Aresh.
Aresh mengambil kacamata hitam yang bertengger di hidung mancung ayahnya. Lalu memakainya dan langsung mencium pipi ayahnya, "Terima kasih, Ayah. I miss you so much."
"Nanti gantian Abang ya Yah yang digendong. Tapi di rumah aja," pinta Rendra yang dibalas anggukan kepala dan senyum manis dari Raka.
Kepala Raka menunduk ketika akan melewati sekumpulan ibu-ibu yang sempat membicarakannya.
"Mari Bu." Raka berbasa-basi menahan kesalnya.
"Mari Pak," sahut ibu-ibu itu.
"Ayah, berhenti dulu. Aresh mau bicara sebentar sama Mamanya Erik," pinta Aresh sebelum meminta turun dari gendongan ayahnya.
Raka memerhatikan Aresh yang berjalan mendekati ibu-ibu itu. Tangan kirinya menggandeng Rendra dengan erat. Sedang Rendra hanya terdiam. Memandang adiknya yang entah akan berbuat apa. Aresh memang selalu melakukan hal tak terduga. Membuatnya terkadang kewalahan dengan sikap Aresh itu.
°°°
Hai cintarakalovers,
Wattpad masih error nggak?!
Hohoho.Di atas adalah cuplikan epilog DIA, sesuai janji saya dulu. Akan ada epilog di novel cetak. Buat yang nggak sabar mau peluk cintaraka, silakan nabung dulu ya. Novelnya lumayan tebal, 892 hal. 😂 #khususbuatyangmauaja
Dan ini penampakan novel DIA dalam sebuah mock up.
Alhamdulillah setelah 3 thn, DIA bisa kelar juga. Terima kasih untuk semangat dan dukungannya selama ini. Terima kasih banyak untuk semua cintarakalovers.
I love you all. 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia
ActionSebagian part sudah unpublished. Cerita ini sudah tersedia dalam bentuk novel dan e-book. Jun30,2015 ©