Ini adalah bonus story terakhir untuk My Lady.
Enjoy!
---
Aeris POV
Aku menghela napas panjang sambil mengurut pelipisku yang mendadak terasa nyeri, sambil mengucapkan kata-kata penenang agar aku tidak mengamuk saat ini juga. Aku bahkan tidak bisa mengingat lagi, berapa kali aku harus menginjakkan kaki di tempat ini karena terlalu seringnya.
Dan aku berjanji pada diriku sendiri, ini adalah terakhir kalinya. Karena setelah ini, Devanlah yang harus turun tangan sendiri menyelesaikan permasalahan berulang ini.
Dan untuk kesekian kalinya, aku kembali menghela napas lelah.
"Buang napasnya nafsu amat, Bun. Capek?" seru suara pemuda di sebelah kananku yang membuatku menarik napas dalam-dalam.
"Kamu itu ya, Dyo-" desisku sambil menatap wajah anak lelaki kami satu-satunya yang saat ini menyengir balik padaku.
"Aku kenapa, Bun? Cakep? Makasih," jawabnya yang membuatku menjewer kupingnya gemas. "Aduh, sakit, Bunda!!! Ini masih di sekolah kali, jangan bikin malu, Dyo!" protesnya sambil mengusap-usap kupingnya yang memerah.
"Bisa ga sih kamu ga bikin ulah terus di sekolah?" seruku tidak habis pikir.
Sejak kelas 2 SMP, Dyo selalu saja mencari perkara di sekolah. Yang boloslah, berantem dengan temanlah, melawan gurulah, dan hal lain yang membuatku menua dengan cepat karena stres.
Padahal dulu Dyo anak yang penurut, tapi, entah kenapa, sekarang dia selalu saja berulah.
"Kali ini kan bukan salah Dyo!" katanya membela diri sambil mengerucutkan bibir. "Ga liat nih muka anak Bunda yang tampan bonyok karena dihajar?" Dyo memperlihatkan pipi kanannya yang membiru dan bengkak karena bekas pukulan teman seangkatannya.
Kali ini, aku dipanggil memang bukan karena Dyo yang mencari masalah terlebih dulu. Dia dipanggil, karena temannya memukulnya ketika sedang istirahat. Tapi tetap saja Dyo punya andil kenapa temannya itu bisa memukulnya hingga seperti itu.
Apalagi kalau bukan soal wanita.
"Ya iyalah kamu digampar, pacar orang malah kamu rebut!" seruku gemas melihat anak lelakiku yang mendadak jadi playboy ini.
Dyo tersenyum miring sambil menggerak-gerakkan telunjuknya kepadaku. "No no no, Bunda salah. Aku ga pernah merebut pacar siapapun. Cewe itu yang ngebet sama aku. Jadi ga salah kan kalau aku ladeni keinginannya," katanya penuh percaya diri.
"Itu sama aja, anak pintar!" geramku begitu gemas. "Lagian anak masih bau kencur kaya kamu, bukannya belajar malah sibuk pacaran! Malu itu sama badan kerdil kamu!"
"Aku ga kerdil!" protesnya terlihat kesal. "Aku masih dalam masa pertumbuhan. Nanti juga tinggi kaya Ayah," elakknya yang membuatku tertawa.
Dia selalu marah kalau aku bilang kerdil. Padahal kenyataannya, di usia dia yang sudah 15 tahun, dia masih setinggi anak usia 13 tahun. Jauh dibandingkan tinggi teman-temannya yang lain.
"Amin, ya, Dyo! Semoga kamu kaya Ayah, bukan kaya Bunda," kataku sambil menyengir lebar yang membuat dia cemberut.
"Bunda ga asik! Mainannya fisik!"
Aku tertawa geli dan kemudian menggenggam tangannya. Awalnya Dyo menolak, karena aku tahu dia malu diperlakukan seperti ini oleh Bundanya saat kami masih berada di lingkungan sekolah, tapi pada akhirnya dia pun menyerah dan pasrah berjalan bersisian denganku sambil bergandengan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[4] My Lady [SUDAH DITERBITKAN]
Romance[CERITA SUDAH TERSEDIA DALAM BENTUK BUKU SEHINGGA SEBAGIAN BESAR BAB SUDAH DIHAPUS] Altair Julio Devan, lelaki yang nyaris sempurna, di usianya yang sudah menginjak 25 tahun belum pernah sekalipun merasakan cinta. Selama ini dia selalu berprinsip ti...