BAGIAN 13: THE NEW SHINING STAR

455 25 3
                                    

Brahm's Institute, Woodlands Elf Teritory, Mayapada, Lembang, West Java, Indonesia

Hansel mengetukkan jemarinya ke meja dengan nada yang membosankan. Suara Bu Inka yang memulai pendahuluan kelas Kewarganegaraan terdengar sayup di telinganya, otak Hansel jelas memikirkan hal lain.

Seseorang mencolek bahu Hansel, membuatnya menoleh. Seorang anak laki-laki berambut pirang keperakkan dan bermata abu-abu berdiri di sebelahnya, ia mengenakan cape hitam dengan sebuah lencana berkilau dengan ukiran bertuliskan "Teaching Assistant".

"Sebaiknya kamu login ke daftar hadir dulu," ujarnya sambil menunjuk panel layar sentuh di meja Hansel.

Hansel melirik ke sekitarnya dan melihat papan nama semua kursi yang terisi sudah menampilkan nama mereka masing-masing, memang hanya papan nama di mejanya yang masih mati. Dengan agak canggung Hansel mengikuti setiap tahap yang diinstruksikan si asisten sampai kehadirannya berhasil terkonfirmasi dan papan nama digitalnya menyala.

"Seperti inilah sistem kehadiran di sini, jadi setiap memulai dan mengakhiri kelas kamu harus konfirmasi, ok?" ujar si asisten disambut anggukkan Hansel, "Kadang-kadang ada kuis, kalau pilihan ganda biasanya akan muncul di panel ini juga. Kalau esai pasti pakai kertas."

Kepala Hansel mengangguk lagi.

"Boleh minta nomor handphone?" tanya si asisten, kali ini Hansel menoleh dengan dahi berkerut heran, "Titan bilang sampai sekarang dia belum tahu harus menghubungimu kemana sementara ada cewek bernama Elektra yang terus menerornya."

Hansel terperangah. "Ivan Jadric?" ujarnya.

Si asisten bernama Ivan itu menaikkan kedua alisnya dua kali—tanda mengiyakan.

Hansel menegakkan tubuhnya dan mengeluarkan pulpen serta buku catatan yang masih kosong. Dituliskannya nomor handphone-nya di salah satu lembar buku catatan lalu diperlihatkannya pada Ivan. "Ayah mengganti handphone-ku, jadi tak ada nomor lain yang tersisa," ujarnya.

"Nggak di-backup di email?" tanya Ivan dan disambut gelengan kepala Hansel. Dikeluarkannya handphone-nya dari dalam saku celana lalu menyimpan nomor yang tertulis. "Sudah kukirim ke Titan," ujarnya setelah beberapa saat.

Setelah mengucapkan terima kasih, Hansel akhirnya mulai menangkap apa yang tengah dibahas oleh Bu Inka. Sayangnya, ia buta sama sekali dengan pembahasannya—terakhir kali ia belajar Kewarganegaraan Indonesia adalah waktu SD! Berkali-kali Hansel berusaha mencatat, lalu bingung sendiri dengan apa yang dicatatnya. Ketika anak-anak lain mulai membuka kitab undang-undang, Hansel malah kikuk dan menjatuhkannya—membuat semua mata tertuju padanya. Bu Inka akhirnya meminta agar salah satu asistennya mendampingi Hansel selama pelajaran—tentu saja tak ada yang mau kecuali Ivan.

"Ntar kupinjami catatanku deh," ujar Ivan setelah jam pelajaran hampir berakhir.

"Aku payah dalam menghapal," keluh Hansel disambut tawa renyah Ivan, "Oh, ya, waktu ayahmu bilang kamu ikut proyek komputer, kupikir kamu masuk Sekolah Ilmu Alam."

Ivan tertawa kecil lagi. "Awalnya aku berniat begitu—sahabatku banyak yang masuk sana, tapi ada sesuatu yang membuatku akhirnya memilih Ilmu Sosial," ujarnya, Hansel menunggu kelanjutannya, "Aku menyukai sejarah negara ini."

"Cuma itu?" tanya Hansel.

Ivan mengangguk. "Di sekolah ini, kita belajar sejarah dari banyak novel sastra lawas. Kelvin—sahabatku—suka menemaniku berkeliling dari satu museum ke museum lainnya, terkadang kami traveling cukup jauh. Om Batubara—ayahnya Kelvin—adalah seorang pilot dan sering bercerita banyak hal tentang sejarah dan budaya daerah yang sering dilintasinya," jelasnya panjang lebar, membuat Hansel melongo cukup lama.

Alpha Centauri and the Woodlands Chantress (Bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang