Gadis itu masih tertunduk, memandang ujung gamis yang dikenakannya. Tangannya yang gemetar memilin ujung jilbab merah mudanya. Hatinya bergemuruh, menimang rasa yang berkecamuk. Meraba kisah selanjutnya dalam hidupnya.
"Bagaimana Salsa, apakah kamu menerima lamaran Nak Ayyas?" tanya ayah dari gadis itu.
Semua mata tertuju pada gadis itu, yang dipanggil dengan nama Salsa. Hanya sepasang mata yang enggan memandang Salsa. Mata milik Ayyas yang tak mampu hanya untuk sekedar memandang gadis cantik di hadapannya itu. Dia terlalu takut. Takut akan dosa pada pandangan pertama.
Salsa masih terdiam, dengan segala kebisuan yang membungkam mulutnya. Pikirannya masih berkelana. Menimang keputusan yang ada digenggamannya.
***
Hari masih pagi, embun masih enggan meninggalkan dedaunan. Matahari masih malu-malu menampakkan dirinya. Bahkan rembulan tetap setia menunggu di singgasana langit. Salsa sibuk membantu ibunya memasak di dapur. Senyum senantiasa menghiasi bibir mungilnya. Harapan baru di pagi hari menjadi semangat jiwanya.
"Bu, siang ini Salsa mau keluar. Ada acara dengan teman-teman di kampus."
"Bukannya ini hari sabtu nduk? Biasanya kan kamu ndak kuliah."
"Iya bu, tapi Salsa ada janji dengan teman. Salsa kan ndak enak kalau ingkar janji bu," Salsa kian merajuk, dirangkulnya tubuh ibunya.
"Terserah kamu saja. Yang penting pulang--"
"Sebelum maghrib," potong Salsa.
Ibu hanya tersenyum dengan kelakuan anak gadisnya ini. Dibelainya rambut hitam anaknya itu.
"Inget lho ya, sebelum maghrib. Soalnya nanti ada tamu."
"Tamu? Siapa bu?"
"Temannya bapakmu. Lebih tepatnya teman dekat bapakmu."
Salsa terdiam. Sebegitu pentingnyakah tamu bapaknya itu. Sampai-sampai dia harus ada di rumah ketika tamu itu datang.
***
Setelah cukup lama mematut diri di depan cermin, Salsa masih enggan untuk keluar kamar. Dia masih dilanda kebingungan dengan sikap orang tuanya. Malam ini ibunya memaksanya untuk mengenakan sebuah gamis merah muda lengkap dengan kerudungnya. Padahal selama ini dia tak pernah memakai gamis. Salsa lebih suka memakai celana, yang menurutnya lebih fleksibel.
"Kok masih di dalam nduk? Sebentar lagi tamunya datang. Kamu sudah siap kan?" tanya ibunya yang datang ke kamarnya.
"Memangnya siapa sih bu, tamu kita malam ini?" tanya Salsa dengan raut penasarannya.
"Teman baik bapakmu," jawab ibunya sambil tersenyum.
"Iya Salsa juga tahu, tapi ada apa dengan tamunya bapak itu. Kenapa Salsa harus ikut menemui? Pakai baju beginian juga." Dipasangnya muka cemberut di wajah cantiknya itu.
"Nanti kamu juga tahu."
"Ayolah, Bu, bilang sama Salsa kenapa?"
"Kamu ini, selalu saja bikin ibu ndak bisa kalau tidak nurutin kamu," kata ibunya sambil terkekeh.
"Jadi?"
"Tamu bapakmu yang ini memang spesial. Karena mereka datang untuk melamarmu."
Seketika wajah Salsa memerah. Dia tidak sedang tersipu, melainkan menahan emosi yang tiba-tiba datang. Salsa terdiam sejenak memikirkan suatu hal.
"Tapi bu, kenapa tidak bilang dari awal? Salsa belum siap bu."
"Ibu ngerti nduk. Tapi percayalah ini demi kebaikan kamu. Teman bapakmu ini sangat baik dengan keluarga kita. Dia pasti mau menunggumu sampai kamu siap."
"Ibu yakin?" Salsa meminta kepastian pada ibunya.
Ibunya hanya mengangguk, di peluknya anak gadisnya ini.
"Jangan kecewakan bapakmu, Salsa," bisik ibunya.
****
Repost aja ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hikayat Salsabilah
Spiritual(REPOST) NOVELLET. "Ketika takdir yang tak kau inginkan harus kau jalani. Menghabiskan sisa perjalanan hidupmu bersama dengan seseorang yang sama sekali tidak kau kenali. Apa yang akan kau lakukan? Sementara hatimu telah bertepi di dermaga orang la...