BUS STOP

969 98 4
                                    

°Tinggalkan jejak ya setelah membaca^^
.
.
.
Hujan telah reda pada saat Bus Suho dan Chorong berhenti di Halte tujuan mereka. Langit yang tadinya terang pun telah berganti gelap. Bulan telah mengganti posisi matahari untuk menyinari malam hari yang dingin ini. Tampak Chorong yang terburu-buru turun dari Bus, Suho mengekor dibelakangnya. Tak mau menunggu lama, yeoja itupun segera berjalan menyusuri jalanan pedestrian, tanpa perduli dengan Suho yang masih mengekor dibelakangnya.

Dari arah belakang, Suho mendapati gadis itu tengah melepaskan ransel dari punggungnya. Membukanya, kemudian mengambil sesuatu dari dalam sana.

"Ponsel dan earphone" Gumam Suho dari kejauhan.

Selanjutnya Ia melihat Chorong yang kembali memakai ranselnya. Menancapkan ujung earphone pada ponsel lalu memakaikan earphone itu pada kedua telinganya.

Tersenyum.

Lagi-lagi senyuman kecil terukir indah pada bibir Suho.

***

"Apa kau seorang stalker?"

Langkah Suho mendadak terhenti.

Chorong berbalik dan mangarahkan tatapan dingin pada Namja yang sekarang sedang berdriri tidak jauh dihadapannya.

"Pulanglah. Aku bukan seorang anak kecil yang meminta diantarkan pulang sampai ke rumah olehmu."

"Ne?"

"Gumanhae!" Suho tercengang mendengar Ucapan tegas yang keluar dari bibir yeoja itu. "Berhenti melakukan hal bodoh ini. Aku benar-benar membencinya. Jangan karena aku tadi sempat baik padamu, jadi kau menganggap itu sebagai.." Ucapan Chorong terhenti. Dipandangnya ekspresi Suho yang sekarang telah berubah. "Ahh.. sudahlah. Pulanglah. Kau sungguh menggangguku." Selesai menyelesaikan ucapannya, Chorong segera berlari dan menghilang dari sana. Suho hanya bisa terdiam dan memandang bayangan Chorong yang telah menghilang di belokan jalan.

"Apa dia punya masalah?" Tanya Suho entah pertanyaan itu ditujukan untuk siapa.
"Hoohh.." Hanya desahan berat yang keluar saat ia mulai melangkahkan kakinya lagi. Kali ini bukan untuk mengikuti Chorong. Melainkan untuk menghantarnya pulang ke rumah.

***

Rumah sederhana bercat cream. Itulah pandangan pertama yang didapati Chorong saat melangkahkan kakinya di anak tangga terakhir paling atas.

Tik..Tik..Tik..

Chorong merasa pipinya basah. Ia mendongak menatap langit malam yang semakin gelap. Tik.. lagi-lagi ada air yang menetes jatuh membasahi wajahnya.

"Rain."

Tanpa menunggu lama, akhirnya yeoja itu segera berlari kecil menuju pintu rumahnya. Membukanya dengan kunci cadangan dan masuk kedalam sana.

Hancur. Berantakan dimana-mana. Panorama itulah yang didapatinya saat langkahnya masuk ke dalam rumah. Botol-botol alkohol berserakan dimana-mana. Bekas bungkusan snack dibuang begitu saja. Mangkok dan piring diberantakin begitu saja di atas lantai rumah. Dan tampak seorang namja tengah tertidur di atas sofa dengan posisi lain dari pada yang lain.

Suasana rumah seperti itu tak membuat yeoja berumur 18 tahun itu terkejut lagi. Itu merupakan keadaan seperti biasa yang sudah dirasakannya selama 13 tahun hidup dirumah ini dengan seorang namja yang ia panggil Ayah. Sebenarnya itu bukan Ayah Kandungnya. Tetapi Ayah angkat yang sejak kecil mengadopsinya dari panti asuhan.

"Hohh.."

Hanya desahan berat yang mampu menjelaskan suasana hatinya kala itu. Chorong tak perduli dengan apa yang sedang terjadi di rumah itu. Ia merogoh kunci kamar dari saku rok seragamnya dan langsung menuju kamar kecil yang berada di pojok kanan ruangan yang sedang ditempati ayahnya itu.

Chorong masuk dan mengunci kamarnya dari dalam. Melempar Ransel ke atas ranjangnya dan ikut membaringkan tubuhnya disana. Beberapa menit kemudian ia beranjak bangun dan berjalan ke arah jendela. Hujan malam itu sangat deras. Sampai-sampai dengkuran ayahnya yang biasa terdengar sangat keras pun tak terdengar olehnya sama sekali. Chorong membuka gorden putih dihadapannya. Memandang keluar jendela yang terkunci rapat. Chorong menatap nanar pada kaca jendela yang tampak buram akibat tertutupi embun. Chorong terduduk beralaskan lantai kamar dan menyandarkan bahu serta kepalanya pada kaca jendela. Ia sepenuhnya menangis ketika orang-orang berkata bahwa hujan itu romantis. Baginya, hujan merupakan cerminan kesedihan. Awan bersedih dan langit menangis. Belum lagi jika ada petir, itu menakutkan.

Hujan itu menyusahkan, pikirnya sambil menyatukan kedua kakinya kemudian memeluknya

Tiba-tiba Chorong teringat wajah seseorang. Seorang namja.

"Namja itu.."

Chorong mengangkat tangan kanannya. Mendekatkannya pada Kaca Jendela, dan membuat sebuah ukiran disana. Sebuah tulisan nama seseorang.

BUS STOP [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang