Bab 8

14.1K 729 184
                                    

Hari sudah beranjak sore saat aku memutuskan untuk pulang dari apartement Lia. Hampir seharian aku berada di apartementnya untuk berdiskusi bagaimana caranya kami mengembalikan Nathan pada keluarganya.

Ada rasa tidak rela dalam diriku mengembalikan Nathan secepat ini. Aku masih ingin berlama-lama bersama Nathan. Tapi semua harus kulakukan demi kebaikan Nathan sendiri.

Jadi, aku memutuskan bahwa inilah yang terbaik untuk kami. Aku ingin ia bahagia bisa kembali lagi bersama orangtuanya.

Dan tentang pernikahan kami, aku tidak akan melepaskannya. Aku tidak akn melepasjan Nathan begitu saja. Katakan aku egois. Siapa tahu saja mungkin suatu hari nanti aku mempunyai sedikit nyali untuk menemuinya.
Imajinasiku terlalu berlebihan.

Ketika pulang ke rumah aku membuka pintu dengan perlahan. Rumah terlihat bersih dan rapi. Seperti tanpa penghuni setiap harinya.

Setelah melepas sepatu, aku berjalan menuju kamar--kamarku dan Nathan. Dengan sedikit tidak fokus, aku berjalan sambil menunduk menuju kamar mandi. Dan sesuatu yang keras terasa menabrak kepalaku hingga terasa sakit.

Sial!
Kepalaku berdenyut sakit. Sebentar lagi dahiku pasti akan memar. Lalu meninggalkan bekas kemerahan dan sedikit membiru disananya. Ini akan terlihat memalukan jika seseorang melihat apa yang terjadi dengan dahiku.

"Nasha, kenapa kau menabrak dinding?" Yeah, benar-benar memalukan. Aku menoleh kearah sumber suara yang berasal dari arah pintu kamar mandi.

Aku hanya diam menahan malu tanpa bisa menjawab. Nathan pasti telah melihat pertunjukan sialan ini.

"Nasha, apa kau baik-baik saja?" Ada nada kekhawatiran dalam suarany.

"Aku... baik-baik saja." Jawabku malu-malu.

Nathan masih berdiri disana. Bertelanjang dada dengan handuk melilit dari pinggul sampai kebawah lutut. Terlihat menggiurkan dengan air yang masih menetes dari rambut basahnya. Perut sixpack-nya tanpa tahu malu menampakkan diri dan wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang khas, terlihat dari keningnya yang berkerut menatapku intens.
Demi Dewa, ia sangat... panas.

"Aku harus mandi." Aku menunjuk arah pintu kamar mandi dengan jari telunjuk sehingga Nathan bergeser memberiku ruang untuk masuk.

"Baiklah."

***

Jantungku berpacu hebat saat sudah berada di kamar mandi dengan pintu tertutup rapat. Entah karena adrenalinku yang berpacu karena telah menabrak dinding atau karena telah melihat Nathan berdiri dengan sangat menggoda dihadapanku tadi.

Atau mungkin karena malu, dipergoki tengah melakukan pertunjukkan konyol dihadapan orang yang sangat tidak ingin kuperlihatkan kekonyolanku padanya.

Kakiku membawaku melangkah kearah wastafel. Aku membuka keran air, lalu membasuh wajahku supaya sedikit lebih segar. Sengatan didahi membuatku menghentikan aktifitas yang sedang kulakukan. Lalu mataku memandang kearah cermin besar disana.

Dahiku terlihat mengerikan. Dengan memar berwarna merah kebiruan tepat ditengah-tengah. Entah ejekan seperti apa yang akan kuterima dari Emma besok.

Akhirnya aku mengabaikan hal tersebut dan memutuskan untuk mandi dengan cepat.

Ketika aku keluar dari kamar mandi, aku tidak melihat Nathan dikamar. Mungkin diruang depan. Syukurlah dia sudah keluar karena aku hanya mengenakan handuk saja yang melilit tubuhku sekarang. Tidak terbayang betapa malunya aku jika Nathan masih berada disini. Selain karena pertunjukan tadi, aku sedikit merasa panas jika Nathan melihatku seperti ini.

Akh!
Sebuah erangan kesakitan dari arah depan mengagetkan diriku seketika. Tanpa berpikir panjang aku berlari kearah suara. Ketika sudah sampai, kulihat Nathan disana duduk disalah satu bangku panjang sedang memegang kepalanya. Ekspresinya terlihat kesakitan dan menderita.

"Nathan, ada apa?" Tanyaku setengah panik. Berjalan cepat meneliti raut wajahnya.

"Kepalaku sakit banget, Nasha." Jawabnya sambil masih terus memegang kepala. Bahkan rambut-rambut cokelatnya ditarik  keras oleh tangannya.

Aku makin panik mendengar jawaban tersebut. Lalu berjalan semakin mendekat kepadanya. "Sakit banget, ya?"

Pertanyaan macam apa itu? Jelas-jelas Nathan terlihat sangat menderita, bahkan keringat dingin menetes dari dahinya.

"Kita ke rumah sakit sekarang." Aku mengambil lengan Nathan, mencoba membimbingnya untuk keluar rumah.

Dengan masih memegang kepala ia melepaskan diri dariku lalu menatapku dari atas kebawah dengan ekspresi tidak suka, "Nasha, pake baju dulu."

Seketika itu juga aku langsung memandang kearah tubuhku, menatap dari atas sampai bawah seperti yang Nathan lakukan tadi. Sangat tidak sopan!

Tertanya kepanikan dapat membuat seseorang bisa lupa diri sendiri. Entah itu ekspresi, penampilan dan lain sebagianya.

"Ehm," Aku berdehem sebentar untuk menghilangkan rasa tercekat tenggorokan, "kalau gitu aku pakai baju dulu, ya." Buru-buru aku masuk kedalam kamar, setengah berlari tentunya.

**

Setelah keluar kamar dengan sedikit merapikan penampilan aku keluar dari kamar. Dengan menenteng dompet ditangan kanan, aku keluar dari kamar secara tergesa-gesa.

"Nathan, ayo berangkat!"

Aku memanggilnya tanpa memandang kearah Nathan sambil berusaha mengenakan sepatu.

Hening.
Tak terdengar suara apapun dari Nathan.

"Nathan...," aku memanggil lagi masih tidak menoleh. Masih hening.

Kepalaku dengan cepat menoleh kearah tempat duduk tempat Nathan duduk tadi. Lalu aku melihatnya, terbaring disana tanpa pergerakan sedikitpun. Apa dia baik-baik saja?

Aku mengabaikan sepatu yang tadinya ingin kupasang, Nathan lebih menarik perhatianku. Kakiku melangkah pelan kearahnya. Kulihat Nathan sedang terbaring dibangku panjang tempatnya duduk sebelum aku masuk ke kamar.

"Nathan...," aku mencoba memanggilnya lagi. Kali ini dengan suara lirih penuh ketakutan.

Tapi ia hanya diam, kaku tak menunjukkan reaksi apapun. Apakah ia pingsan? Seketika aku menyesali tindakkanku yang terlalu lama memakai pakaian mungkin saja terlalu lalu lama dan Nathan sudah tidak sanggup menahan sakitnya lagi.

###

Editnya nanti aja..

hilkiadara

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 02, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BIG BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang