Aeris POV
Suara tangisan bayi yang memenuhi ruang tunggu rumah sakit membuat perasaanku semakin tidak menentu. Aku meremas kuat tanganku yang saling mengait sambil memanjatkan doa pada Tuhan agar memberikanku kabar baik hari ini.
Karena hanya itulah yang aku inginkan saat ini. Sebuah kabar baik untukku dan Devan.
"Ibu Aeris." Panggil suster yang membuatku terlonjak dari bangku. "Silahkan masuk."
Aku menarik napas dalam dan mulai melangkah memasuki ruangan dokter.
***
Devan POV
"Assalamualaikum. Aku pulang." Ucapku sambil membuka pintu rumah.
Sambutan yang biasa kuterima, kali ini sama sekali tidak ada. Rumah begitu sepi dan juga gelap seakan tidak ada penghuninya.
Kemana Aeris?
"Ai, kamu dimana?" tanyaku sambil melangkah masuk ke dalam.
Di ruang TV pun tidak terlihat sama sekali dirinya. Aku pun berjalan menuju kamar kami. Saat aku memasuki kamar, dia di sana berbaring memunggungiku. Di dalam kamar yang gelap gulita.
"Baby girl, kamu sakit?" tanyaku sambil mendekatinya. Duduk dipinggir tempat tidur dan menatap dia yang memejamkan mata. Aku tahu dia tidak tidur. Tapi dia tidak mau membuka matanya meskipun tahu aku di sini. "Ai."
Bukannya menjawab, Aeris membalikkan tubuhnya dan kembali memunggungiku. Memperlihatkan dengan jelas bahwa dia sedang tidak ingin berbicara denganku.
Pasti tadi siang dia kembali mendapat hasil yang tidak sesuai dengan keinginannya saat ke dokter kandungan. Karena setiap dari dokter kandungan, dia selalu bersikap seperti ini.
Marah dan juga uring-uringan.
Karena meskipun sudah hampir setahun kami menikah, hingga sekarang pun kami belum diberikan momongan dan hal itu membuat Aeris begitu sedih dan juga ketakutan.
"Aeris." Panggilku menyentuh bahunya. "Kamu sudah makan?"
Dia tidak juga merespon. Meskipun begitu, aku sudah tahu jawabannya melihat dari sikap dan mood-nya saat ini.
"Aeris, kalau tubuhmu lemah bagaimana caranya calon anak kita tumbuh di dalam rahimmu. Kamu harus makan, Baby Girl."
"Percuma." Katanya pada akhirnya dengan suara parau. "Calon anak kita memang ga mau tumbuh di rahimku."
"Jangan bicara seperti itu."
Aeris membalikkan badannya dan menatapku dengan matanya yang sudah basah. "Kalau tidak, kenapa aku belum juga hamil sampai sekarang? Bahkan Livie saja sudah melahirkan anak pertamanya minggu lalu dan Seika hamil anak keduanya. Kenapa cuma aku yang belum hamil?"
Aku menarik napas dalam dan menyisir rambutku dengan tangan. Ini bukan pertama kalinya dia mengatakan hal seperti ini. Karena belakangan ini kami cukup sering bertengkar mengenai masalah kehadiran anak.
"Kita bahkan belum setahun menikah, Aeris."
"Belum setahun? Hanya kurang dua hari lagi sebelum ulang tahun pernikahan kita." dengusnya jengah sambil mendudukkan diri di tempat tidur. Menatapku tajam dengan sorot penuh amarah. "Itu artinya sudah setahun! Setahun dan kita belum memiliki anak! Tahun depan, aku sudah 30 tahun, Devan!" jeritnya dengan air mata mengalir.
Lagi-lagi aku harus melihatnya menangis karena pembicaraan ini. Padahal bagiku, tidak masalah sekalipun kami memiliki anak sekarang atau nanti. Karena bagiku, berdua pun sudah cukup. Aku bahagia bersama dengan Aeris. Tapi rupanya kebahagiaan Aeris adalah dengan hadirnya anak diantara kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
[4] My Lady [SUDAH DITERBITKAN]
Romance[CERITA SUDAH TERSEDIA DALAM BENTUK BUKU SEHINGGA SEBAGIAN BESAR BAB SUDAH DIHAPUS] Altair Julio Devan, lelaki yang nyaris sempurna, di usianya yang sudah menginjak 25 tahun belum pernah sekalipun merasakan cinta. Selama ini dia selalu berprinsip ti...