Part 3

15.9K 745 9
                                    


Nasha's POV
Hari ini aku mengajak Nathan untuk pulang kerumah. Hari ini tepat seminggu setelah ia sadar dari komanya di rumah sakit.

Setelah dokter menyatakan bahwa kondisinya baik-baik saja dan diperbolehkan pulang, aku langsung membawanya pulang ke rumahku.

Awalnya aku bingung ia haris tinggal dimana, tapi saat tak ada solusi apapun yang kudapatkan, akhirnya aku memebawanya pulang kerumahku. Tak mungkin juga aku harus membuangnya kejalanan disaat kondisinya seperti ini. Itu namanya tak berperikemanusiaan.

Aku mengajaknya menaiki taksi hari ini. Biar tidak terlalu repot karena aku mengajaknya. Biasanya kalau aku sendirian, aku akan naik angkot saja. Ya walaupun sampai dua kali ganti angkot.
Tidak apa-apa biar sedikit lebih hemat.

Tidak terasa kami kami sudah sampai didepan pagar rumah yang halaman depannya tidak terlalu luas. Ya, itu rumah kami, rumahku dan orangtuaku. Rumah yang penuh dengan kehangatan dan kasih sayang saat ibu dan ayah masih hidup.

"Terimakasih, Pak." ucapku setelah membayar argo taksi yang kami naiki.

"Sama-sama, neng." ujar supir taksi itu dengan senyum tulusnya.

"Nathan, ayo kita masuk." ajakku pada Nathan yang berdiri didepan pintu pagar seperti orang bodoh.

Dia mengikuti langkahku saat aku memegang pergelangan tangannya mengiringnya masuk kedalam rumah dengan hati-hati.

Setelah membuka kunci pmtu masuk dan masuk ke rumah. Tidak terasa air mataku menetes dengan sendirinya. Tiba-tiba saja rasa sedih itu hadir lagi meliputiku saat membuka pintu rumah ini. Banyak kenangan yang ditinggalkan orangtuaku disini sejak aku kecil hingga setua ini.

Setelah hampir tiga minggu lamanya aku melupakan kesedihan ini karena sibuk menunggu Nathan dirumah sakit, sekarang rasa sepi itu hadir lagi.
Walaupun sekarang Nathan ada disampingku.

"Ibu.. Ayah.. hikss.." aku terisak pelan. Mengingat kenangan-kenangan manis dan pahit saat aku bersama ayah dan ibu dirumah ini.

"Na..Na-... Nasha..." ucap Nathan terbata-bata disampingku dengan wajah polosnya yang penasaran.

Kalian penasaran kenapa Nathan bisa bicara?
Tentu saja Nathan bisa bicara.
Dia itu manusia.

Sejak seminggu yang lalu setelah Nathan sadar, aku selalu mengajaknya berbicara hal-hal yang juga menurutku konyol.

Bagaimana tidak, aku selalu bertanya padanya tentang dirinya, keluarga, dan orang-orang terdekatnya. Yang selalu ia jawab dengan mengulang kata-kataku kadang kedipan mata mata beberapa kali-yang membuatnya terlihat lucu-kadang juga menganga tidak jelas dan kebingungan.

Tapi sekarang ia sudah tahu namaku dan dia sudah mampu mengingat beberapa kata dan kalimat yang aku ajarkan padanya. Karena saat aku selalu berbicara omong kosong kepada Nathan, dokter-lelaki tua-yang sering memeriksa keadaan Nathan itu menegurku. Ia bilang bahwa aku harus berbicara lembut kepada Nathan dan harus mengajari dia seperti anak kecil dari awal lagi.
Garis bawahi itu, demi Tuhan! Dari.awal.lagi.

"Na... sha..." panggil Nathan lagi dan membuatku sedikit terkejut.

"Ia, Nathan. Nasha nggak pa-pa." Ucapku pelan. Aku tahu sekarang dikepala Nathan pasti tersimpan banyak sekali pertanyaan-pertanyaan bodoh dan ia tidak mampu mengungkapkannya.

"Nathan duduk dulu ya, Nasha mau beres-beres dulu." Aku tidak peduli jika Nathan mengerti atau tidak dengan apa yang kukatakan. Yang pasti aku akan membereskan rumah ini dulu.

Nathan menurut saja saat aku membawanya tempat duduk yang ada diruang tengah.

-----

"Ughh.. Cape banget.." keluhku sambil mengelap keringat yang menetes didahiku.

BIG BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang