Part 2

1.5K 116 12
                                    


Gerimis perlahan turun membasahi tanah, semerbak aromanya menghunus hidung. Salsa masih tenggelam dalam derai air mata yang membasahi pipinya. Mengurai apa yang telah terjadi beberapa jam yang lalu. Ditenggelamkannya wajah sendunya pada boneka doraemon kesayangannya.

Sesekali terdengar sesenggukan kecil dari bibirnya. Hatinya resah, setengah menyesali keputusan yang telah dia ambil. Namun dia tak mungkin mengingkari janjinya. Juga tak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, yang teramat dia sayangi.

******

Salsa masih menunduk menekuni ujung jilbabnya. Semua keputusan ada di tangannya. Apa yang dia putuskan akan menentukan garis hidup yang akan dilaluinya.

Semua mata masih memandang penuh harap kepada Salsa. Menanti sebuah jawaban dari bibirnya.

Perlahan Salsa menarik napas dalam, mencoba menghilangkan gundah yang menggelayuti dadanya. Salsa teringat pesan ibunya, ragu dia mengangkat wajahnya, memandang wajah kedua orang tuanya.

"Jika kedua orang tua saya telah merestui mas Ayyas untuk menjadi pendamping saya, maka saya akan menerima lamaran ini."

Jantung Salsa berdegup kencang ketika kalimat itu akhirnya keluar dari bibirnya. Wajahnya kembali tertunduk, menahan air mata yang siap meluncur.

Seulas senyum merekah dari wajah orang-orang yang telah menanti jawaban dari Salsa. Tak terkecuali Ayyas yang masih tak percaya akan keputusan gadis di hadapannya ini. Jantungnya berdetak lebih cepat, baginya dunia seakan berhenti berputar saat itu juga.

"Lalu kapan akad nikah akan dilangsungkan?" tanya pak Arif, bapak dari Ayyas.

"Lebih cepat lebih baik, biar tidak jadi fitnah." Pak Lutfi, bapak dari Salsa menjawab pertanyaan temannya itu.

"Kalau menurut nak Ayyas bagaimana?" tanya pak Lutfi kemudian.

Ayyas terkejut dengan pertanyaan dari calon mertuanya itu. Jantungnya masih berdetak tak karuan ketika Salsa menerima lamaran orang tuanya. Kini dia harus ikut memutuskan rencana akad nikahnya juga.

"Terserah dengan bapak dan ibu saja. Bagaimana baiknya, saya menurut saja."

"Kalau kamu nduk?" Tanya pak Lutfi kepada Salsa.

Salsa berpikir sejenak.

"Salsa juga terserah ayah dan ibu saja. Tapi Salsa juga ingin punya waktu untuk mengenal calon suami Salsa. Ini sangat mendadak sekali, Salsa butuh waktu."

Semua kembali terdiam. Mungkin Salsa benar, Ayyas dan Salsa memang belum saling mengenal. Para orang tua pun mengangguk pelan membenarkan ucapan Salsa.

"Begini saja, bagaimana kalau akad nikahnya tiga bulan lagi. Toh itu sudah cukup kalau hanya untuk saling mengenal saja. Mereka bisa lebih mengenal kalau sudah menjadi suami istri. Bagaimana, pak Arif?"

Pak Arif mengangguk membenarkan ucapan calon besannya itu.

"Saya setuju pak."

Semua tetua tersenyum lega dengan kesepakatan ini. Mereka seolah tak sabar ingin menjadi sebuah keluarga seutuhnya. Tapi tidak bagi Salsa, ada beban yang masih menghuni hati dan pikirannya. Menyisakan sesak di dadanya.

"Maafkan aku ...," lirih Salsa dalam hati.

******

Hikayat SalsabilahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang