Alvaro
"Pasangan yang selalu romantis," ucap seseorang yang memanggilku tadi sambil memperhatikan kameranya yang baru saja mengambil fotoku dengan Bianca.
"Kau? Sedang apa kau di sini?"
Robert menarik seorang perempuan dengan rambut kemerahan lalu menghampiriku. Orang-orang yang dari tadi mengelilingi kami pun membubarkan diri dengan senyum bahagia tergambar di bibir mereka.
Robert tersenyum jahil padaku dan Bianca bergiliran. Lagi, dia salah paham terhadap hubunganku dengan Bianca.
"Aku tidak menyangka kau akan secepat ini, Kawan," katanya seraya meninju bahuku pelan.
"Ini hanya sebuah lelucon!" sambar Bianca.
Robert mendelik padaku. Mencoba mendapatkan konfirmasi kebenaran apa yang Bianca ucapkan barusan. Aku hanya mengangguk. Dia pun mengangguk, namun entah percaya atau tidak dengan jawabanku.
"Sedang apa kau di sini?" tanyaku mengulang pertanyaan.
"Sepertimu," jawabnya.
Aku mengangguk paham lalu melirik perempuan yang bersamanya itu. Sadar telah diperhatikan perempuan itu cepat-cepat memperkenalkan diri. Namanya Monica. Aku tidak peduli dengan namanya, yang aku ingin tahu sebenarnya apa hubungannya dengan temanku.
"Dia kekasihku," ucap Robert seolah menjawab pertanyaan yang ada dalam benakku.
Aku hanya membulatkan mulutku mendengar jawabannya. Seharusnya aku sudah tahu jawabannya. Tentu saja setiap perempuan yang bersama dengan temanku itu selalu dia sebut sebagai kekasihnya. Entah itu benar atau tidak pada kenyataannya.
Berbeda denganku, Robert tipe lelaki yang mudah jatuh cinta. Sudah beberapa perempuan yang pernah dia kenalkan padaku sampai aku tak bisa lagi menghitung berapa jumlahnya. Benar-benar playboy sejati.
"Kalian pasangan yang serasi," tutur Bianca tiba-tiba.
"Kalian juga," sahut Monica.
"Kita bukan pasangan!" seruku dan Bianca bersamaan.
Robert dan Monica saling berpandangan lalu tertawa. Aku melirik pada Bianca yang sedang mengerucutkan bibirnya. Terlihat kesal, tapi aku menyukai ekspresinya seperti itu.
"Setelah dari Milan kalian akan ke mana?" tanya Robert.
"Verona." Aku dan Bianca lagi-lagi menjawab bersamaan.
"Kalian benar-benar kompak." Monica berkomentar lagi.
Bianca memutar kedua bola matanya dengan frustrasi. Sepertinya percuma menjelaskan kepada pasangan itu bahwa aku dan dia memang bukan seperti yang mereka pikir.
"Baiklah selagi kita di Milan, ayo kita makan bersama!" ajak Robert antusias.
Ide yang bagus. Perutku memang sudah beberapa kali berbunyi meminta asupan. Bianca pun mengangguk setuju. Ya, dia juga terlihat sangat lapar.
***
Bianca
Setelah puas mengisi perut akhirnya kami berjalan-jalan di sekitar Piazza del Duomo. Seperti kota-kota lainnya, di sini pun sangat ramai. Bangunan katedral bergaya gothic memenuhi area penglihatan di sepanjang jalan. Dan aku semakin terpukau ketika mendengar penuturan Robert yang menyebutkan bahwa ternyata katedral itu merupakan katedral gothic terbesar di dunia.
"Kau ingin ice cream?" tanya Alvaro tiba-tiba.
Aku mengangguk. Robert dan Monica lagi-lagi menampilkan ekspresi menggoda. Ya Tuhan, mereka benar-benar salah paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken
RomanceBianca sangat percaya dengan janji Devan walaupun orang di sekelilingnya meragukan hal itu. Sampai di satu titik dia mulai merasa ragu, tapi tak membuatnya berhenti berharap. Dengan keyakinan penuh, akhirnya Bianca terbang ke negara dimana Devan ber...