Brahm's Institute, Woodlands Elf Teritory, Mayapada, Lembang, West Java, Indonesia
Gemuruh tepuk tangan yang mengakhiri narasi Bayu dan Ivan cukup membuktikan bahwa game itu memang menjadi favorit anak-anak Brahm's Institute-atau setidaknya cukup terkenal. Di tengah gemuruh tepuk tangan itu, Kaito yang sejak tadi melirik tajam Hansel, kini mengedikkan kepalanya ke suatu arah-keluar ruang makan bersama.
Hansel membalasnya dengan anggukkan kecil yang mungkin tak akan tampak jika kita tak benar-benar memperhatikannya. Yang pasti Kaito menangkap anggukkan Hansel, dan kini ia bangkit dari kursi-berjalan ke luar ruang makan.
Tak berselang lama, Hansel bangkit menyusul Kaito-menitipkan laptopnya pada Bayu dan Ivan. Tak terlalu sulit untuk menemukan sosok Kaito saat Hansel baru keluar pintu, ia tampak bersandar pada sebuah pohon rindang, agak jauh dari ruang makan bersama.
Suara langkah kaki Hansel di atas rumput membuat Kaito menoleh dan kini menghadapkan tubuhnya pada Hansel. Mereka bertatap mata selama beberapa saat dan-
"Kenapa kamu nggak bilang sebelumnya?!" tukas mereka berdua. Dengan kalimat yang sama dan waktu yang bersamaan. Membuat mereka tertegun satu sama lain.
Selang beberapa lama, Kaito mengalah dan memberi isyarat dengan sebelah tangannya untuk mempersilahkan Hansel bicara lebih dulu.
"Yang kamu lakukan itu membahayakan banyak orang," desis Hansel, membuat Kaito sedikit berjengit mendengarnya, "Jangan bilang ada namaku juga di game itu."
"Maksudmu apa?" sahut Kaito, suara datarnya terdengar sedikit bergetar.
"Ya konsep game itu lah!" tukas Hansel.
Kaito mengangkat kedua tangannya ke depan dada, mengisyaratkan agar Hansel tenang dan mengijinkannya bicara.
"Kamu menuduhku membuatnya?" tanya Kaito, matanya yang sipit kian menyipit.
"Siapa lagi? Sekarang sudah jelas kenapa kamu nggak melapor," ujar Hansel, pandangannya menuduh.
Sebelah tangan Kaito kini teracung, menunjuk tepat ke pandangan Hansel. Jemarinya tampak sedikit bergetar, begitupun suaranya, "Jaga bicaramu, Alpha."
Hansel setengah tertawa mendengarnya, menyeringai, "Si kembar itu nggak mungkin membuat konsep semacam itu dan-"
"Akupun mengenal mereka!" tukas Kaito tanpa menurunkan tangannya yang teracung, suaranya kian meninggi, "Dengar, culas! Akupun tak beranggapan konsep itu muncul dari kepala kembar mereka! Dan itulah sebabnya aku belum melapor! Karena belum kutemukan asal muasal ide gila mereka!"
Tapi Hansel malah mendecakkan lidahnya, meledek.
"Aku tak keberatan kamu mengambil alih tugasku, dan tadinya aku bermaksud membantumu dengan memberi beberapa keterangan!" desis Kaito, "Tapi sepertinya aku membatalkan niatku."
Seringai Hansel melebar. "Nggak perlu repot-repot. Kamu itu lambat," ujarnya.
"Apa kamu pikir tak ada hal penting yang menghambatku? Kamu pikir aku sengaja menghambat?" tukas Kaito.
Tanpa rasa bersalah sedikitpun, Hansel mengangguk yakin sambil menjentikkan jari.
Kaito menghela napas panjang, akhirnya menurunkan sebelah tangannya dan memutuskan untuk pergi meninggalkan teman sejawatnya yang menurutnya sudah sinting dan tak layak diladeni lagi.
Hansel menyandarkan bahunya ke pohon saat Raka muncul dengan Fox di dadanya.
"Aku akan minta maaf padanya kalau jadi kamu," saran Raka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alpha Centauri and the Woodlands Chantress (Bahasa Indonesia)
FantasyInternational Intelligence (I2), sebuah organisasi rahasia terbesar di dunia yang mengawasi dua dunia-sihir dan non-sihir. Hansel tak punya pilihan selain terikat pada I2, padahal dia bukan tukang sihir apalagi peri. Dan kini dia harus memutar otak...