6

9.3K 506 30
                                        

Marvin POV

Kuletakkan pantatku di atas sebuah kursi di depan sebuah meja panjang yang terletak di paling pojok perpustakaan sekolah. Aku sengaja pilih yang pojok-pojok agar bisa memejamkan mata sejenak jika aku mengantuk kebosanan. Aku paling benci membaca. Tapi Ray memaksaku ke tempat ini untuk mencari bahan makalah untuk tugas kami berdua. Aku terpaksa menurut daripada dia mengajakku ke taman atau tempat yang sepi lalu mulai melancarkan rayuannya lagi. Tidak, jangan sampai hal itu terjadi. Aku sudah mulai jengah mendengar gombalannya.

Perpustakaan terbilang masih lebih aman. Setidaknya di tempat ini masih ada ibu penjaga perpustakaan yang galaknya minta ampun, mengawasi gerak-gerik kami berdua. Dia tak bakal berbuat yang aneh-aneh.

Ray duduk di seberangku menghadap ke pintu utama perpustakaan, berjaga-jaga bila aku benar-benar ketiduran. Dia akan membangunkanku jika murid lain mulai menyerbu tempat ini karena jam sudah mendekati waktu istirahat.

Dia ingin mengajakku ke tempat lain menghindari keramaian. Dia takut jika para penggemarnya akan berkerumun dan mulai bertanya yang aneh-aneh karena dia tidak sedang mengenakan seragam sekolah sama sepertiku. Dia tampak seperti penggila image macam selebritis ibukota. Dia tentu tidak ingin terlihat dihukum bersama pecundang sepertiku. Karirnya sebagai murid populer perlahan bisa kandas jika terlalu banyak bergaul dengan murid payah sepertiku yang pasti dianggap penggemarnya menularkan aura negatif pada dirinya.

Namun Ray tetaplah penggombal sejati. Dia pandai berkelit. Dia menampik semua tuduhanku. Malah dia berkata tak ingin siapapun mengganggu waktu kebersamaan kami berdua yang jarang terjadi. How sweet! Nope, sama sekali tak ada manis-manisnya, yang ada malah terasa sepet di mata jika harus berkutat dengannya berduaan terus. Beda jika yang duduk menemaniku saat ini adalah Jessica, gadis cantik nan kalem, incaran terakhirku yang juga jatuh ke pelukan Ray. Bahkan mereka masih berstatus pacaran hingga saat ini. Sakit. Namun aku tidak dendam karena Jess berhak memilih siapa yang dicintainya. Aku tak ingin memaksakan cinta pada seseorang.

Ah, lebih baik aku melupakan kekalahan demi kekalahan yang harus aku tanggung gara-gara bocah mesum dihadapanku saat ini. Dia sukses membuatku jomblo hingga hari ini. Aku sangat jengkel namun tak bisa membencinya. Aku juga sedikit mulai suka dengan kehadirannya. Huh! Suka? Astaga, apa yang baru saja kupikirkan? Otakku pasti error. Tumben dia tidak protes dengan kenyataan itu. Mungkin lebih baik aku mulai mencari buku untuk segera kubaca, mengalihkan segala pikiranku yang mulai tak waras.

Jemariku mulai membolak-balik gelisah buku yang baru saja kuambil dari salah satu rak disana. Bahkan aku tidak tahu apa judul dari buku itu, terlebih lagi isinya. Tidak menarik. Aku hanya tertarik dengan covernya yang berwarna biru laut karena itu warna favoritku. Namun niat untuk membaca isi halamannya sama sekali tak terlintas di otakku.

Bosan. Aku sedikit mendongakkan wajahku, mengalihkan pandanganku dari buku yang terhampar di atas meja ke arah pria yang sedang duduk di depanku. Dia tersenyum-senyum tak jelas menatapku saat tatapan mata kami berdua bertemu. Sial, ternyata dia diam-diam memperhatikanku sedari tadi dalam kebisuannya sambil menopang dagunya dengan tangan kirinya.

Dasar palsu dan sok kerajinan. Kelihatannya saja menggondol begitu banyak buku dari rak hendak dibacanya. Pada awalnya kupikir untuk keperluan bahan menyusun tugas makalah kami berdua. Tapi nyatanya buku-buku itu hanya ditumpuk, tersusun rapi di atas meja sebagai hiasan pengganti vas bunga.

"Ray hentikan senyuman mesummu itu, segera kerjakan tugasnya!" Bisikku memerintahnya sebal sambil menjitak kepalanya.

"Aww...sakit Fin, iya-iya tenang saja pasti selesai, kamu tak usah khawatir my muffin!" Ray tetap bergeming, masih dalam posisi sama terus tersenyum menatapku, hanya kali ini terlihat tangan kanannya mengusap-usap kepalanya karena jitakanku.

Bukan Cinta Monyet (BoyxBoy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang