Marvin POV
Kalian salah besar jika berpikir aku nelangsa karena Ray tak memilihku tapi malah menghampiri Arif, pacar homonya itu. No way! Aku baik-baik saja. Aku tak sedang merasa kecewa apalagi cemburu. Cuih...playboy mesum macam dia itu sama sekali tak layak mendapat perhatian dariku.
Kalau perlu dia mati saja sekalian biar kehidupanku tenang. Aku pasti bersyukur tak akan ada lagi yang menggangguku. Bahkan mungkin, aku bisa mulai mengencani cewek cantik di sekolah ini tanpa khawatir bakal ada yang merebutnya lagi. Aye!!!
Wah, hanya dengan membayangkan bila Ray tak ada lagi di sekitarku saja, sudah membuat perasaanku bahagia bukan kepalang. Apalagi jika hal itu sampai jadi sebuah kenyataan, aku pasti akan menggelar tumpengan 7 hari 7 malam sebagai ungkapan rasa syukurku terbebas dari teror si playboy mesum itu. Yihaaa......
......
......
......
Hmmmhhh.........
Aku menghela nafas panjang sambil mengeluarkan sebatang rokok beserta lighternya dari saku celanaku. Aku segera memantik lighter itu untuk membakar ujung rokok dan segera menghisapnya dalam-dalam. Aku langsung bisa merasakan hangatnya asap rokok tersebut menyapa paru-paruku sambil melempar pandangan mengamati bangunan gedung sekolah yang tampak berkilauan, bermandikan teriknya sinar matahari siang, dari posisiku berdiri saat ini di balkon paling atas gedung asramaku.
Aku lantas meletakkan kedua lenganku di atas tembok pembatas balkon yang hanya setinggi dadaku itu, sambil terus menikmati setiap hisapan nikotin yang tengah menjalari tubuhku. Ada sedikit rasa tenang yang menyelimuti pikiranku dari setiap kepulan asap yang terhembus dari mulutku.
Shit! Aku malas mengakuinya jika aku sedang berbohong. Aku sama sekali tidak baik-baik saja. Perasaanku kini malah bercampur aduk tak karuan. Bahkan, ini baru pertama kalinya aku merasakan hal yang aneh seperti ini.
Aku merasa kecewa ketika melihat si playboy mesum itu lebih memilih Arif ketimbang diriku. Tapi, bukankah seharusnya aku tak boleh protes ataupun iri hati? Ray sudah berbuat hal yang benar dan sepatutnya dia lakukan, dengan memilih Arif yang memang kekasihnya itu. Dibandingkan diriku yang bukan siapa-siapanya. Aku hanya seorang selingkuhan sekaligus korban perkosaannya.
Hatiku juga terasa sakit saat Ray menyuruhku meminta maaf pada Arif yang sudah menghinaku habis-habisan. Ray pasti begitu mencintai kekasih homonya itu hingga dia begitu membelanya dan mengesampingkan perasaanku.
Sial! Jika saja aku tak mengingat hutang budiku pada Ray yang sudah membelaku di depan guru BP kemarin, aku sudah pasti membungkam mulut busuk pacarnya itu dengan bogem mentahku.
Lalu dengan kenyataan seperti ini, apa Ray benar-benar serius dengan ucapannya yang mencintaiku dan ingin menjadikanku pacarnya?
Ah, kenapa aku jadi terkesan seperti orang yang sedang frustasi?
Fuck! Ada apa denganku? Aku tidak sedang cemburu, kan? Kenapa hatiku malah berharap dia lebih memilihku daripada si ketua OSIS busuk itu? Apa aku mulai suka padanya?
Oh man, please! Aku masih baru dua hari ini mengenal bocah norak itu, tapi mengapa aku sudah begitu menginginkan hubungan yang lebih dekat dengannya. Apa ini yang dinamakan sedang jatuh cinta? Tidak! Ini tidak mungkin terjadi padaku. Aku ini cowok straight bukan penyuka sesama jenis. Aku tidak mungkin jatuh cinta pada si playboy cabul itu.
Arghh...rasanya aku sudah mulai tak waras. Sebentar lagi pasti aku menjadi gila. Dan ini semua gara-gara ulah si playboy mesum dan kampungan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Cinta Monyet (BoyxBoy)
RomanceBagi kebanyakan orang masa SMA adalah masa monyet bercinta...namun aku bukanlah seekor monyet karena cintanya akan membekas selamanya di hatiku. "Aku sangat membencinya karena dia selalu memacari setiap cewek yang kuincar" --- Marvin Budiarto. "Aku...