Hening

6.7K 244 20
                                    

Writen by @aletheakea

*Hening

Lelaki yang ada di hadapanku, yang sedang duduk sambil menatap fokus pada lembar kertas bertuliskan reaksi kimia dan bahasa obat-obatan lainnya, sama sekali tidak menjawabku.

"Ethan"

"Kau ingin makan apa?"

Hening...

"Et-han," ucapku mulai terdengar putus asa. Ingin rasanya mengeplak kepalanya yang ditutupi rambut pirang itu dengan panci penggorengan.

"Eh, apa ini?"

Bunyi kertas yang dibolak-balik mengisi keheningan diantara kami. Ethan masih berkutat pada kertas itu dengan ekspresi datar.

Sesak rasanya jika diacuhkan seperti ini. Lelaki itu benar-benar menyebalkan!

"Aku akan memasak ayam panggang untuk makan malam kita,"

Hening...

Apa aku sedang hidup di kuburan? Cukup sabar aku menghadapinya selama seminggu ini. Pria pendiam yang membuatku menelan ludah berkali-kali karena ketampanannya tapi juga mengumpat sesering mungkin karena sepertinya aku hidup bersama orang bisu ...dan tuli!

Sepertinya memang aku harus lebih bersabar lagi padanya. Aku mendesah berat lalu berpaling menuju dapur dengan perasaan dongkol.

Bunyi pisau yang memotong seledri mengisi keheningan yang selalu menjadi ciri khas rumah ini. Ah, maksudku rumah Ethan. Seandainya saja Ethan tahu bahwa kelakuannya membuatku tertekan, aku frustasi dengan sikap diamnya. Apa aku ini dia anggap batu nisan?

Alat pendengar yang menghubungkan telingaku dengan pemutar musik I-pod memperdengarkan lagu kesukaanku, sieze the day.

Saat mencapai refren, aku bernyanyi keras, berharap keheningan rumah ini pudar meski hanya aku yang memenuhinya. Memenuhi keheningan ini dengan teriakanku. Toh, tidak akan ada yang mendengar mengingat Ethan memiliki kondominium kelewat besar, mewah, dan yang terpenting -dan sepertinya dia menyukai itu- adalah jauh dari kebisingan.

Aku tidak peduli dia terganggu. Aku malah bersyukur dia terganggu dan setidaknya cap 'kuburan' di rumah ini luruh karena ocehan dan teriakanku.

Aku memasukkan beberapa rempah ke dalam panci yang berisi air yang sudah mendidih. "Sabar Lave, sabar...." aku mengelus dada dan kembali berkutat dengan bawang bombay dan bernyanyi.

"Seize the day or die regretting the time you lo--" suaraku terhenti dan berganti kekagetan luar biasa saat sebuah tangan menepuk bahuku.

Terkejut? Jelas! Pertama kalu aku merasa hidup bersama mahkluk hidup lain di rumah ini.

Aku menoleh dan menemukan Ethan menatapku datar. Tanpa babibu, Ethan menggeser tubuhku dan merebut pisau yang kugenggam. Dalam diam, Ethan mulai mengiris bawang bombay.

Keterkejutan belum berakhir saat Ethan membuka mulutnya dan bibir Ethan meliuk-liuk seperti berbicara.

Ini benar-benar Ethan, kan?

Ethan berbalik menatapku dengan tatapan dinginnya. Hah! Apalagi sekarang? Aku masih diam dalam keterkejutanku.

Tiba-tiba saja Ethan menangkup kedua pipiku dan melepas alat pendengar yang sedari tadi di telingaku.

"Kau tidak boleh pakai itu." Ethan memberi kesan bahwa dia peduli padaku. Dan itu kata-kata paling panjang yang pernah kudengar dari mulutnya yang kukira sudah karatan karena tidak pernah digunakan untuk berbicara.

"Kau ... Ethan ..., kan?" Heran? Terkejut? Pasti! Dia itu mayat! Mayat karena tidak pernah berbicara. Tapi sekkarang? Ya Tuhan suaranya benar-benar indah!

Annoying man everTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang