James menepikan mobilnya, mengetikkan sesuatu kepada kedua temannya lalu menjalankan mobilnya kembali.
Cassie yang belum tau jalan di kota tempat tinggal barunya, tidak berbicara apapun, ia hanya memainkan ujung roknya. Mobil yang sedang di tumpangi Cassie berhenti untuk kedua kalinya, untuk kali ini Cassie mendongakkan kepalanya.
Hal pertama yang dilihatnya adalah deretan mobil dan ruangan gelap, hanya di penuhi beberapa penerangan. Seketika, ia tersentak.
Ia melototkan matanya. "Berhenti!" jerit Cassie yang membuat James kaget, untungnya ia masih bisa mengendalikan diri.
James mengusap telinganya yang terasa berdengung karena jeritan Cassie. Jika ada perlombaan suara yang paling keras, ia yakin Cassie akan menjadi pemenangnya. "Ada apa sih?"
Cassie mendengus, "Kenapa, ada apa sih? Kamu kenapa bawa aku kesini? Kan janjinya antarin aku pulang aja, kenapa jadi kesini? Kamu sadar ga sih kamu nyebelin?" dalam satu tarikan nafas, Cassie berhasil mencetuskan apa yang ada dipikirannya. James menaikkan ujung bibirnya dan alis matanya.
"Aku kira, kau tidak bisa marah."
"Semua orang bisa marah! Bukan hanya aku saja." bentak Cassie untuk kedua kalinya, bisakah pria ini berhenti untuk menjadi orang yang menyebalkan?
"Kau ikut aku saja, aku akan mentraktirmu makan."
Cassie menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak, aku tidak mau makan."
"Kalau begitu temani aku."
Untuk kesekian kalinya, Cassie merasa lelah dengan permainan James. Kenapa pria ini selalu menganggu hidupnya?
*
Sore sudah berganti malam, saat James memutar mobilnya ke arah kiri untuk memasuki komplek rumah Cassie.Cassie melepaskan seat belt yang melekat di tubuhnya lalu membuka pintu tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Tetapi, sepertinya ia memang tidak bisa tenang saat berhadapan dengan James.
"Cassie." jeritan pertama, ia pura-pura tidak mendengar.
"Cassie." jeritan kedua, ia tetap menjalankan kakinya untuk memasuki rumahnya.
"Cassie!" jeritan ketiga, pergelangan tangannya sudah di genggam James. Ia memutar tubuhnya dengan ragu, dengan pelan ia mendongakkan kepalanya.
Ia memang tidak begitu pendek, termasuk normal tetapi saat ia berhadapan dengan James, tingginya hanya sebahu James.
Cassie mengambil satu langkah ke belakang karena posisinya yang terlalu dekat dengan James, tetapi James memajukan satu langkah ke depan. Cassie memutar kepala, menghadap sebelah kiri, menghirup nafas sebentar lalu menghadap James yang di depannya.
James menjepitkan rambut Cassie ke belakang telinga, mencium dahi Cassie yang membuat mata Cassie membesar seketika. Dengan spontan, Cassie menghapus jejak ciuman yang kasat mata dengan mengusap dahinya.
James menaikkan ujung bibirnya, tersenyum melihat gadis polos di depannya, belum lagi rona merah yang menghiasi kedua pipi gadis itu. Ia mengusap pipi Cassie dengan pelan, membuat Cassie memberhentikan aksi mengusap dahinya.
"Selamat tidur, aku pulang yah?" Cassie yang masih tercenung di tempat, menganggukan kepala dengan ragu.
Sebenarnya ia harus marah karena perbuatan lancang pria di depannya, tetapi ia tidak bisa. Tidak akan pernah bisa.
Ia masih tercenung di depan rumah, sembari menatap mobil James yang keluar dari perumahannya.
Seketika, memori masa lalu berkelebat di dalam pikirannya. Memori yang dengan susah payah ia lupakan tapi ia ingat kembali karena pria itu.
Pria menyebalkan itu.
*
Cassie menggigit bibirnya dengan pelan, berdoa dalam hati agar taxi yang di panggilnya segera datang. Terlalu larut untuk seorang gadis berada di sekolah pada sore hari menjelang malam.
Jantungnya berdetak dengan cepat, ketika ada sebuah sedan memasuki lingkungan sekolah. Ia takut diculik, konyol memang tetapi itu mungkin saja terjadi kan?
Taxi yang di pesannya, belum juga sampai setelah beberapa jam yang lalu ia menunggu. Untuk kesekian kalinya, ia memiliki keinginan untuk memiliki mobil pribadi. Jika ia memiliki mobil pribadi, ia tidak perlu untuk menunggu taxi yang tidak kunjung datang.
Seorang pria turun dari sedan berwarna putih, mencari satpam untuk menanyakan kunci ruang kelas. Tetapi berhenti saat pandangannya melihat seorang gadis familiar sedang duduk di bangku sekolah, ia menjalankan kaki untuk menghampiri gadis yang sedang menatap sepatu converse-nya.
Cassie mendongakkan kepala saat melihat sepatu pria di hadapan sepatunya. Seketika, ia bernafas lega, ia kira pria di depannya adalah pria sembarang yang ia tidak kenal.
"Kenapa belum pulang?" tanya Austin dengan pandangan bingung, gadis ini sedang dekat dengan James tetapi kenapa sahabatnya tidak menjemput gadis ini pulang?
Sebelum Cassie sempat menjawab, Austin menanyakan hal yang membuat kerutan di dahi Cassie. "James tidak mengantarmu tadi?"
"Taxi yang ku pesan tidak kunjung datang." jawab Cassie pelan, ia menghiraukan pertanyaan kedua. Ia tidak ada hubungan apapun dengan James yang mengharuskan James mengantarnya pulang atau bahkan sekedar mencium dahinya.
Menyebalkan. Ia jadi teringat apa yang dilakukan James semalam.
"Tunggu sebentar, aku harus mengambil barang yang ketinggalan."
Cassie menatap sosok Austin dari jauh, mendesah lega untuk kedua kalinya, secara tidak langsung Austin akan menjemputnya pulang bukan? Hanya untuk hari ini ia akan menerima ajakan pria, daripada ia berdiam diri sambil menuggu taxi yang tidak kunjung datang lebih baik ia mengiyakan tawaran Austin yang secara tidak langsung ia sampaikan
Beberapa menit kemudian, Austin datang dengan sebuah baju di genggaman. "Ayo." ajak Austin, firasat Cassie mengatakan bahwa Austin tidak sama seperti James yang suka bertindak semena-mena, ia lebih sopan dari kedua temannya. Itu hal pertama yang tercetus dari pikirannya saat kemarin mereka menghampirinya dengan James.
Austin membuka pintu mobil untuk mempersilahkan Cassie masuk, Cassie tersenyum tipis sebentar lalu memasuki mobil.
Mobil yang di kendarai Austin keluar dari gerbang sekolah. Bunyi yang berasal dari ponsel Austin memecahkan kesunyian. "Iya sebentar, aku ada urusan."
Setelah Austin memutuskan sambungan telepon, Cassie menatap Austin dengan pandangan bingung sedangkan yang ditatap hanya menyimpulkan sebuah kalimat. "Aku ada rencana untuk bermain sepak bola dengan mereka, kamu mau lihat?"
"Mereka? Siapa?" tanya Cassie.
"Teman-temanku, kalau memang mau aku akan mengantarmu pulang dulu untuk bersiap-siap setelah itu kita akan kesana." jawab Austin dengan enteng.
Setelah berpikir berulang kali, Cassie menganggukan kepalanya. "Boleh."
Tidak ada tugas yang harus di kerjakannya, lebih baik iya mengiyakan ajakan Austin untuk kedua kalinya.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
A little secret
RomanceJika masa lalu menganggu masa depanmu, apa yang akan kamu lakukan? Menghindar atau menghadapi masa lalu?