.
.
.
.
Salsa tercenung dengan penuturan Ayyas. Sudut hatinya berdesir halus, namun dia menepisnya. Dia akan berusaha membuat Ayyas menyesali ucapannya, Salsa berjanji dalam hatinya.
****
Salsa masih terduduk di tepi ranjang di dalam kamarnya. Aroma mawar menusuk hidungnya. Di setiap sudut kamar terdapat bunga mawar merah yang diletakkan dalam sebuah vas bunga. Salsa masih tak percaya, kemarin dia masih bebas seperti burung, tapi hari ini semuanya telah berubah. Beberapa jam yang lalu dia masih mengingat betul ketika Ayyas dengan suara lantang mengucapkan ijab kabul di depan penghulu.
Hati Salsa berdebar mengingat apa yang akan terjadi selanjutnya di dalam kamarnya ini. Perlahan dia menanggalkan kebaya pengantin putih yang melekat di tubuhnya. Bergegas dia membersihkan diri dan mendinginkan kepalanya yang gerah.
Kini Salsa terduduk tak berdaya. Hati dan jiwanya seolah telah pergi, hidupnya terasa hampa. Bulir bening perlahan menetes di pelupuk mata indahnya.
Dia masih ingat ketika kemarin, sehari sebelum pernikahannya, Salsa pergi menemui Dirga. Salsa mengajak Dirga untuk pergi dari kota ini, tapi Dirga menolaknya. Kata-kata Dirga hingga kini masih terngiang di telinganya.
"Kau pengecut, Dir! Kau bahkan tak bisa memperjuangkan cintamu." Salsa setengah berteriak menahan kekecewaannya.
"Kau yang pengecut Sa. Kenapa kau lari dari takdir yang sudah kau pilih!" sahut Dirga tak kalah sengit.
"Aku tak memilih takdirku." Salsa berkelit.
"Malam itu, disaat dia melamarmu, kau bisa saja menolaknya, Sa. Tapi kau justru menerimanya."
Salsa terdiam, Dirga benar. Dia bisa menolaknya malam itu. Tapi Salsa tidak melakukannya. Dia tak ingin mengecewakan kedua orang tuanya. Hanya itu alasan dia menerima lamaran Ayyas.
"Aku tak bisa. Tak ada pilihan lain. Tapi dapat aku pastikan, aku tidak akan jatuh cinta padanya."
"Kau belum tahu, Sa. Waktu dan keadaan bisa membuat hati berubah. Suatu saat kau pasti akan sangat mencintainya." Dirga menggenggam jemari Salsa, "mulai sekarang aku minta kau tak usah menemuiku lagi. Aku tak ingin menjadi penghalang untuk kalian. Jadi, buang jauh-jauh ide gilamu untuk kawin lari bersamaku. Belajarlah untuk menerima kehadirannya. Dia pasti orang terbaik yang Allah berikan untukmu. Selamat menempuh hidup baru, Sa. Maaf aku tak bisa datang besok."
Salsa semakin terisak mengenangnya. Bagaimana pun juga melupakan orang yang mengisi hatinya selama empat tahun belakangan tidaklah cukup hanya tiga bulan. Salsa masih butuh waktu, waktu yang panjang. Mungkin sepanjang usianya.
****
Malam mulai larut, bintang-bintang di langit berkelap kelip menghiasi kelamnya malam. Semilir angin mendesah lembut membuai setiap insan. Salsa masih duduk di tepi ranjang. Hatinya gelisah, pikirannya kalut. Ada gejolak yang memenuhi dadanya.
Perlahan pintu terbuka.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam." Salsa masih membeku.
Dengan sedikit kikuk Ayyas menghampiri istrinya itu. Di raihnya kepala Salsa, lantas mencium pucuk kepala Salsa setelah Ayyas merapalkan doa. Salsa menahan napas, dia tidak berontak.
"Maaf," lirih Salsa pelan.
"Kenapa?" tanya Ayyas lembut.
Salsa menatap mata lelaki di depannya, mencoba mencari sesuatu di balik mata teduh suaminya itu.
"Aku tak bisa--"
"Aku mengerti." Ayyas sudah menduganya, dia yakin istrinya itu belum sepenuhnya dapat dia miliki.
"Kamu tidak marah?" tanya Salsa heran. Dia berpikir Ayyas akan marah padanya, kemudian meninggalkannya.
"Tidak." Ayyas menghela napas, "bukankah dari awal aku sudah bilang, aku akan menunggumu. Sampai hatimu benar-benar untukku."
"Kamu yakin?" Salsa ragu.
"Pasti. Sekeras apapun hatimu, perlahan akan luluh juga. Aku tidak memaksamu untuk itu, biar waktu yang menjawabnya. Bisakah kita awali hubungan ini dengan pertemanan?" Ayyas menyodorkan tangannya hendak bersalaman.
Salsa terkejut dengan jawaban Ayyas. Dengan ragu dia mengulurkan tangannya menjawab tangan Ayyas.
"Terima kasih. Sekarang tidurlah, hari sudah larut. Aku tidak ingin melihatmu sakit."
Salsa masih tak percaya. Inikah suaminya? Oh Tuhan, bangunkan dia sekarang juga.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Hikayat Salsabilah
Spiritual(REPOST) NOVELLET. "Ketika takdir yang tak kau inginkan harus kau jalani. Menghabiskan sisa perjalanan hidupmu bersama dengan seseorang yang sama sekali tidak kau kenali. Apa yang akan kau lakukan? Sementara hatimu telah bertepi di dermaga orang la...