Royal Apartment, Bandung, West Java, Indonesia
"The greatest!" sambut Raka saat Hansel muncul dari balik pintu apartemen.
Ia lantas menarik lengan Hansel untuk segera masuk ke dalam apartemen lalu mengunci pintu di belakangnya. Wajah antusiasnya bertolak belakang dengan wajah Hansel yang nyaris tanpa ekspresi.
"....Semua orang sekarang bersulang utukmu, Hansel! Semuanya! Ini benar-benar berita bagus!" Raka terus mengoceh sementara Hansel hanya merogoh kantung ranselnya dan mengeluarkan CD Jethro yang diperolehnya.
"Great!" sorak Raka seraya meraih CD tersebut dari tangan Hansel lalu mengoceh lagi sambil terus berjalan mundar-mandir, "Aku mendengar sesuatu tentang bonus. Entah apa yang akan I2 hadiahkan untukmu, Ed bilang—"
Hansel sedang tak benar-benar mendengarkan Raka. Pikirannya kacau sekali. Ia melemparkan ranselnya ke atas sofa sebelum akhirnya menghempaskan tubuhnya sendiri di sofa serta meluruskan kedua kakinya ke atas meja. Fox sendiri mengekor dan menekan remote agar TV menyala lalu menonton sambil berjalan kesana kemari.
"I2 baru saja mengirimkan rencana perjalananku untuk mengantar CD ini ke markas besar dan—"
"Kamu yang antar?" Hansel menyela seketika dengan suara agak aneh, dan untuk pertama kalinya bisa menyimak apa yang tengah diucapkan Raka.
Raka mengejapkan kedua matanya lalu mendekatkan wajahnya pada Hansel dengan ekspresi yang tak bisa diterka. "Ya. Ada apa denganmu?" tanyanya.
"Kenapa bukan aku yang antar?" tanya Hansel agak senewen.
Mulut Raka menganga selama beberapa detik, lalu ia mengatupkannya seraya menegakkan tubuhnya tanpa mengalihkan pandangannya dari remaja di hadapannya itu. "Karena menurut instruksi I2, kamu masih harus selesaikan program pertukaran pelajar," jawab Raka sembari menyilangkan kedua tangannya di dada, "Kupikir kamu akan lebih senang bisa tinggal di 'rumah'-mu lebih lama."
"Ini bukan rumahku lagi, Raka," Hansel menyahut dengan cepat, "Bukan lagi."
Raka hanya bisa tertegun mendengar kalimat semacam itu keluar dari mulut Hansel. Sementara itu Hansel bangkit dari sofa dan berjalan dengan agak senewen menuju kamarnya. Ia membuka pintu kamar dengan kasar, lalu berhenti sebentar dan menoleh pada Raka.
"Tak ada keluarga, tak dikenali teman lamamu, berpura-pura menjadi orang lain, menurutmu apa itu masih bisa disebut rumah?" ujar Hansel dan lantas membisukan Raka serta makin membuatnya tertegun, "Kuharap aku bisa berkumpul dengan orang-orang yang kamu ceritakan sejak tadi dan bersulang bersama mereka."
"Alpha Centauri sudah mati, Raka," ujar Hansel lagi setelah menarik napas panjang, "Dia sudah tidak ada."
Kemudian ia menutup pintu kamarnya rapat-rapat dan menguncinya. Meninggalkan Raka yang semakin tertegun dan kini memijit keningnya sendiri dengan sebelah tangan seraya menggeleng-gelengkan kepalanya keheranan. Tak yakin apakah yang didengarnya merupakan pertanda baik atau justru sebaliknya.
Bolak-balik mengamati handphone-nya, Raka akhirnya mengurungkan niatnya untuk langsung menghubungi Ed. Merasa bahwa ia tak perlu mengganggu semaraknya perayaan di markas besar I2 dengan pikiran-pikirannya yang tak tentu. Ia berjalan ke depan pintu kamar Hansel yang sudah tertutup rapat lalu mengetuknya.
Ia tak menunggu pintu itu terbuka. Ia memang tak bermaksud demikian. Ia hanya ingin menyampaikan sesuatu dan tak berharap Hansel membukakan pintu untuknya.
"Aku berangkat besok pagi," ujar Raka setelah mengetuk tiga kali, "Mungkin akan agak lama, jadi jaga dirimu baik-baik."
Hansel tak menyahut. Hanya terdengar suara dengkuran Fox yang tertidur di sofa di depan TV.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alpha Centauri and the Woodlands Chantress (Bahasa Indonesia)
FantasyInternational Intelligence (I2), sebuah organisasi rahasia terbesar di dunia yang mengawasi dua dunia-sihir dan non-sihir. Hansel tak punya pilihan selain terikat pada I2, padahal dia bukan tukang sihir apalagi peri. Dan kini dia harus memutar otak...