Written by : _mumu_
*Mr. Sandsack
From: Sandsack
Jangan lupa dandan yang cantik! Pokoknya aku nggak mau dipermalukan karena bar-bar style-mu di pesta nanti. Mau dikemanakan wajah tampan dan berkarishma-ku kalau sampai itu terjadi?
Cih! Lelaki ini memang narsis luar biasa. Walau dia tidak mengirim SMS dengan isi yang intinya mementingkan dirinya sendiri, aku tidak mungkin mempermalukan diri di pesta besar seperti besok. Bisa-bisa ayah akan memenggal kepalaku.
Ayah seorang pengusaha kuliner yang terkenal di negeri ini. Dengan restoran Itali di hampir seluruh pelosok kota-kota besar Indonesia, dan restoran Padang di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, restoran Padang beliau sudah berkunjung ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Brunai Darussalam.
Beliau sudah bertoleransi dengan membiarkanku berpakaian sesuka hati di hari biasa, tapi tidak untuk menghadiri pesta. Membiarkanku memperdalam karate dan hal lain yang berbau kegiatan lelaki, tapi tidak untuk perilaku ketika di pesta. Pesta merupakan tempat tabu untuk Arlen biasa, namun merupakan tempat istimewa untuk Arlen anak ayah.
Kulempar handphone Nocia keluaran 2006—yang selalu kupakai selain smartphone terbaru dari Tomato—ke atas kasur. Kemudian, membuka tas kertas berisikan gaun yang harus kupakai nanti malam. Gaun yang kubeli dengan uang si narsis yang memaksaku memperbaiki penampilan.
Aku rasa seharusnya dia yang memperbaiki penampilan. Penampilan pola pikirnya yang kaku, bahwa manusia hanya dinilai dari merek yang mereka pakai. Aku pastikan dia tidak pernah hidup susah. Bahkan, melawan perintah ibunya pun tidak mampu karena takut jatuh miskin.
Huh, sialan! Mengapa aku bisa berurusan dengan lelaki jenis ini? Tapi, ... dia sandsack yang baik. Meski begitu takut wajahnya kupukul sampai jelek, dia tidak mengeluh jika sasaranku hanya daerah tengah tubuh. Meski akan mengomel panjang lebar tentang wajah lebamnya karena tak sengaja tertendang olehku, dia tidak mengeluh akan punggung atau perut kerasnya yang biru-biru.
Sigh! Kalau tidak memikirkan sedikit kebaikan dalam dirinya, aku tidak akan rela pergi ke pesta bersamanya malam ini.
**
Aku mematut diri sekali lagi di depan cermin. Gaun korset di atas lutut; berwarna cream; berbahan polister begitu pas menempel di tubuh. Seluruh permukaan gaun diselubungi dengan bahan renda berwarna senada. Kain satin berkilau juga berwarna senada ditempatkan pada lingkar leher dan kedua lubang lengan. Terdapat zipper yang tersembunyi di bagian belakang. Kuputuskan penampilan ini sudah sangat bagus dan elegan.
Gaun ini kupadu dengan leather pumps berwarna kuning gading dengan heel glamour berwarna emas mengkilat. Terdapat tali melingkar di pergelangan kaki.
Terakhir, kugenggam clutch bag berwarna emas sebagai pemanis. Hanya clutch bag polos berbahan satin.
Aku tersenyum melihat penampilan eleganku malam ini. Akan kubuat si narsis itu tutup mulut sehingga takmampu menyuarakan komentar-komentar tajam menusuk yang berujung dengan memuji dirinya sendiri.
**
Aku yakin sekali dia terpana melihatku, tapi dia malah berkata, “Mengapa kamu nggak bilang kalau ternyata anak orang kaya?”
Aku hanya memutar bola mata, malas menanggapi. Aku butuh komentar tentang apa yang kupakai saat ini, bukan tentang aku anak siapa.
Well, jarang sekali ada yang tahu bahwa aku anak orang kaya. Terutama, aku selalu bergaya cuek dan selalu menggunakan Nocia keluaran 2006 favoritku. Tapi, aku tidak pernah menutupi apapun. Merekalah yang suka membuat kesimpulan sendiri dengan apa yang mereka lihat.
“Gaun itu cocok untukmu. Sesuai dengan yang kupakai. Setidaknya dari penampilan, tidak akan membuatku malu,” lanjutnya.
Begitulah! Lelaki ini manusia yang tidak peka dan menyebalkan; egois, juga mementingkan diri sendiri. Dan sialnya lelaki ini—seperti yang diketahui mamanya— adalah tunanganku.
Oke, tidak bisa kupungkiri malam ini dia berkali-lipat lebih tampan dari biasanya. Menggandengnya ke sebuah pesta tidak akan membuat malu. Mungkin, sebagian wanita akan menatap iri. Tapi, setidaknya dia bisa memberi pujian manis atas usahaku berdandan deminya.
“Kamu harus ingat jangan membuatku malu. Usahakan bersikap anggun di pesta nanti. Terus, jaga bicaramu. Dan ... bla-bla-bla .. bla-bla-bla ...”
Dia mengatakan itu sambil menggandeng tanganku menuju mobil. Benar-benar lelaki takromantis dan berhati dingin.
“Mama akan berada di sana juga. Seperti biasa, kita akan berlaku romantis di depan mama—walaupun itu berarti harus merelakan kecakepanku tercemar. Karena malam ini kamu sudah berpenampilan sesuai, kita boleh lebih mesra dari biasa.” Ini diucapkan ketika mobil telah melaju ke tempat acara.
“Ayahmu pengusaha terkenal juga, ya! Banyak sekali yang kenal denganmu.” Kalimat ini ketika beberapa rekan ayah—yang juga kenalan si narsis sialan ini—menyapaku.
“Wow! Bisa juga kamu berdansa. Apa ini karena berdansa denganku? Pasti kamu bangga banget bisa berdansa dengan pria sepertiku.” Kali ini kalimat ketika kami sudah berdansa di pesta.
Sumpah! Rasanya ingin kubanting saat ini juga. Kalau tidak memikirkan citra ayah di mata rekan bisnisnya yang banyak berada di sini, sudah kupastikan si narsis ini akan mengalami penganiayaan.
Aku tersenyum padanya. Senyum spesial khusus untuknya. Sepertinya dia lupa kalau besok jadwal latihan karate karena itu dia berani bertingkah. Tapi, lihat saja besok, dia akan mendapatkan balasannya.
-tamat-
KAMU SEDANG MEMBACA
Annoying man ever
General FictionCerita di sini adalah kumpulan flash fiction dari beberapa penulis tentang Annoying man ever atau cowok2 nyebelin lah intinya... Hahaa