3

10K 633 25
                                        

Marvin POV

"Tutup mulutmu, Ray! Kamu jangan ke-GR-an...Sekarang enyahlah dari hadapanku!" ucapku ketus setelah otakku kembali berfungsi yang menolak kehadirannya.

Aku melanjutkan langkah kakiku berlari meninggalkan Ray yang berdiri tertegun setelah kusemprot barusan. Bagus! Dia tidak mengejarku.

Berbagai macam ejekan dan hinaan mulai terlontar dari mulut pedas para murid disana, menghujani langkah demi langkahku berlari di pinggiran lapangan itu. Aku berusaha menebalkan telingaku dan terus berlari mengabaikan suara-suara sumbang itu. Masa bodoh jika mereka mengataiku si pembuat onar, pengacau, atau apalah...Aku hanya ingin segera menyelesaikan hukumanku.

Di sisi lain lapangan itu, tampak Rio mengepalkan tangannya ke arahku sambil berteriak, "Semangat Vin..."

Aku membalas Rio dengan senyumanku. Dia satu-satunya orang yang peduli padaku saat ini, bahkan Ray yang tadi pagi jelas-jelas berkata ingin menjadikanku pacarnya seakan tidak memperdulikanku, masih tetap berdiri mematung di posisi yang sama saat aku meninggalkannya. Dia tidak berusaha memberiku motivasi di saat aku membutuhkan semangat, di tengah gunjingan dan hinaan teman-teman sekelasnya.

Hei...apa yang sedang kupikirkan? Apakah aku baru saja mengharapkan dia menyemangatiku? Tidak...aku tidak butuh perhatiannya.

Aku telah menyelesaikan satu putaran yang melelahkan hingga kembali ke posisi semula dimana Ray masih tetap berdiri disitu. Aku sedikit berbelok untuk menghindari bertabrakan dengannya sembari membuang mukaku tak ingin memandangnya. Sungguh diluar dugaanku, kali ini Ray mengikutiku dengan berlari di sampingku. Lagi-lagi aku dibuat kikuk oleh kehadirannya. Aku bimbang antara benci atau senang.

"Maaf, aku sengaja tak mengejarmu tadi...Aku takut kamu terlalu memforsir tenagamu berlari menghindariku yang berujung kamu akan kelelahan sebelum menyelesaikan hukumanmu," ucap Ray sambil menoleh ke arahku.

"Kamu tidak perlu minta maaf. Siapa yang memintamu untuk mengejar dan menemaniku berlari? Tidak ada, kan! Jadi sekarang berhentilah berlari disampingku, kamu menggangguku! Aku tidak mau mereka semakin mengolokku akibat kehadiranmu disini," balasku ketus tetap menatap lurus ke depan.

Aku ingin segera menambah kecepatan untuk berlari meninggalkannya. Tapi apa daya napasku sudah terengah-engah kelelahan, mungkin akibat terlalu banyak merokok. Langkah kakiku pun semakin melambat.

"Bagaimana jika aku memutuskan tetap berlari mengikutimu?" Ray menantang.

Aku menghentikan langkahku. Aku paling tidak suka ditantang.

"Apa susahnya bagimu untuk menjauh dariku, hah?" Aku menoleh ke arahnya, menatapnya tajam.

"Maaf, Vin...Kamu boleh memintaku melakukan apa saja, tapi kumohon jangan memintaku menjauh darimu." Dia terlihat serius dengan ucapannya.

Maaf Ray, aku terpaksa memberimu pelajaran bukan karena aku membencimu tapi aku ingin kamu menjauh dari kehidupanku. Aku tidak sedang emosi, hanya saja aku tidak siap menerima kehadiranmu di hidupku.

Bugghhh...!!!

Sebuah bogem mentah kulayangkan mendarat telak di pipinya. Ray yang tak siap dengan seranganku yang tiba-tiba, tumbang seketika tersungkur di lantai lapangan itu. Suasana pun mendadak menjadi ramai dan ricuh menyaksikan kejadian ini.

Ray tampak terduduk memegangi pipinya yang mungkin terasa nyeri sambil menatap nanar padaku heran, mengapa aku tiba-tiba memukulnya? Tatapan matanya seolah bertanya apa salahnya terhadapku.

"Itu untuk yang kau lakukan semalam padaku Ray, kita impas! Mulai sekarang, jangan pernah ganggu aku lagi!" ucapku dingin pada Ray. Mungkin dengan cara ini dia akan menjauh dari kehidupanku.

Bukan Cinta Monyet (BoyxBoy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang