Hari Kelima

7.8K 224 0
                                    

Hari ini upacara, aku sengaja datang terlambat supaya aku di hukum. Aku malas mengikuti upacara dan pelajaran matematika.

Sebenarnya niat ku untuk terlambat sudah hilang karena aku benar-benar malas ke sekolah.

Aku ingin menghilang, aku sama sekali tidak ingin bertemu dengannya.

Hari ini aku bolos, satu-satunya tempat yang aku ingin kunjungi adalah perpustakaan pusat kota.

Aku telah berada di perpustakaan kota selama 3 jam lamanya. Calvin datang menghampiriku.

Aku benar-benar mengacuhkannya, aku bertingkah kami tidak pernah saling kenal satu sama lain.

"Tolong maafkan aku." dia memohon. "Kau terlalu lancang, kau terlalu pikir aku gampang untuk dicium." jawab ku kasar.

"Tapi aku hanya mencium pipi mu. Apa itu salah? Aku menyayangimu." dia masih memohon.

"Sayang? Memang harus pakai cium? Kau tak menyayangiku, kau hanya ingin menjadikanku pelampiasan nafsu mu kan?" aku menentangnya.

"Itu tidak benar, jika ku hanya nafsu padamu dari awal aku akan melakukan yang macam-macam." dia mengelak.

"Lalu yang kemarin? Apa itu hal yang wajar!" aku berteriak.

"Hust, tolong kalian keluar." keamanan perpustakaan pusat kota mengusir kami.

"Hebat, aku hanya ingin melepas stress ku dan kau menganggu kebahagiaanku di tempat ini." aku berjalan keluar perpustakan.

Dia memegang tanganku, lalu memeluk ku. Aku melepas pelukannya dan segera memanggil taksi.

Aku tiba di rumah, dia menyusul ku dan menahanku di depan pintu rumah ku.

"Apa maumu!" aku masih membentaknya. "Maafkan aku." dia memohon.

"Kau keterlaluan! Tak pantas jadi pendidik!" aku meledak dan tanpa aku sadari air mataku menetes begitu saja.

Dia mengusap air mataku dan dia memegang pipi ku sehingga wajah kami sangat dekat.

Mata kami bertatapan, kini matanya berkaca-kaca. "Maaf telah membuatmu menangis. Maaf karena ketidak sopanan ku kemarin telah mencium pipi mu. Aku sungguh tak bermaksud apa-apa." kini air mata telah mengalir di kedua pipinya.

Hatiku tergores saat melihat air matanya terjatuh, aku merasa sangat bersalah.

Aku tak sanggup melihatnya memohon dan bahkan dia menangis hanya karena aku tidak memaafkannya.

Apa aku benar-benar telah mencintainya? Aku memeluknya erat. "Maaf aku kasar." kataku lembut.

"Dasar sir.Calvin cengeng." aku sengaja mengejeknya kali ini aku harus bisa membuatnya tertawa.

"Aku benar-benar tidak ingin kau seperti ini karena ku, aku benar-benar tidak sengaja melakukannya. Aku mencintaimu, Victoria. Tolong jangan marah dan menangis lagi. Itu akan membuatku terluka. Aku hanya ingin wajahmu satu ekspresi yaitu bahagia." dia memeluk ku erat dan mencium keningku.

Dia begitu tulus mengatakannya dan entah kenapa aku juga merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan sir Calvin.

Entah kenapa sekarang aku canggung dengannya maka dari itu aku memanggilnya sir Calvin.

Aku membalasnya dengan senyuman termanis ku, dia juga membalasnya. Akhirnya dia tersenyum, aku baru sadar bahwah dia mempunyai lesung pipi.

"Maafkan aku ya sir Calvin, aku yang tidak sopan padamu aku kan siswa." kataku dengan nada bersalah dan sedikit rasa takut.

"Di sekolah kau murid ku. Diluar sekolah kau pacarku." dia memberi penekanan pada kata pacarku.

Aku bingung mau menjawab apa dari yang di katakannya. Aku meninggalkannya dan masuk ke dalam rumah.

Aku melambaikan tanganku, dan aku rasa dia sudah mengerti maksudku. Dia juga melambaikan tangannya.

Hari yang melelahkan.

Moment With My TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang